PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI mulai menjaga likuiditas di tengah ancaman resesi global saat ini, yang akan dicerminkan dengan penurunan Rasio Kredit Terhadap Simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) di bawah target, yakni 90 persen.
"Pertumbuhan kredit juga kami coba jaga se-konservatif mungkin sehingga kami yakin likuiditas kredit dan permodalan masih cukup aman untuk BNI dalam situasi krisis global seperti sekarang ini," ungkap Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam Konferensi Pers Kinerja BNI Kuartal III 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Ia tak menampik saat ini volatilitas global cukup tinggi serta menghadapi potensi untuk mengalami resesi karena kenaikan suku bunga acuan dan inflasi yang cukup tinggi.
Untuk itu perkembangan pertumbuhan bisnis BNI terus disesuaikan dengan kondisi yang ada, terutama dari segi likuiditas.
Langkah tersebut pun juga dilakukan seiring dengan mulai berakhirnya era suku bunga rendah saat ini, sehingga era suku bunga tinggi sudah mulai bermunculan di berbagai negara.
Kendati begitu, Royke menegaskan pihaknya akan tetap menyalurkan kredit secara berhati-hati dan konservatif sehingga rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) bisa terkendali.
"Jadi secara likuiditas memang tahun depan pasti akan cukup ketat, untuk itu kami sudah antisipatif dalam menjaga likuiditas yang cukup dan pertumbuhan kredit yang sehat," ucap dia.
Dengan berbagai langkah yang dilakukan BNI, dirinya optimistis perseroan cukup baik dalam menghadapi resesi yang akan menjadi ancaman global ke depannya.
Apalagi, tren kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh baik yaitu sebesar 5,4 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) pada triwulan II-2022 dan hingga akhir tahun diperkirakan masih pada kisaran di atas 5,3 persen (yoy), sehingga membuat BNI yakin dapat merealisasikan kinerja positif.
“Tren pertumbuhan ini masih cukup baik dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia," tutur Royke.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022