Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menolak kehadiran Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Provinsi Jambi yang baru saja dilantik kepengurusan oleh Ketua Umum DPP APRI Ir Gatot Sugiharto di rumah dinas Gubernur Jambi pada Senin (9/1) malam.
Direktur Walhi Jambi Abdullah di Jambi, Selasa mengatakan pihaknya sejak awal sebelum dibentuknya kepengurusan APRI di Jambi sudah menolak dibentuknya wadah penambang rakyat tersebut karena dinilai banyaknya kepentingan yang ada di asosiasi tersebut sehingga kami dengan tegas menolaknya dari awal.
"Alasan Walhi Jambi menolak dibentuknya Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) APRI Provinsi Jambi tersebut karena dengan adanya asosiasi ini bisa melegalkan tambang ilegal, pengampunan terhadap pembiaran, penghancuran dan para perusak lingkungan," katanya.
Pertambangan ilegal adalah kegiatan penambangan atau penggalian yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin dan tidak menggunakan prinsip prinsip penambangan yang baik dan benar (good mining practice), pokok dari persoalan yang terjadi dan semakin marak di Indonesia hari ini selain konflik lahan, juga pertambangan ilegal, emas, minyak dan juga pertambangan batubara yang menyisakan banyak persoalan.
Abdullah mengatakan Provinsi Jambi menjadi salah satu daerah yang nyaman bagi para pelaku, pemodal dan penampung hasil tambang ilegal, emas salah satunya, sehingga maraknya penambang emas yang tidak memiliki izin menambah rentetan persoalan pengelolaan sumber daya alam yang serampangan, di satu sisi pemerintah berupaya dan memberikan dukungan terhadap organisasi dan perorangan yang memperjuangkan pengaturan dan pengelolaan tambang-tambang emas tanpa izin ini, legalisasi, zero peti, dan sebagainya.
Di satu sisi pemerintah melakukan pembiaran, penghancuran dan perusakan lingkungan, tidak berani dan tidak tegas,terhadap aktivitas yang jelas sudah merugikan orang banyak, dan yang menikmati hasilnya hanya Sebagian orang. Dengan dalih pertambangan rakyat tanpa jelas apakah sudah ada tindakan dan upaya penertiban yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan atau hanya sekedar saja.
"Karena sudah banyak operasi penertiban yang dilakukan, tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan pemodal, dan sudah menjadi rahasia umum, aktivitas ilegal tersebut tetap berlanjut dan cenderung bertambah parah.
Bukan sekedar wacana upaya untuk melegalisasi tambang ilegal, tapi juga dibungkus dengan kampanye penyelamatan sumber daya alam, penyelamatan lingkungan ,seperti apa," tanya Abdullah.
Dia menambahkan yang terjadi saat ini adalah akan banyak lokasi baru dan tambang baru dengan dalih pertambangan rakyat, dan tidak jelas juga rakyat yang mana, apakah rakyat yang bekerja, pemilik tanah, atau bahkan aparatur negara, pemilik modal dan penampung emas tersebut.
Jambi akan ada upaya legalisasi tersebut tanpa ada upaya penegakan hukum, dan meminta pertanggungjawaban terhadap kerusakan yang sudah terjadi karena dampak dari aktivitas tambang ilegal tersebut, inikah bentuk pengampunan terorganisir terhadap mereka yang sudah menghancurkan sumber daya alam dan lingkungan.
Kendati alam mampu memulihkan dirinya sendiri, tetapi jika tidak ada campur tangan manusia tentu akan sangat lamban proses pemulihan tersebut, jika seluruh aktivitas tambang ilegal ditertibkan dan benar-benar serius dalam proses penentuan subjek dan objek yang akan masuk dalam kategori tambang rakyat ini juga akan menjadi faktor pendukung yang baik dalam proses pemulihan.
"Tetapi kalau proses legalisasi yang pukul rata dan tidak ada proses penegakan hukum apa jadinya dan apa gunanya hukum itu sendiri, seharusnya ada upaya yang serius, jika selevel pemerintah kabupaten dan aparat penegak hukum di kabupaten tidak mampu maka naikkan level nya ke provinsi, jika provinsi juga tidak sanggup maka naikkan lagi ke level nasional, bukankah di atas langit masih ada langit," kata Abdullah.
Persoalan serius untuk menertibkan pertambangan ilegal ini, bukan sekedar mengkonsolidasikan semua stakeholder, mendirikan perkumpulan, koperasi, asosiasi, tapi juga harus berpijak pada keadilan dan hak asasi manusia, bukankah hak atas lingkungan yang bersih dan sehat adalah hak asasi manusia.
"Artinya para pemodal dan orang yang meraup keuntungan atau orang berupaya meraup keuntungan dari aktivitas yang dilakukan ini juga punya tanggung jawab, pemerintah yang melakukan pembiaran tidak berani dan tidak tegas kepada siapa yang menjadi backing dari seluruh aktivitas ilegal yang ada, pemerintah juga bertanggungjawab, tidak sekonyong-konyong lepas dari persoalan dengan target zero Peti," kata Direktur Walhi Jambi Abdullah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Walhi tolak Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Jambi
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023
Direktur Walhi Jambi Abdullah di Jambi, Selasa mengatakan pihaknya sejak awal sebelum dibentuknya kepengurusan APRI di Jambi sudah menolak dibentuknya wadah penambang rakyat tersebut karena dinilai banyaknya kepentingan yang ada di asosiasi tersebut sehingga kami dengan tegas menolaknya dari awal.
"Alasan Walhi Jambi menolak dibentuknya Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) APRI Provinsi Jambi tersebut karena dengan adanya asosiasi ini bisa melegalkan tambang ilegal, pengampunan terhadap pembiaran, penghancuran dan para perusak lingkungan," katanya.
Pertambangan ilegal adalah kegiatan penambangan atau penggalian yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin dan tidak menggunakan prinsip prinsip penambangan yang baik dan benar (good mining practice), pokok dari persoalan yang terjadi dan semakin marak di Indonesia hari ini selain konflik lahan, juga pertambangan ilegal, emas, minyak dan juga pertambangan batubara yang menyisakan banyak persoalan.
Abdullah mengatakan Provinsi Jambi menjadi salah satu daerah yang nyaman bagi para pelaku, pemodal dan penampung hasil tambang ilegal, emas salah satunya, sehingga maraknya penambang emas yang tidak memiliki izin menambah rentetan persoalan pengelolaan sumber daya alam yang serampangan, di satu sisi pemerintah berupaya dan memberikan dukungan terhadap organisasi dan perorangan yang memperjuangkan pengaturan dan pengelolaan tambang-tambang emas tanpa izin ini, legalisasi, zero peti, dan sebagainya.
Di satu sisi pemerintah melakukan pembiaran, penghancuran dan perusakan lingkungan, tidak berani dan tidak tegas,terhadap aktivitas yang jelas sudah merugikan orang banyak, dan yang menikmati hasilnya hanya Sebagian orang. Dengan dalih pertambangan rakyat tanpa jelas apakah sudah ada tindakan dan upaya penertiban yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan atau hanya sekedar saja.
"Karena sudah banyak operasi penertiban yang dilakukan, tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan pemodal, dan sudah menjadi rahasia umum, aktivitas ilegal tersebut tetap berlanjut dan cenderung bertambah parah.
Bukan sekedar wacana upaya untuk melegalisasi tambang ilegal, tapi juga dibungkus dengan kampanye penyelamatan sumber daya alam, penyelamatan lingkungan ,seperti apa," tanya Abdullah.
Dia menambahkan yang terjadi saat ini adalah akan banyak lokasi baru dan tambang baru dengan dalih pertambangan rakyat, dan tidak jelas juga rakyat yang mana, apakah rakyat yang bekerja, pemilik tanah, atau bahkan aparatur negara, pemilik modal dan penampung emas tersebut.
Jambi akan ada upaya legalisasi tersebut tanpa ada upaya penegakan hukum, dan meminta pertanggungjawaban terhadap kerusakan yang sudah terjadi karena dampak dari aktivitas tambang ilegal tersebut, inikah bentuk pengampunan terorganisir terhadap mereka yang sudah menghancurkan sumber daya alam dan lingkungan.
Kendati alam mampu memulihkan dirinya sendiri, tetapi jika tidak ada campur tangan manusia tentu akan sangat lamban proses pemulihan tersebut, jika seluruh aktivitas tambang ilegal ditertibkan dan benar-benar serius dalam proses penentuan subjek dan objek yang akan masuk dalam kategori tambang rakyat ini juga akan menjadi faktor pendukung yang baik dalam proses pemulihan.
"Tetapi kalau proses legalisasi yang pukul rata dan tidak ada proses penegakan hukum apa jadinya dan apa gunanya hukum itu sendiri, seharusnya ada upaya yang serius, jika selevel pemerintah kabupaten dan aparat penegak hukum di kabupaten tidak mampu maka naikkan level nya ke provinsi, jika provinsi juga tidak sanggup maka naikkan lagi ke level nasional, bukankah di atas langit masih ada langit," kata Abdullah.
Persoalan serius untuk menertibkan pertambangan ilegal ini, bukan sekedar mengkonsolidasikan semua stakeholder, mendirikan perkumpulan, koperasi, asosiasi, tapi juga harus berpijak pada keadilan dan hak asasi manusia, bukankah hak atas lingkungan yang bersih dan sehat adalah hak asasi manusia.
"Artinya para pemodal dan orang yang meraup keuntungan atau orang berupaya meraup keuntungan dari aktivitas yang dilakukan ini juga punya tanggung jawab, pemerintah yang melakukan pembiaran tidak berani dan tidak tegas kepada siapa yang menjadi backing dari seluruh aktivitas ilegal yang ada, pemerintah juga bertanggungjawab, tidak sekonyong-konyong lepas dari persoalan dengan target zero Peti," kata Direktur Walhi Jambi Abdullah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Walhi tolak Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Jambi
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023