Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menegaskan sikap netralitas harus dimiliki seluruh personel kepolisian dalam mengawal Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada serentak 2024.
“Sudah ada regulasi Polri harus menjaga netralitasnya,” kata Dedi kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Ia menyebutkan, salah satu aturan yang mengatur netralitas personel Polri tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, pada Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi Polri bersikap netral dalam kehidupan politik tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Ayat (2) berbunyi, anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.
“Sikap netralitas Polri sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002, ada juga di peraturan kapolri dan telegram arahan tentang netralitas saat pemilu, pileg dan pilkada,” kata Dedi.
Sikap netral Polri ini juga diatur dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 yang merupakan gubahan dari dua peraturan kapolri (perkap), yakni Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri.
Dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tertuang pada Pasal 4 tentang etika kewarganegaraan huruf h berbunyi setiap pejabat dalam etika kewarganegaraan wajib bersikap netral dalam kehidupan politik.
Bukan hanya itu, pada tahun 2018 saat Kapolri dijabat oleh Jenderal Tito Karnavian, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadivpropam) Polri mengeluarkan 13 aturan sebagai pedoman bagi jajaran kepolisian bersikap netral dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
Di antaranya aturan tersebut, anggota Polri dilarang menggunakan/ memesan/ menyuruh orang lain untuk memasang atribut yang bertuliskan/ bergambar parpol, caleg dan paslon.
Kemudian dilarang menghadiri, menjadi pembicara/ narasumber pada kegiatan deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan partai politik kecuali dalam melaksanakan pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas.
Personel Polri juga dilarang melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon kepala/ wakil kepala/caleg.
Dengan adanya aturan tersebut, setiap anggota Polri yang diduga melakukan hal yang menunjukkan ketidaknetralan pada pemilu akan disanksi tegas mulai dari hukuman disiplin maupun kode etik.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut, tantangan tugas Polri di tahun 2023 cukup berat untuk memulihkan kembali kepercayaan publik usai kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa.
Bambang saat dimintai tanggapan awal Januari lalu, berpendapat netralitas Polri menjadi tantangan berat, karena adanya kasus Ferdy Sambo ramai isu Satgasus Merah Putih yang disebut berperan dalam Pemilu 2019.
Oleh karena itu, kata Bambang, tugas utama Polri menjelang dimulainya tahun politik ini adalah menuntaskan kasus-kasus yang menggerus kepercayaan publik.
“Tanpa ada kepercayaan masyarakat, sulit rasanya pemilu nanti dianggap polisi tidak netral,” kata Bambang, Senin (2/1).
Di sisi lain, menghadapi tahun politik, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya mampu menjadi sistem pendingin dengan melakukan sosialisasi, dan menyampaikan pesan-pesan kebangsaan kepada masyarakat maupun kepada paslon-paslon dan parpol. Polri mendorong adu gagasan, adu visi kepada para calon dan menghindari hal-hal yang mencederai tegaknya demokrasi.
“Para kasatwil diminta juga untuk menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dan merawat kebhinekaan dengan melibatkan tokoh agama, dan masyarakat serta pemuda, sehingga dari awal kegiatan ini menjadi cooling system untuk mencegah terjadinya perpecahan pada saat kampanye dan pemilihan nanti,” kata Sigit, Sabtu (31/12) lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023