Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, divonis majelis hakim hukuman mati karena dinilai secara menyakinkan melakukan pembunuhan berencana.

Hakim Ketua Sidang Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Wahyu Iman Santoso, Senin, membacakan vonis yang didengarkan secara langsung oleh Ferdy Sambo dan tim kuasa hukumnya.

Putusan majelis hakim ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut diberikan hukuman pidana penjara seumur hidup.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersam-sama. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," kata ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan.

Baca juga: Gunakan senjata api jenis Glock, hakim sebut Ferdy Sambo menembak Brigadir J

Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam pertimbangan yang dibacakan sebelumnya hakim menyimpulkan terdakwa Ferdy Sambo, turut menembak Brigadir J mengunakan senjata api jenis Glock.

"Majelis Hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock, yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan," ujar Wahyu Iman Santoso.

Baca juga: Vonis Sambo dan rasa keadilan masyarakat

Majelis hakim memperoleh keyakinan tersebut berdasarkan keterangan Ferdy Sambo yang menjelaskan momen sebelum Sambo menciptakan skenario tembak-menembak, serta kesaksian mantan ajudan Sambo, Adzan Romer, yang menyatakan bahwa ia melihat Sambo menjatuhkan senjata jenis HS yang kemudian dimasukkannya ke dalam saku kanan celana pakaian dinas lapangan (PDL) Sambo dan mengenakan sarung tangan hitam.

Keyakinan hakim juga diperkuat dengan kesaksian Mantan Kasubnit 1 Reskrimum Polres Metro Jakarta Selatan Rifaizal Samual yang menyebut Sambo membawa senjata api di dalam holster yang ada di pinggang sebelah kanan Sambo pada saat olah tempat kejadian perkara (TKP), serta kesaksian Richard Eliezer atau Bharada E.

Hakim menjelaskan bahwa pembunuhan berencana dilakukan Ferdy Sambo didasari sakit hati setelah mendengar aduan dari istrinya, Putri Candrawathi, mengenai pelecehan seksual yang ia alami.

Sebagaimana yang diketahui Putri Candrawathi yang saat itu berada di Magelang, Jawa Tengah, menghubungi Ferdy Sambo yang berada di Jakarta dan menceritakan bahwa Yosua telah berlaku kurang ajar terhadap Putri.

Baca juga: Hakim sebut pembunuhan berencana dilakukan Ferdy Sambo didasari sakit hati

Atas dasar tersebut, perencanaan pembunuhan pun dimulai setelah Ferdy Sambo mengetahui Ricky Rizal mengamankan senjata api HS milik Yosua.

"Yang meskipun atas inisiatif sendiri, akan tetapi diperoleh fakta sampai di Jakarta, senjata api HS masih di dashboard. Harusnya, Ricky Rizal bisa mengembalikan senjata tersebut ke Yosua, tetapi tidak dilakukannya," ucap Wahyu.

Baca juga: Orangtua Brigadir Yosua berangkat ke Jakarta hadiri sidang vonis Sambo CS



 

Pewarta: Putu Indah Savitri

Editor : Dolly Rosana


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023