Setidaknya 40 tewas akibat bombardir oleh Pasukan Pendukung Cepat (RSF) di wilayah Omdurman, ibukota Sudan, Khartoum pada Jumat.
Komite Perlawanan Karari setempat dalam pernyataannya mengatakan bahwa beberapa wilayah pemukiman di Omdurman menjadi target pengeboman artileri yang intens oleh RSF.
Menurut pernyataan itu, terdapat 40 korban jiwa dan 50 lainnya menderita luka, yang mengindikasikan kemungkinan jumlah korban tewas dan terluka dapat bertambah.
Pada 5 Juni, Komite Perlawanan Medani melaporkan ada lebih dari 100 orang tewas oleh RSF dalam serangan ke desa Wed en-Nora di negara bagian Gezira tengah.
Dewan Kedaulatan Sudan menuduh RSF melakukan pembantaian dengan membunuh banyak orang tidak bersalah di desa itu, sementara RSF mengklaim mereka menyerang tiga kamp yang menaungi tentara, intelijen dan prajurit sukarela.
Sementara itu, asisten sekretaris jenderal PBB dan wakil utusan khusus untuk Sudan Clementine Nkweta-Salami menyatakan terguncang atas jatuhnya korban jiwa di desa Wed en-Nora di negara bagian Gezira.
Salami menyatakan bahwa meskipun PBB tidak memiliki rincian lengkap mengenai kejadian pada tanggal 5 Juni, terdapat laporan yang dapat dipercaya mengenai penggunaan senjata berat di wilayah sipil.
"Kami menyerukan penyelidikan komprehensif atas apa yang terjadi di Wed en-Nora dan mereka yang terlibat atas kejahatan ini akan dimintai pertanggungjawaban. RSF telah mengonfirmasi bahwa anggotanya berpartisipasi dalam operasi darat di wilayah tersebut." tambahnya.
Sejak dimulainya perang pada April 2023 yang menyebar hingga ke hampir seluruh wilayah Sudan, militer telah mempertahankan kendali di negara bagian utara dan timur, sedangkan RSF aktif di negara bagian barat dan selatan.
Konflik yang disebabkan perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan dengan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) ini menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, ekonomi dan masyarakat.
Upaya untuk mengakhiri konflik melalui pembicaraan di Jeddah yang dimediasi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat, inisiatif perdamaian yang dipimpin oleh negara-negara tetangga di bawah kepemimpinan Mesir, upaya Otoritas Antarpemerintah untuk Pembangunan di Afrika Timur dan diskusi di ibu kota Bahrain, Manama, semuanya gagal.
Menurut PBB, konflik di Sudan telah mengakibatkan lebih dari 16.000 kematian, menyebabkan 8,7 juta orang mengungsi dan lebih dari 25 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, menjadikannya salah satu krisis pengungsian dan kelaparan terbesar di dunia.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
Komite Perlawanan Karari setempat dalam pernyataannya mengatakan bahwa beberapa wilayah pemukiman di Omdurman menjadi target pengeboman artileri yang intens oleh RSF.
Menurut pernyataan itu, terdapat 40 korban jiwa dan 50 lainnya menderita luka, yang mengindikasikan kemungkinan jumlah korban tewas dan terluka dapat bertambah.
Pada 5 Juni, Komite Perlawanan Medani melaporkan ada lebih dari 100 orang tewas oleh RSF dalam serangan ke desa Wed en-Nora di negara bagian Gezira tengah.
Dewan Kedaulatan Sudan menuduh RSF melakukan pembantaian dengan membunuh banyak orang tidak bersalah di desa itu, sementara RSF mengklaim mereka menyerang tiga kamp yang menaungi tentara, intelijen dan prajurit sukarela.
Sementara itu, asisten sekretaris jenderal PBB dan wakil utusan khusus untuk Sudan Clementine Nkweta-Salami menyatakan terguncang atas jatuhnya korban jiwa di desa Wed en-Nora di negara bagian Gezira.
Salami menyatakan bahwa meskipun PBB tidak memiliki rincian lengkap mengenai kejadian pada tanggal 5 Juni, terdapat laporan yang dapat dipercaya mengenai penggunaan senjata berat di wilayah sipil.
"Kami menyerukan penyelidikan komprehensif atas apa yang terjadi di Wed en-Nora dan mereka yang terlibat atas kejahatan ini akan dimintai pertanggungjawaban. RSF telah mengonfirmasi bahwa anggotanya berpartisipasi dalam operasi darat di wilayah tersebut." tambahnya.
Sejak dimulainya perang pada April 2023 yang menyebar hingga ke hampir seluruh wilayah Sudan, militer telah mempertahankan kendali di negara bagian utara dan timur, sedangkan RSF aktif di negara bagian barat dan selatan.
Konflik yang disebabkan perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan dengan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) ini menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, ekonomi dan masyarakat.
Upaya untuk mengakhiri konflik melalui pembicaraan di Jeddah yang dimediasi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat, inisiatif perdamaian yang dipimpin oleh negara-negara tetangga di bawah kepemimpinan Mesir, upaya Otoritas Antarpemerintah untuk Pembangunan di Afrika Timur dan diskusi di ibu kota Bahrain, Manama, semuanya gagal.
Menurut PBB, konflik di Sudan telah mengakibatkan lebih dari 16.000 kematian, menyebabkan 8,7 juta orang mengungsi dan lebih dari 25 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, menjadikannya salah satu krisis pengungsian dan kelaparan terbesar di dunia.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024