New York (ANTARA) - Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) hampir mencapai babak akhir.
Setelah mereka dilantik, 44 orang tersebut akan mengikuti pendidikan di Pusdikmin Polri Bandung.
Pengangkatan 44 orang (dari 58 orang yang tidak lolos TWK) menjadi ASN Polri dengan kepangkatan tersebut berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia tertanggal 29 November 2021.
Dalam pertimbangannya, aturan tersebut mengatakan tindakan pengangkatan eks pegawai KPK menjadi ASN Polri sudah dikonsultasikan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi dan Ketua Mahkamah Agung serta persetujuan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB).
Baca juga: MAKI : 44 eks pegawai KPK bentuk loyalitas terhadap pemerintah
Aturan tersebut juga mengatur tata cara hingga persyaratan pengangkatan mantan pegawai KPK untuk menjadi pegawai di Polri.
Sejumlah syarat yang tercantum di Pasal 6 adalah para mantan pegawai KPK harus menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi PNS; setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah; tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan.
Polri juga diminta untuk mengajukan secara tertulis daftar usulan identifikasi jabatan serta seleksi kompetensi dari mantan pegawai tersebut.
Pengangkatan sebagai ASN Polri pun harus berdasarkan penyesuaian jabatan, pangkat, dan masa kerja.
Bergabung sebagai ASN Polri
Dari jumlah 58 orang yang tidak lolos TWK dan dipecat dari KPK, ada 44 orang yang memutuskan untuk bergabung menjadi ASN Polri, 12 orang menolak bergabung, 1 orang memasuki usia pensiun dan 1 orang meninggal dunia.
Ke-44 orang yang memutuskan untuk bergabung dengan ASN Polri adalah Adi Prasetyo, Afief Yulian Miftach, Airien Marttanti Koesniar, Ambarita Damanik, Andi Abdul Rachman Rachim, Andre Dedy Nainggolan, Anissa Rahmadhany, Arba'a Achmadin Yudho Sulistyo, Arfin Puspomelisyto, Aulia Postiera.
Baca juga: Polri koordinasikan NIP 44 eks pegawai KPK dengan BKN
Selanjutnya Budi Agung Nugroho, Candra Septina, Chandra Sulistio Reksoprodjo, Darko, Dina Marliana
Erfina Sari, Faisal, Farid Andhika, Giri Suprapdiono, Harun Al Rasyid, Herbert Nababan, Herry Muryanto, Heryanto, Hotman Tambunan.
Kemudian Iguh Sipurba, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Marina Febriana, Muamar Chairil Khadafi, M Praswad Nugraha, Nita Adi Pangestuti, Novariza, Novel Baswedan, Nurul Huda Suparman, Panji Prianggoro, Qurotul Aini Mahmudah.
Masih ada Rizka Anungnata, Ronald Paul Sinyal, Samuel Fajar Hotmangara Tua Siahaan, Sugeng Basuki, Wahyu Ahmat Dwi Haryanto, Waldy Gagantika, Yudi Purnomo, Yulia Anastasia Fu'ada.
Mereka berasal dari berbagai kedeputian di KPK baik Kedeputian Penindakan, Kedeputian Pencegahan, Kedeputian BIdang Inofrmasi dan Data, Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran SErta Masyarakat, Sekretariat Jenderal dan lainnya.
Ada sejumlah alasan yang disampaikan oleh mereka sehingga memutuskan untuk bergabung ke Polri, bahkan oleh para penyidik yang notabene-nya adalah mantan anggota Polri.
Misalnya Novel Baswedan melalui akun twitternya @nazaqistsha mengatakan bahwa ia merasa prihatin dengan korupsi yang banyak dan masif, ditambah dengan kondisi KPK yang makin tidak dipercaya publik karena pimpinan KPK bermasalah.
"Saat Kapolri memberi kesempatan untuk ikut berkontribusi memberantas korupsi bidang pencegahan, maka saya dan sebagian besar IM57 menerima," kata Novel.
Baca juga: Novel ingin kembali perkuat KPK
Sedangkan mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono mengatakan ia ingin menggunakan sisa usia untuk hal yang bermanfaat, melawan korupsi.
"Semoga skemanya dapat memaksimalkan peran kawan-kawan 57 dalam memberantas korupsi dengan mengedepankan profesionalitas, integritas dan independensi sesuai kompetensinya," kata Giri.
Ia berharap tugasnya nanti di Polri juga memfasilitasi ia dan rekan-rekannya untuk segera bisa kembali ke KPK agar bisa merebut kembali marwah KPK yang mulai luntur.
"Kepercayaan publik kepada KPK sudah di titik nadir. Harus bisa diselamatkan, karena itu cara kita menjaga harapan negeri untuk maju dan bersih," tambah Giri.
Sedangkan mantan penyidik KPK Aulia Postiera juga dalam akun twitternya @paijodirajo mengaku setelah berpikir, berdoa, memohon restu ibu, meminta pendapat istri, anak, guru dan sahabat, ia menerima tawaran bergabung menjadi ASN Polri.
"Bagi saya ini adalah panggilan negara untuk kembali berkontribusi dalam pemberantasan korupsi," kata Aulia.
Ia mengaku untuk mengambil keputusan tersebut bukanlah pilihan yang mudah. Terlebih stigma yang ditempelkan bagi mereka yang tidak lulus TWK adalah sudah tidak dapat dibina lagi, anti-Pancasila, anti-UUD 1945 dan anti NKRI.
Baca juga: Novel Baswedan lihat ada kesungguhan Kapolri berantas korupsi
"Alhamdulillah, Pak Kapolri sangat memahami apa yang terjadi dalam proses TWK yang juga sudah dibuktikan dengan hasil temuan Komnas HAM dan Ombudsman. Bagi saya, ini artinya Indonesia kembali memanggil kami," ungkap Aulia.
Ia juga mendoakan dan menyemangati 12 rekannya yang mengambil jalan berbeda dengan 44 orang agar diberi kemudahan hidup dan kesuksesan di masa depan.
"Perjuangan kita belum selesai. Kita tetap satu 57 yang anti-korupsi! 'Raised fist'," ungkap Aulia.
Sementara mantan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan mengatakan proses menjadi ASN Polri adalah proses terbuka melalui peraturan Kapolri.
"Kami keberatan ke Presiden akibat pemberhentian kami oleh KPK dan kirim surat keberatan ke Presiden dan sekaligus untuk diangkat jadi ASN. Presiden menjawab surat kami, tindak lanjut proses pengangkatan jadi ASN melalui Polri. Di titik itu tuntutan kita dipenuhi Presiden," kata Hotman.
Menurut Hotman, ia dan rekan-rekannya pun patuh atas jawaban Presiden Jokowi tersebut.
Namun Hotman meyakini bahwa proses TWK belum sepenuhnya selesai karena tindak lanjut atas rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman belum dilakukan Pimpinan KPK.
Apa yang sudah ditindaklanjuti adalah tindakan Presiden Jokowi Pejabat Pembina tertinggi ASN di Indonesia melalui Kapolri.
"Tindak lanjut rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI juga harus ditindak lanjut, jika tidak, maka pejabat negara bisa suka-suka berbuat walau melanggar hukum dan ini harus dicegah dan dilawan. Negara ini negara hukum sesuai kata konstitusi kita harus diperjuangkan," tegas Hotman.
Hotman pun menegaskan bahwa tujuannya bukan mencari posisi sebagai ASN.
"Jika kemarin proses asesmen dilakukan terbuka, jelas mekanisme dan prosedur, jelas kriteria lulus tak lulus, walaupun misalnya tak lulus kita terima," tambah Hotman.
12 tidak bergabung
Sementara 12 orang yang memilih untuk tidak bergabung dengan Polri yaitu Agtaria Adriana, Arien Winiasih, Benydictus Siumlala MS, Christie Afriani, Damas Widyatmoko, Ita Khoiriyah, Lakso Anindito.
Baca juga: Novel Baswedan dkk terima tawaran jadi ASN Polri
Selanjutnya Rahmat Reza Masri, Rasamala Aritonang, Rieswin Rachwell, Tri Artining Putri dan Wisnu Raditya Ferdian.
Mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang mengaku ia tidak bergabung dengan Polri karena sudah menjadi pengajar hukum pada Fakultas Hukum Universitas Parahyangan.
Ia menyebut apapun pilihan dan langkah yang diambil oleh rekan-rekannya yang lain dapat berdampak luas bagi perubahan yang lebih besar dalam pemberantasan korupsi dan memberikan manfaat bagi Indonesia.
"Saya sangat mengapresiasi Pak Kapolri dan pihak Kepolisian yang telah mengupayakan, menawarkan dan memberikan kesempatan untuk pengangkatan bagi 57 eks pegawai KPK sebagai ASN di Polri. Tawaran ini sekaligus dapat dimaknai sebagai rehabilitasi nama baik 57 eks pegawai KPK," kata Rasamala.
Rasamala menyebut bahwa ia juga akan siap mendukung rekan-rekannya yang menjadi ASN di Polri.
"Saya mendukung teman-teman yang bergabung sebagai ASN Polri untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi dan mendukung kerja penegakan hukum di Polri, dan meski saya berada di luar Polri, saya selalu siap membantu dan mendukung dengan pengetahuan dan keahlian yang saya miliki," ungkap Rasamala.
Sementara eks penyidik KPK Lakso Anindito mengatakan dirinya tak bergabung dengan ASN Polri karena pertimbangan personal.
Baca juga: 52 eks pegawai KPK hadiri sosialisasi Perpol di Mabes Polri
"Saya mendukung penuh proses ASN ini karena mempunyai posisi strategis khususnya dalam mengonfirmasi bahwa TWK bermasalah, adapun pilihan saya tidak mengambil adalah pertimbangan personal," kata Lakso.
Selanjutnya mantan penyelidik KPK Rieswin Rachwell dalam akun twitternya @niwseir mengatakan ia memilih menjaga nilai pemberantasan korupsi di jalan lain.
"Perekrutan ASN Polri oleh Kapolri bukan berarti masalah TWK KPK yang maladministrasif dan melanggar HAM selesai, tetapi justru membuktikan TWK itu akal-akalan yang dibuat demi menyingkirkan kami dari KPK. Buktinya Polri merekrut kawan-kawan tanpa syarat tes TWK," kata Rieswin.
Rieswin pun mengucapkan selamat dan semangat berjuang bagi rekan-rekannya yang bergabung menjadi ASN Polri.
"Apapun jalan yang dipilih, kami yakin semangat pemberantasan korupsi harus tetap ada dan terus digaungkan dan ditularkan di manapun kami berada. Kami akan terap berada dalam 1 barisan untuk memperjuangkan semangat pemberantasan korupsi," ungkap Rieswin.
Sementara mantan fungsional Direktorat Pembinaan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Christie Afriani mengatakan ia tetap mendukung pilihan mantan pegawai KPK lainnya untuk bergabung sebagai ASN Polri.
"No regret, just love. Selamat dan semangat kawanku semua. Berpisah tidak apa-apa, selama yang kita perjuangkan tetap sama," kata Christie melalui akun twitter pribadinya @chrstafn.
Christie mengungkapkan, saat ini dia sudah memilih bergabung dengan LSM Auriga.
"Karena belum bisa jauh-jauh dari isu korupsi, ya sekarang di sini lah aku akan belajar dan bekerja, ayo 'join' diskusi kami siang ini tentang isu pembakaran lahan dan hutan di Riau," ungkap Christie.
Selanjutnya mantan pegawai Biro Humas KPK Ita Khoiriyah mengatakan ia tidak bergabung sebagai ASN Polri dengan cara lain setelah berdiskusi dengan keluarga dan orang terdekatnya.
"Seperti pepatah lama, banyak jalan menuju Roma. Tujuan kami, IM57+, masih sama, hanya pada fase sekarang kami memilih jalan yang berbeda ke depannya. Tidak ada yang tahu seberapa terjal jalan kami masing-masing. Seberapa dahsyat badai yang mengadang tapi tujuan masih sama. Keyakinan masih sama," kata Ita Khoiriyah yang biasa dipanggil Tata.
Ia pun mendukung langkah yang diambil oleh rekan-rekannya yang bergabung sebagai ASN Polri.
Namun Tata memastikan bahwa 56 pegawai KPK yang disingkirkan via TWK masih satu jalan, dan tawaran Polri tak menghapus sejumlah permasalahan dalam TWK KPK karena Tata dan rekan-rekannya masih menunggu kelanjutan sidang sengketa Informasi terhadap KPK lewat Komisi Informasi Pusat (KIP).
Akhirnya seperti adagium "banyak jalan menuju Roma", waktu akan menjadi jalan untuk menunjukkan siapa saja yang tetap meresapi nilai-nilai tertib, terbuka dan tidak korupsi di mana pun berada.
Baca juga: 44 eks pegawai KPK jalani uji kompetensi di Mabes Polri
Baca juga: Polri sosialisasikan pengangkatan 57 eks pegawai KPK pekan depan