Jakarta (ANTARA) - Produk tembakau alternatif, termasuk rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan bisa menjadi solusi komplementer, kata Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya.
Berdasarkan temuan tersebut, Amaliya merekomendasikan produk ini layak untuk dikedepankan sebagai salah satu pilihan bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaannya untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko.
Dia menjelaskan rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan menerapkan sistem pemanasan, bukan pembakaran seperti rokok pada penggunaannya, sehingga dapat mengurangi risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.
Hal tersebut berdasarkan hasil kajian ilmiah yang dilakukan Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, pada tahun 2018 yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018.”
Dengan potensi tersebut, sejumlah negara seperti Inggris mendukung penggunaan produk tembakau alternatif sebagai upaya untuk menekan prevalensi merokok dan menjadikan produk-produk tersebut sebagai opsi bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya.
Menurut Amaliya, Pemerintah Indonesia seharusnya melakukan langkah serupa demi menurunkan angka perokok yang tinggi sekaligus meningkatkan perbaikan kualitas kesehatan publik di negara ini.
“Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan dapat menjadi solusi komplementer yang sejalan dengan berbagai program dan upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Melihat bukti-bukti ilmiah yang ada, pemerintah harus bersikap lebih terbuka untuk dapat melihat profil risiko yang dimiliki oleh rokok elektrik dan memanfaatkannya secara optimal,” kata Amaliya.
Salah satu bukti efektivitas rokok elektrik dalam membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya juga diungkapkan dalam laporan Cochrane Review yang dipublikasikan pada November 2022 lalu.
Laporan tersebut merangkum hasil riset dari Amerika Serikat (34 studi), Inggris (16 studi), dan Italia (8 studi). Hasil dari laporan tersebut menunjukkan bahwa perokok berpotensi besar untuk beralih dari kebiasaannya setelah menggunakan rokok elektrik selama enam bulan dibandingkan menggunakan terapi pengganti nikotin.
Secara lebih detailnya, dari 100 orang yang menggunakan rokok elektrik, terdapat 9 hingga 14 perokok memiliki peluang untuk berhasil beralih dari kebiasaan merokok.
Sementara itu, dari 100 orang yang menggunakan terapi pengganti nikotin, hanya enam perokok yang berpotensi sukses untuk beralih dari kebiasaannya.
Dr. Jamie Hartmaan-Boyce dari Universitas Oxford yang juga merupakan Editor Cochrane Tobacco Addiction serta penulis dari laporan terbaru Cochrane Review mengatakan pemahaman tentang rokok elektrik yang tidak berdasarkan fakta akurat atau kajian ilmiah telah menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat dan media.
Akibatnya, masyarakat, khususnya perokok dewasa, enggan menggunakan produk ini untuk membantu mereka beralih dari kebiasaannya. Padahal, berdasarkan sejumlah hasil kajian ilmiah, rokok elektrik memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.
Dengan mendapatkan dukungan dari Cancer Research UK, Jamie dan tim juga melakukan riset untuk mendapatkan bukti terbaru tentang rokok elektrik.
"Kami mengidentifikasi dan menggabungkan bukti terkait dari kajian ilmiah paling andal yang tersedia saat ini. Untuk pertama kalinya, ini memberikan kami bukti kepastian tinggi bahwa rokok elektrik memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dalam membantu perokok untuk beralih dari kebiasannya daripada terapi pengganti nikotin lainnya, seperti permen karet," kata dia.