Rejanglebong (ANTARA News) - Kelompok Tarekat Naqsabandyah Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, mengaku mereka tidak sesat dari ajaran Islam dan bukan aliran melainkan kelompok pengajian.
"Kami tidak sesat, kami bukan aliran agama tapi hanya kelompok pengajian. Kami sangat menyayangkan sekali kalau ada yang menuduh kami ini sesat," kata guru besar Ilmu Tasawuf Tarekat Naqsabandyah, Cabang Kabupaten Rejanglebong yang membawahi wilayah Sumatra Bagian Selatan, Asman, Senin.
Jemaah Tarekat Naqsabandyah kata dia, sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Indonesia selain yang berpusat di Desa Suka Datang, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, juga beberapa wilayah seperti di Andale, Sumatra Barat.
Kemudian Bangka dan Pangkal Pinang, Kabupaten Muko-muko, Bengkulu, Kendari, Sulawesi Utara, Jakarta, Depok dan daerah lainnya.
Setiap tahun ratusan hingga seribuan para jemaah kelompok ini berkumpul di gedung Tarekat Naqsabandyah di Kabupaten Rejanglebong, yang dibangun di atas lahan lebih kurang satu hektare.
Para jemaah ini berkumpul untuk melaksanakan zikir akbar atau yang mereka sebut "Suluk" dan haul memperingati delapan tahun meninggalnya guru Tarekat Naqsabandyah setempat Buya Syeh Zainal Arifin.
Pelaksanaan zikir akbar ini sengaja dilakukan setiap bulan Ramadan, karena pada bulan tersebut amalan-amalan pahalanya dilipatkan gandakan Allah SWT melebihi hari-hari biasanya.
Zikir yang mereka lakukan antara lain zikir hati atau khofi dengan menyebut Lailahaillah, kemudian zikir jahar atau zikir keras dengan menyebut nama Allah.
Untuk pelaksanaan zikir jahar biasanya dilakukan secara berjamaah (ramai-ramai) dan diucapkan keras-keras setelah pelaksanaan shalat lima waktu.
Sedangkan zikir khofi kata dilakukan pelan-pelan dan tersendiri di dalam sekat-sekat berukuran 1x1 meter yang diselubungi kain kassa penahan nyamuk atau kelambu.
Pelaksanaan zikir akbar gelombang pertama pada Ramadan 1432 Hijriyah terhitung mulai 3 Ramadan atau 3 Agustus dan berakhir pada 13 Ramadan (13 Agustus 2011) diikuti 794 jemaah yang sebagian besar berasal dari Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Dki Jakarta, Bogor dan bebertapa daerah lainnya.
Sedangkan gelombang kedua akan dilaksanakan pada 17 Ramadan (17 Agustus 2011) hingga menjelang hari Raya Idul Fitri (31 Agustus 2011).
Pelaksanaan zikir tersebut tambah dia, guna menghilangkan penyakit yang mendera hati seperti hasut, iri dengki, takabur dan sebagainya.
Jika para jemaah selesai menjalaninya maka mereka akan bersih, suci, sehingga akan menjauhi berbagai larangan agama saat kembali ke daerahnya masing-masing.
Salah seorang peserta zikir Sulaiman (32) warga Kelurahan Tuan Kentang, Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang, dirinya datang mengikuti kegiatan itu guna mencari ketenangan hati.
Ia datang bersama istrinya dan kedua anaknya yang masih balita, serta 10 orang lainnya dengan menggunakan mobil carteran.
"Ini pertama kali ikut, tidak ada yang mengajak. Ke sini kami cuma mau mencari ketenangan hati," katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Rejanglebong Nasril, menjelaskan belum bisa memberikan keterangan panjang lebar, pihaknya masih melakukan penyelidikan bersama dengan pihak Polres setempat, terutama setelah adanya salah satu peserta meninggal dunia. (NMD/I016/K004)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2011
"Kami tidak sesat, kami bukan aliran agama tapi hanya kelompok pengajian. Kami sangat menyayangkan sekali kalau ada yang menuduh kami ini sesat," kata guru besar Ilmu Tasawuf Tarekat Naqsabandyah, Cabang Kabupaten Rejanglebong yang membawahi wilayah Sumatra Bagian Selatan, Asman, Senin.
Jemaah Tarekat Naqsabandyah kata dia, sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Indonesia selain yang berpusat di Desa Suka Datang, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, juga beberapa wilayah seperti di Andale, Sumatra Barat.
Kemudian Bangka dan Pangkal Pinang, Kabupaten Muko-muko, Bengkulu, Kendari, Sulawesi Utara, Jakarta, Depok dan daerah lainnya.
Setiap tahun ratusan hingga seribuan para jemaah kelompok ini berkumpul di gedung Tarekat Naqsabandyah di Kabupaten Rejanglebong, yang dibangun di atas lahan lebih kurang satu hektare.
Para jemaah ini berkumpul untuk melaksanakan zikir akbar atau yang mereka sebut "Suluk" dan haul memperingati delapan tahun meninggalnya guru Tarekat Naqsabandyah setempat Buya Syeh Zainal Arifin.
Pelaksanaan zikir akbar ini sengaja dilakukan setiap bulan Ramadan, karena pada bulan tersebut amalan-amalan pahalanya dilipatkan gandakan Allah SWT melebihi hari-hari biasanya.
Zikir yang mereka lakukan antara lain zikir hati atau khofi dengan menyebut Lailahaillah, kemudian zikir jahar atau zikir keras dengan menyebut nama Allah.
Untuk pelaksanaan zikir jahar biasanya dilakukan secara berjamaah (ramai-ramai) dan diucapkan keras-keras setelah pelaksanaan shalat lima waktu.
Sedangkan zikir khofi kata dilakukan pelan-pelan dan tersendiri di dalam sekat-sekat berukuran 1x1 meter yang diselubungi kain kassa penahan nyamuk atau kelambu.
Pelaksanaan zikir akbar gelombang pertama pada Ramadan 1432 Hijriyah terhitung mulai 3 Ramadan atau 3 Agustus dan berakhir pada 13 Ramadan (13 Agustus 2011) diikuti 794 jemaah yang sebagian besar berasal dari Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Dki Jakarta, Bogor dan bebertapa daerah lainnya.
Sedangkan gelombang kedua akan dilaksanakan pada 17 Ramadan (17 Agustus 2011) hingga menjelang hari Raya Idul Fitri (31 Agustus 2011).
Pelaksanaan zikir tersebut tambah dia, guna menghilangkan penyakit yang mendera hati seperti hasut, iri dengki, takabur dan sebagainya.
Jika para jemaah selesai menjalaninya maka mereka akan bersih, suci, sehingga akan menjauhi berbagai larangan agama saat kembali ke daerahnya masing-masing.
Salah seorang peserta zikir Sulaiman (32) warga Kelurahan Tuan Kentang, Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang, dirinya datang mengikuti kegiatan itu guna mencari ketenangan hati.
Ia datang bersama istrinya dan kedua anaknya yang masih balita, serta 10 orang lainnya dengan menggunakan mobil carteran.
"Ini pertama kali ikut, tidak ada yang mengajak. Ke sini kami cuma mau mencari ketenangan hati," katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Rejanglebong Nasril, menjelaskan belum bisa memberikan keterangan panjang lebar, pihaknya masih melakukan penyelidikan bersama dengan pihak Polres setempat, terutama setelah adanya salah satu peserta meninggal dunia. (NMD/I016/K004)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2011