Jambi (ANTARA Jambi) - Kejaksaan Tinggi Jambi perlu mengungkap aktor intelektual kasus dugaan pengerukan fiktif alur Sungai Batanghari, selain lima tersangka yang sudah ditetapkan.

Pengamat hukum, Winarno, SH,MH di Jambi, Jumat mengatakan, pihak Kejati kini sudah menetapkan lima tersangka, selain kepala Adpel Jambi yang juga rekanan atau pelaksana proyek tersebut, namun tidak menutup kemungkinan ada aktor intelektual yang lebih tinggi.

"Kasus dugaan korupsi pengerukan alur Sungai Batanghari dilakukan pihak Adpel Jambi, telah menetapkan orang nomor satu di instansi tersebut sebagai tersangka," kata Winarno yang juga dosen Fakultas Hukum universitas Jambi (Unja) tersebut.

Dalam keterangan terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jambi, Warasdi, juga minta pihak Kejati mengungkap semua pihak yang diduga terlibat dalam proyek pengerukkan fiktif tersebut.

Ia mengatakan, Sungai Batanghari merupakan urat nadi perekonomian Provinsi Jambi, sebagai jalur angkutan barang bagi kebutuhan masyarakat.

Pemerintah Provinsi Jambi dan berbagai instansi terkait berupaya melakukan pengerukan untuk memperlancar arus kapal niaga, terutama saat arus surut.

Ia mengatakann, Adpel Jambi lewat dana APBN pada 2011 mendapat kucuran dana hampir Rp8 miliar untuk melakukan pengerukan, namun tidak dilakukan secara optimal, atau hampir dinyatakan fiktif.

Kapal dan alat keruk yang didatangkan dan dioperasikan tidak bekerja sesuai skedul serta hasil yang ditargetkan untuk mengangkat lumpur sebanyak 279.000 m3.

"Untuk itu kita minta pihak kejaksaan menuntaskan pengusutan dan memproses sesuai hukum yang berlaku, dan mengungkap semua pihak yang terlibat," kata Warasdi.

Hal senada diutarakian Ketua Asosiasi Pelayaran Nasional/INSA Jambi, Edy Best, bahwa pihaknya sama sekali tidak menemukan kegiatan pengerukan, termasuk pasir yang disedot atau dikeruk di alur dangkal di dua lokasi di kabupaten Muarojambi itu.

Ia menyebutkan, proyek pengerukan alur dangkal di Desa Tebat patah dan Muarojambi Kecamatan Muarasebo itu dilakukan oleh PT Lince Romauli Raya dengan masa 90 hari kerja 18 Agustus hingga 16 November 2011.

Selanjutnya masa kerja tersebut diperpanjang selama 25 hari kerja hingga 11 Desember, dan hingga kini sudah melampaui batas waktu yang diberikan.

Volume lumpur dan pasir yang dikeruk tersebut sebanyak 279.000 m3, namun di lokasi lapangan pembuangan atau penumpukkan tidak ada sekali hasil kerukan.

"Masyarakat maritim juga minta pihak kejaksaan mengusut tuntas proyek pengerukan tersebut," kata Edy Bes.(T.M037)

Pewarta:

Editor : Nurul


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012