Jakarta (ANTARA) - Sektor perbankan memainkan peranan penting dalam menopang perekonomian dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang, termasuk Indonesia.
Melalui penyaluran kredit ke perusahaan beraset skala besar hingga usaha mikro, kecil dan menengah, perbankan membantu meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Bagi pemerintah, perbankan memiliki peranan penting untuk membiayai proyek- proyek infrastruktur dan pembangunan nasional, melalui pinjaman ataupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN).
Bagi masyarakat, perbankan berperan penting untuk meningkatkan akses terhadap produk atau jasa keuangan, dengan menyediakan produk- produk keuangan seperti tabungan hingga deposito.
Selain itu, perbankan juga menyediakan produk pinjaman yang memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsi, misalnya kredit kepemilikan rumah (KPR) hingga kredit kepemilikan kendaraan bermotor.
Pada tahun 2024 ini, sektor perbankan di Tanah Air tengah menghadapi tantangan yang tidak mudah, seiring dengan tren era suku bunga tinggi (higher for longer) di tingkat global yang diperkirakan masih akan berlanjut.
Dunia sedang dalam tahap transisi setelah pandemi COVID-19. Bersamaan dengan itu, muncul konflik- konflik geopolitik di berbagai wilayah, sebelumnya antara Rusia dengan Ukraina, dan saat ini di Timur Tengah yang masih memanas.
Konflik geopolitik menyebabkan harga komoditas salah satunya minyak mentah melonjak serta menyebabkan rantai pasok global terganggu, yang akhirnya menimbulkan tingginya angka inflasi di berbagai negara, baik negara berkembang ataupun maju.
Dengan demikian, untuk menjaga stabilitas tingkat inflasi di masing- masing wilayah mereka, berbagai bank sentral di dunia menerapkan dan melanjutkan kebijakan suku bunga tinggi.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed dalam pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) pada 1 Mei 2024 masih mempertahankan tingkat Fed Fund Rate (FFR) pada level 5,25-5,5 persen.
Bahkan, sebelumnya Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 April 2024, menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen.
Perbankan RI solid
Di tengah era suku bunga tinggi atau higher for longer, sektor perbankan dalam negeri terpantau masih tangguh dan mencatatkan kinerja positif selama kuartal I-2024, berkaca dari penyaluran kredit yang tetap tumbuh.
Bank Indonesia (BI) melaporkan kredit perbankan meningkat 12,40 persen year on year (yoy) pada kuartal I-2024, ditopang oleh pertumbuhan kredit pada hampir seluruh sektor perekonomian.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi yang masing-masing sebesar 14,83 persen (yoy), 12,30 persen (yoy), dan 10,22 persen (yoy).
Ketersediaan likuiditas perbankan juga tetap kuat, tercermin dari tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,18 persen yang didukung oleh Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.
Dari sisi perusahaan, bank- bank besar (big caps) di Tanah Air masih mencatatkan pertumbuhan kredit, bahkan beberapa melampaui pertumbuhan industri yang sebesar 12,40 persen (yoy).
PT Bank Central Asia Tbk atau BCA mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 17,1 persen (yoy) menjadi senilai Rp835,7 triliun pada kuartal I-2024, atau berada di atas rata-rata industri.
PT Bank Mandiri Tbk atau Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan kredit konsolidasi sebesar 19,1 persen (yoy) menjadi senilai Rp1.435 triliun pada kuartal I- 2024, atau berada di atas rata-rata industri.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 10,89 persen (yoy) menjadi senilai Rp1.308,65 triliun pada kuartal I- 2024.
PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 9,6 persen (yoy) menjadi senilai Rp695,16 triliun pada kuartal I- 2024, dibandingkan senilai Rp634,3 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
PT Bank Tabungan Negara Tbk atau BTN mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 14,8 persen (yoy) menjadi senilai Rp344,2 triliun pada kuartal I- 2024, atau berada di atas rata-rata industri.
Kinerja positif akan berlanjut
Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto optimistis kinerja sektor perbankan di Tanah Air masih akan tetap positif sepanjang tahun ini.
Faktor fundamental masih akan menopang kinerja sektor perbankan di tengah era suku bunga tinggi yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2024.
Dengan kebijakan makroprudensial yang longgar dan disertai dengan likuiditas yang masih memadai, menurutnya, pertumbuhan kredit perbankan masih akan tetap kuat dan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia pun meyakini sektor perbankan di Tanah Air masih akan mencatatkan pertumbuhan kredit yang tetap tinggi atau sejalan dengan proyeksi BI dengan berada di kisaran 10- 12 persen (yoy).
“Rasio kredit terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) juga masih relatif terjaga di bawah 85 persen, dan dengan tingkat kredit tidak lancar (NPL) yang juga masih rendah, ruang bagi peningkatan pertumbuhan kredit juga masih terbuka,” ujar Rully.
Namun, ia mengingatkan terdapat juga risiko yang harus di mitigasi ke depan agar stabilitas sektor keuangan tetap terjaga, seiring dengan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 telah berakhir pada 31 Maret 2024, yang akan menyebabkan perbankan akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
Seiring dengan itu, Chief Economist BCA David Sumual menyampaikan peluang pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di Tanah Air masih akan terbuka lebar seiring dengan permintaan masyarakat yang menguat.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa situasi perekonomian akan lebih menantang pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya, yang mana prospek ekonomi nasional tidak akan terlepas dari kondisi ekonomi di tingkat global.
“Tahun ini (ekonomi) kita masih bisa tumbuh kurang lebih 5 persen (yoy). Kita berharap dari sisi investasi ada banyak faktor lain yang kita perhatikan. Kita cautiously optimistic lah di tahun ini. Sektor konsumsi juga cukup bagus. Perilakunya di tahun ini relatif lebih baik,” ujar David.
Selaras dengan hal itu, dengan indikasi penyaluran kredit baru pada triwulan I 2024 yang tumbuh positif, Bank Indonesia optimistis pada triwulan II 2024 penyaluran kredit baru diprakirakan tetap tumbuh dengan prakiraan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru sebesar 57,6 persen, sedangkan SBT pada triwulan I 2024 sebesar 60,8 persen.
Hasil survei menunjukkan responden tetap optimistis terhadap pertumbuhan kredit ke depan. Responden memprakirakan outstanding kredit sampai dengan akhir tahun 2024 akan terus tumbuh, antara lain didorong oleh prospek kondisi moneter dan ekonomi serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.