Medan (ANTARA Jambi) - Konsultan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sadino menilai perlu adanya pengaturan tentang batas maksimal dan batas minimal terhadap luas wilayah perkebunan pada revisi UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 

"Revisi UU tentang Perkebunan perlu mengatur batas maksimal dan batas minimal luas wilayah kebun, sehingga tidak ada seorang pengusaha luas memiliki kebun teramat sangat luas serta tidak ada petani yang tidak memiliki lahan," kata Sadino pada seminar bertema "RUU tentang Perubahan atas UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan" di Medan.

Menurut Sadino, batas maksimal dan batas minimal perlu diatur, sehingga di satu sisi lahan perkebunan yang dimiliki oleh pengusaha bisa dimanfaatkan secara optimal dan di sisi lain bisa dimanfaatkan untuk peruntukan lainnya secara optimal.

Ia mengusulkan, pada revisi UU Perkebunan yang drafnya sedang disusun oleh DPD RI bisa mengatur hal tersebut secara jelas dan kelak setelah usulan tersebut disahkan menjadi UU, maka dibuat aturan turunannya, mulai dari peraturan pemerintah, pertauran menteri, hingga peraturan daerah, sehingga ada kebijakan dan ada aturan teknis yang bisa diimplementasikan.

"Luas maksimal dan luas minimal bisa diminta masukan dari para pemangku kepentingan dan dimusyawarahkan," katanya.

Sadino juga mengusulkan, agar dalam revisi UU Perkebunan maupun aturan turnannya jika ada pengusaha yang luas lahan perkebunannya melampaui batas baksimal, bisa diambil alih oleh pemerintah untuk direstribusikan kepada petani.

Namun aturan redistribusi tersebut harus diatur secara jelas dan tegas, sehingga tidak ada kompromi dan akal-akalan antara pemerintah daerah dan pengusaha perkebunan tersebut atau pihak ketiga yang akan menerima lahan redistribusi.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Aspan Sofyan juga mengusulkan, pada revisi UU 18 tahun 2004 agar mencantumkan pengaturan mengenai luas maksimal dan luas minimal tanah yang dapat dijadikan sebagai lahan perkebunan.

Hal ini perlu diatur untuk menghindari kemungkinan menimbulkan adanya hak penggunaan tanah yang berlebihan oleh perusahaan perkebunan yang lambat laun akan menggusur keberadaan masyarakat adat atau petani yang berada di dalam dan sekitar lahan perkebunan.

"Dengan pengaturan secara jelas maka bisa meminimalisir potensi konflik antara pengusaha perkebunan dengan masyarakat adat dan petani yang berada di lahan tersebut atau di sekitarnya," katanya.

Aspan juga mengusulkan agar dalam revisi UU Perkebunan, dipertegas kewajiban pembangunan plasma oleh perusahaan perkebunan maupun kerja sama usaha (kemitraan) pengusaha perkebunan dengan masyarakat secara seimbang serta rasio yang jelas antara petani dan perusahaan perkebunan.

Kewajiban tersebut, menurut dia, perlu diatur secara jelas dan tegas termasuk sanksi hukum pidana yang mengikat.(Ant)

Pewarta: Riza Hararap

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013