Jambi (ANTARA Jambi) - Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Batanghari, Jasasila minta agar kepolisian segera memproses dugaan kasus pungutan liar dan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Batanghari.
"Polres Batanghari harus menindaklanjuti laporan dugaan pungli di BPN Batanghari itu, karena sudah sangat merugikan warga," katanya ketika diminta tanggapannya di Batanghari, Rabu.
Menurut Jasasila yang juga Ketua DPC Demokrat Batanghari, jika oknum BPN terindikasi melakukan pungutan liar, di luarperaturan yang berlaku, harus ada tindakan tegas, dan polisi diminta melanjutkan proses hukumnya.
"Saya minta polisi segera memproses laporan dugaan pungli oleh oknum BPN itu secepatnya. Tidak ada kata perdamaian dalam kasus tersebut, masyarakat sudah banyak yang tahu soal pungli di BPN itu," kata Jasasila.
Ia mengatakan, DPRD sudah banyak menerima laporan terkait adanya pungutan yang tidak jelas dalam pembuatan sertifikat tanah yang dilakukan oknum BPN Batanghari, termasuk pungutan pada pembuatan sertifikat prona.
Masyarakat terpaksa membayar pungutan itu, karena berharap bisa mendapatkan sertifikat, hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi, karena itu kasus pungli itu harus ditindaklanjuti, katanya.
Berdasarkan informasi, kasus pungli yang dilaporkan Nulmusri, warga yang menjadi korban pungli, telah dicabut sehingga kasusnya tidak dilanjutkan. Nulmusri telah mencabut laporannya dengan alasan sudah berdamai.
Padahal, akibat ulahnya, MA oknum BPN yang juga Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat di BPN Batanghari terancam pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Namun demikian, sejumlah pihak menduga pencabutan laporan tersebut diduga kuat karena ada "permainan".
Sejumlah warga Batanghari minta laporan dugaan pungli di BPN Batanghari itu ditindaklanjuti dan tidak dihentikan hanya karena ada perdamaian, karena sudah masuk dalam kasus tindak pidana penipuan.
Joni, warga Muarabulian, Joni mengatakan, laporan pungli di BPN ke Polres Batanghari itu harus ditindaklanjuti, karena aksi pungli kepada warga saat membuat sertifikat tanah/lahan di BPN Batanghari sudah menjadi rahasia umum, artinya sudah banyak warga yang mengetahui, bahkan mungkin menjadi korban.
"Polisi harus menindaklanjuti laporan itu, karena sudah menjadi rahasia umum, warga yang mengurus pembuatan sertifikat tanah dan sertifikat Prona di BPN Batanghari, sering dipungut biaya di luar kewajaran jika urusannya ingin cepat selesai," katanya.
Kasus tersebut harus diungkap tidak ada lagi warga yang menjadi korban pungli oleh oknum BPN yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Nulmusri, warga RT07 Simpang Ness, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Muarabulian yang sempat melaporkan kasusnya ke Polres Batanghari, ketika dihubungi via ponselnya mengaku telah mencabut laporannya. "Laporan tersebut sudah saya cabut dan kami sudah berdamai," ujarnya singkat.
Sebelumnya, Nulmusri saat mengurus pembuatan sertifikat tanah miliknya di BPN Batanghari telah dimintai biaya sebesar Rp5 juta oleh MA, oknum BPN Batanghari. Biaya itu dikatakan sudah sesuai aturan.
Padahal biaya pengurusan sertifikat tanah sesuai PP 13 Tahun 2010 sebesar Rp50 ribu dan uang blanko sebesar Rp10 ribu. Namun MA beralasan Nulmusri juga dikenakan biaya pengumuman di surat kabar, sehingga biayanya mencapai Rp5 juta.
Nulmusri telah memberikan uang kepada MA sebesar Rp3 juta, sisanya Rp2 juta akan diberikan setelah sertifikat selesai. Namun setelah menunggu hingga Oktober, sertifikat yang dijanjikan akan selesai sekitar Mei ternyata tidak juga selesai, akhirnya Nulmusri pada 29 Oktober lalu mengadukan kasusnya ke Polres Batanghari.
MA yang dikonfirmasi terkait besarnya biaya pengurusan sertifikat itu, mengatakan kalau pun ada kelebihan biaya, itu sebagai uang lelah.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013
"Polres Batanghari harus menindaklanjuti laporan dugaan pungli di BPN Batanghari itu, karena sudah sangat merugikan warga," katanya ketika diminta tanggapannya di Batanghari, Rabu.
Menurut Jasasila yang juga Ketua DPC Demokrat Batanghari, jika oknum BPN terindikasi melakukan pungutan liar, di luarperaturan yang berlaku, harus ada tindakan tegas, dan polisi diminta melanjutkan proses hukumnya.
"Saya minta polisi segera memproses laporan dugaan pungli oleh oknum BPN itu secepatnya. Tidak ada kata perdamaian dalam kasus tersebut, masyarakat sudah banyak yang tahu soal pungli di BPN itu," kata Jasasila.
Ia mengatakan, DPRD sudah banyak menerima laporan terkait adanya pungutan yang tidak jelas dalam pembuatan sertifikat tanah yang dilakukan oknum BPN Batanghari, termasuk pungutan pada pembuatan sertifikat prona.
Masyarakat terpaksa membayar pungutan itu, karena berharap bisa mendapatkan sertifikat, hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi, karena itu kasus pungli itu harus ditindaklanjuti, katanya.
Berdasarkan informasi, kasus pungli yang dilaporkan Nulmusri, warga yang menjadi korban pungli, telah dicabut sehingga kasusnya tidak dilanjutkan. Nulmusri telah mencabut laporannya dengan alasan sudah berdamai.
Padahal, akibat ulahnya, MA oknum BPN yang juga Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat di BPN Batanghari terancam pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Namun demikian, sejumlah pihak menduga pencabutan laporan tersebut diduga kuat karena ada "permainan".
Sejumlah warga Batanghari minta laporan dugaan pungli di BPN Batanghari itu ditindaklanjuti dan tidak dihentikan hanya karena ada perdamaian, karena sudah masuk dalam kasus tindak pidana penipuan.
Joni, warga Muarabulian, Joni mengatakan, laporan pungli di BPN ke Polres Batanghari itu harus ditindaklanjuti, karena aksi pungli kepada warga saat membuat sertifikat tanah/lahan di BPN Batanghari sudah menjadi rahasia umum, artinya sudah banyak warga yang mengetahui, bahkan mungkin menjadi korban.
"Polisi harus menindaklanjuti laporan itu, karena sudah menjadi rahasia umum, warga yang mengurus pembuatan sertifikat tanah dan sertifikat Prona di BPN Batanghari, sering dipungut biaya di luar kewajaran jika urusannya ingin cepat selesai," katanya.
Kasus tersebut harus diungkap tidak ada lagi warga yang menjadi korban pungli oleh oknum BPN yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Nulmusri, warga RT07 Simpang Ness, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Muarabulian yang sempat melaporkan kasusnya ke Polres Batanghari, ketika dihubungi via ponselnya mengaku telah mencabut laporannya. "Laporan tersebut sudah saya cabut dan kami sudah berdamai," ujarnya singkat.
Sebelumnya, Nulmusri saat mengurus pembuatan sertifikat tanah miliknya di BPN Batanghari telah dimintai biaya sebesar Rp5 juta oleh MA, oknum BPN Batanghari. Biaya itu dikatakan sudah sesuai aturan.
Padahal biaya pengurusan sertifikat tanah sesuai PP 13 Tahun 2010 sebesar Rp50 ribu dan uang blanko sebesar Rp10 ribu. Namun MA beralasan Nulmusri juga dikenakan biaya pengumuman di surat kabar, sehingga biayanya mencapai Rp5 juta.
Nulmusri telah memberikan uang kepada MA sebesar Rp3 juta, sisanya Rp2 juta akan diberikan setelah sertifikat selesai. Namun setelah menunggu hingga Oktober, sertifikat yang dijanjikan akan selesai sekitar Mei ternyata tidak juga selesai, akhirnya Nulmusri pada 29 Oktober lalu mengadukan kasusnya ke Polres Batanghari.
MA yang dikonfirmasi terkait besarnya biaya pengurusan sertifikat itu, mengatakan kalau pun ada kelebihan biaya, itu sebagai uang lelah.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013