Jambi (ANTARA Jambi) - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Perikanan Pantai Kualatungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, mulai menerapkan program ekonomi biru (blue economy) di perairan Pelabuhan Kuala Tungkal, program tersebut merupakan program Kementrian Perikanan dan Kelautan.

Kepala UPTD Kualatungkal Ainof ketika ditanya, Jumat mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan program ekonomi biru sejak setahun lalu.

Ia mencontohkan pembuatan pakan ikan yang berasal dari ikan yang tidak layak konsumsi, seperti ikan sampah (rucah),  kulit/kepala udang, kepala ikan, buntut, dan isi perut ikan yang berasal dari limbah pembuatan kerupuk yang diproduksi oleh anggota Koperasi Nelayan.

"Blue ekonomy" ini adalah upaya peningkatan usaha dalam memanfaatkan sisa bahan baku satu produk (sentra produksi masyarakat nelayan) menjadi sesuatu yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis.

Diharapkan melalui program ini, kesejahteraan para nelayan bisa lebih meningkat lagi, terutama dalam menampung hasil perikanan yang berasal dari laut Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang berjuluk "Bumi Serengkuh Dayung Serentak Ke Tujuan" ini, kata Ainof.
    
Kepala Pelabuhan yang juga pembina seluruh koperasi nelayan di PPI Kualatungkal ini, khususnya di bawah UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai Kualatungkal ini mengatakan selama ini ikan-ikan sampah (rucah) yang tidak dapat dikonsumsi dan diperjualbelikan di pasar ini, hanya menjadi limbah di lautan.

Kini ikan sampah itu diupayakan diolah menjadi pakan ikan, terutama untuk ikan patin, dengan harga jual yang cukup bersaing di pasaran.

"Kalau harga pelet yang biasa dijual di pasar satu kilogramnya (kg) Rp8.000 maka pelet pakan ikan yang diproduksi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Rucah TPI Kualtungkal ini hanya dibandrol Rp4.500/kg," katanya.

Akibat tingginya permintaan, dalam satu hari KUB ini membutuhkan bahan baku produk sekitar satu ton, permintaan itu datang dari Provinsi Jambi terutama di Kabupaten Muarojambi yang dikenal menjadi salah satu daerah penghasil ikan patin (keramba) terbesar di Jambi, tutur Ainof.

Sementara itu, Ketua Koperasi Karya Abadi Utama (KAU) Kamaludin, koperasi yang memproduksi kerupuk yang mendampingi Ainof, mengatakan, KAU saat ini beranggotakan 30 orang yang sebagian besar adalah nelayan.

Menurut Ainof, dengan adanya industry pengolahan kerupuk ini, ikan/udang hasil tangkapan para nelayan nantinya akan ditampung oleh koperasi, sehingga nelayan tidak perlu lagi menunggu para pembeli dari luar dan tidak perlu khawatir ikan-ikannya terbuang.

"Apapun jenis ikan yang didapat para nelayan ini akan dibeli oleh koperasi, karena selain dijadikan bahan baku kerupuk juga bisa dijadikan pakan ikan," tambahnya.(Ant)

Pewarta: Edison

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014