Jambi (ANTARA Jambi) - Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto memuji komitmen Gubernur Jambi Hasan Basri Agus dan seluruh jajaran pemerintahannya dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.

Pernyataan ini disampaikannya saat menghadiri "Workshop for South East Asia on Ecosystem Conservation and Restoration to Support Achievement of Aichi Biodiversity" di Jambi, Senin.

Acara Workshop ini akan berlangsung 28 April sampai 2 Mei 2014 akan mambahas rencana strategis Keanekaragaman hayati yang merupakan kerangka kerja 10 tahun untuk mendukung implementasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD).

Kerangka kerja tersebut mencakup kesepakatan akan pencapaian Target Global Keanekaragaman Hayati atau yang dikenal dengan "Aichi Target", untuk mengurangi laju kerusakan keanekaragaman hayati berikut komitmen negara-negara anggota CBD untuk memutakhirkan strategi dan rencana aksi keanekaragaman hayati guna mencapai Aichi Target.

Kuntoro mengatakan, Jambi dijadikan sebagai percontohan dikarenakan Gubernur JaAmbi begitu terbuka terhadap ide-ide terhadap perbaikan lingkungan hidup hal ini ditunjukkan dengan dua hal yaitu adanya pembuatan pemetaan hutan dan adanya kesepakatan untuk mereview kembali perizinan kebun dan kawasan hutan.

"Hal ini menurut saya adalah satu yang mendasar bahwa Gubernur mau membuat kesepakatan untuk mereview kembali perizinan kebun dan kawasan hutan. Jambi adalah provinsi kedua yang dijadikan percontohan setelah Kalimantan Tengah," katanya.

Namun permasalahan yang dihadapi tidak sama, di Kalteng terdapat kebijakan yang kurang tepat, yaitu pemanfaatan lahan gambut untuk sawah, sedangan di Jambi tidak, permasalahan yang ada yaitu tentang keanekaragaman hayati yang harus mendapatkan perlindungan, ujar Kuntoro.

Ia menjelaskan, diharapkan dengan adanya program REDD+ ini dapat juga mengokomodir kebutuhan dan kebijakan bagi para masyarakat yang memanfaatkan dan bergantung kepada hasil alam di sekitar hutan.

Sementara itu Gubernur Jambi dalam sambutannya menyatakan dengan danya kerja sama dengan REDD telah mengawali langkah nyata di Provinsi Jambi melalui kegiatan penataan perizinan yang ke depannya akan dibangun sistem pengelolaan informasi perizinan.

"Saya menilai bahwa kegiatan ini merupakan tonggak sejarah bagi perjalanan pembangunan Provinsi Jambi dalam mempertahankan kelestarian hutan dari kegiatan degradasi dan deforestasi," katanya.

Gubernur menilai bahwa tersusunnya dokumen SRAP REDD+ Provinsi Jambi hal tersebut sangat beralasan, mengingat sekitar 43 persen dari luas wilayah Jambi (2,2 juta hektare), terdiri dari kawasan hutan, dan sekitar 8,7 persen (191 ribu hektare) terdiri dari hutan lindung gambut.

Selain itu, di Provinsi Jambi terdapat empat Taman Nasional, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit 30, Taman Nasional Bukit 12, dan Taman Nasional Berbak.

Komitmen Pemprov Jambi dalam penurunan emisi gas rumah kaca merupakan implementasi dari pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi dampak perubahan iklim global dengan melakukan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan sampai 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2020.

Di Provinsi Jambi, sebagian besar pengurangan emisi GRK berasal dari sektor kehutanan, lahan gambut, dan alih guna lahan, ujarnya.

Sementara itu Ketua REDD Heru Prasetyo menyatakan harapannya agar pelaksanaan dari workshop ini tidak hanya berakhir dengan pembahasan saja tetapi juga tercipta suatu langkah strategis untuk implementasi di lapangan.

"Saat ini kita tidak boleh hanya berakhir pada pembahasan tetapi juga sudah ditentukan langkah dan rencana strategis dalam pelaksanaan di lapangan karena jika kita tidak bergerak dengan cepat lingkungan kita akan semakin memburuk," katanya.

Berdasarkan pengalaman di lapangan untuk mengiplementasikan rencana pelestarian lingkungan ini adalah hal yang sulit, karena akan ada banyak kepentingan di dalamnya yang harus ditindaklanjuti dengan bijaksana, dan yang harus juga dilakukan adalah pendekatan kepada masyarakat yang kehidupannya sangat bergantung kepada hutan.

Untuk itu diperlukan koordinasi, sinergitas dengan semua pemangku kepentingan mulai dari pemerintahan tertinggi yaitu Presiden yang nantinya akan memberikan instruksi ke provinsi sampai ke kabupaten, dari kabupaten terus ke masyarakat yang paling bawah.

"Untuk itu diperlukan pendekatan khusus bagi masyarakat terbawah ini karena merekalah yang nantinya akan sangat terpengaruh, dengarkanlah suara dari bawah, bukan suara dari atas," kata Heru.

Pewarta:

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014