Jambi (ANTARA Jambi) - Pabrik kelapa sawit, baik yang dimiliki perorangan maupun perusahaan kerap menimbulkan masalah lingkungan, terutama diakibatkan oleh limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit.

Dampak dari limbah cair sawit atau "Palm Oil Mill Effluent" (POME) yang menimbulkan bau tidak sedap ini acapkali menimbulkan protes dari masyarakat sekitar, karena pabrik atau perusahaan kelapa sawit tidak melakukan pengelolaan limbahnya secara benar.

Protes masyarakat ini muncul karena ada perusahaan dengan seenaknya membuang limbah ke sungai sehingga menimbulkan pencemaran, air sungai yang menjadi andalan masyarakat selama ini tidak bisa lagi dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci.

Tidak jarang, limbah cair kelapa sawit yang ditampung di kolam-kolam penampungan merembes dan mencemari sumur-sumur warga di sekitar pabrik, ditemukan pula ada sebagian tanaman pertanian warga mati akibat pencemaran limbah sawit tersebut.

POME adalah limbah cair berminyak dan tidak beracun, namun bisa menyebabkan bencana lingkungan karena dibuang di kolam-kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas mentana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca (EGRK). 

Bahkan, di beberapa daerah, termasuk di Provinsi Jambi limbah cair sawit ini sempat menjadi pemicu munculnya konflik antara warga dengan perusahaan akibat penanganan limbah secara sembarangan.

Limbah cair kelapa sawit ini memang masih menjadi problem sebab belum bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang bernilai positif bagi masyarakat.

Perusahaan atau pabrik lebih terfokus pada hasil minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang mempunyai nilai ekonomis, sementara beberapa sisa dari proses pengolahan sawit terbuang tanpa dapat dimanfaatkan, seperti limbah dan tandan buah sawit (jankos).

Persoalan limbah cair ini memang dilematis, jika tidak ditangani secara profesional maka biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atau pemilik pabrik justru akan lebih tinggi terutama untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi dengan masyarakat.

Namun di era perkembangan teknologi yang semakin canggih, kini ditemukan satu teknologi yang bisa mengurangi dampak lingkungan dari limbah cair kelapa sawit yang selama ini terbuang percuma.

Millennium Chalenge Account-Indonesia (MCA-Indonesia) melalui "Proyek Kemakmuran Hijau" kini sedang mengembangan dan menawarkan pembangunan pembangkit listrik berbahan baku limbah cair kelapa sawit di sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia.

MCA-Indonesia kini juga sedang menyasar sejumlah PKS di Provinsi Jambi, dan sebagai pioner, lembaga itu menawarkan kemitraan dengan PKS PT Biccon Agro Makmur di kawasan Petaling, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi.

MCA-Indonesia lembaga yang dibentuk Bappenas untuk mengelola dana hibah compact dari "Millenium Challenge Corporation" (MCC) senilai 600 juta dolar AS untuk Indonesia selama lima tahun (2013-2018) guna mendukung kemitraan komprehensif Amerika Serikat dengan Indonesia.

Tujuan dari MCC adalah mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Melalui dana senilai 600 juta dolar AS itu oleh MCA-Indonesia akan menjalankan tiga program, yaitu Proyek Kemakmuran Hijau, Proyek Kesehatan dan Gizi serta Proyek Modernisasi Pengadaan.

Menurut Direktur Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia Budi Kuncoro, dari jumlah hibah MCC tersebut, 332,5 juta dolar AS khusus untuk Kemakmuran Hijau yang terkait dengan pelestarian dan penyelamatan lingkungan.

Khusus di bidang energi tujuannya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan cara memperluas penggunaan energi terbaharukan dan mengurangi EGRK melalui tata guna lahan dan pengelolaan sumber daya alam.

Pertama di Jambi

Salah satu proyek energi terbaharukan berupaya menjalin kemitraan dengan PKS-PKS di seluruh Indonesia untuk memanfaatan POME sebagai sumber energi listrik yang bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satu kemitraan yang akan dilakukan MCA-Indonesia, kata Budi, yaitu dengan PT BAM di Petaling, Kabupaten Muarojambi yang kini tengah dalam penjajakan.

Satu PKS dengan kapasitas produksi minyak sawit 60 ton perjam diperkirakan menghasilkan limbah cair sebanyak 30 meter kubik (M3), di daamnya mengandung "Biological Oxygen Deman" (BOD), jika jumlahnya meningkat akan mengurangi kadar oksigen dalam air.

Kondisi ini akan berbahaya bagi ekosistem perairan bahkan dapat menghilangkan keanekaragaman hayati di dalamnya. Namun dari limbah cair kelapa sawit itu di dalamnya juga mengandung biogas dan mentana, yang bisa menghasilkan listrik sekitar dua megawatt (2MW).

"Produksi listrik yang dihasilkan itu bisa didistribusikan untuk 2.500 hingga 3.000 rumah dengan standar 450 watt," katanya.

Tingginya kandungan "chemical Oxygen Demand" (COD) sebesar 50 ribu hingga 70 ribu mg/l dalam limbah cair sawit memberikan potensi untuk konversi listrik dengan menangkap gas metana yang dihasilkan melalui serangkaian tahapan pemurnian.

Menurut Budi, sumber energi terbaharukan itu dapat menghasilkan listrik untuk warga desa-desa sekitar yang saat ini masih banyak bergantung pada generator disel yang mahal, limbah-limbah yang selama ini bermasalah ternyata bisa menjadi energi yang bermanfaat untuk kesejateraan masyarakat.

"Kita (MCA-Indonesia, red) akan menawarkan teknologi ini kepada PKS-PKS, tidak hanya di Jambi tapi juga di daerah lain di Indonesia," katanya.

Saat ini produksi listrik dengan memanfaatkan POME sudah berjalan dengan baik di salah satu PKS di Pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan produksi 1,5 MW.

Potensi listrik Muarojambi

Khusus di Kabupaten Muarojambi, daerah ini mempunyai potensi listrik antara 15-20 MW, karena di Muarojambi terdapat 10 pabrik kelapa sawit, diharapkan jika kerja sama "green prosperity" dengan PT BAM berjalan, akan memotivasi PKS lainnya di Provinsi Jambi.

Tercukupinya kebutuhan listrik akan mempercepat pertumbuhan satu daerah, mempermudah kelompok usaha untuk beroperasi lebih efisien dan mendorong munculnya usaha lain serta mendorong produktivitas.

Bagi perusahaan, limbah cair yang selama ini kerap memunculkan masalah ternyata bisa memberikan nilai tambah berupa listrik yang bisa membantu masyarakat sekitar pabrik atau dijual secara komersial kepada PLN sebagai BUMN pengelola listrik.

Skema pembiayaan dalam jalinan kemitraan ini pembangunan pembangkit listrik di PKS itu, yaitu sebagian akan dibiayai dengan dana hibah dari MCA-Indonesia, dan sebagian dibiayai perusahaan. Jika perusahaan belum mempunyai dana, bisa bekerja sama dengan bank.

Oleh karena itu, MCA-Indonesia dalam kerja sama ini sifatnya menawarkan kepada PKS yang berminat dan benar-benar siap, jika dari hasil survei dinyatakan layak, pembangunan bisa dilaksanakan, kata Budi Kuncoro.

Berdasarkan kalkulasi, nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu pembangkit listrik dari POME sekitar Rp30 miliar. Keberadaan MCA-Indonesia yang menjalin kerja sama dengan PKS-PKS ini diharapkan bisa membantu mengatasi krisis listrik yang saat ini masih terjadi.

Dari data dan hasil survei MCA-Indonesia, potensi listrik dengan memanfaatkan POME di Indonesia cukup besar, karena di Tanah Air saat ini terdapat 600-650 pabrik kelapa sawit, artinya ada potensi listrik sebesar 1.000 sampai 1.300 MW yang bisa dihasilkan.

Memang belum banyak pabrik minyak kelapa sawit yang berinvestasi untuk membangun pembakit listrik dari POME, salah satunya belum memahami proses penjualan listrik yang dihasilkan.

Selain Malaysia, Indonesia merupakan salah satu penghasil terbesar kelapa sawit di dunia. Hasil rata-rata minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen dalam 10 tahun terkahir.

Produksi minyak sawit mentah Indonesia juga diharapkan terus meningkat dari 28,5 juta metrik ton pada tahun 2013 menjadi 31 juta metrik ton pada tahun 2014.

Dampak dari peningkatan itu, limbah cair kelapa sawit atau POME juga akan meningkat cukup besar, sementara penanganan terhadap limbah tersebut belum terlihat secara signifikan, bahkan sering menjadi pemicu munculnya konflik dengan masyarakat sekitar pabrik.

Perusahaan lebih berorientasi pada keuntungan yang lebih cepat diperoleh dari perkebunan dan pengolahan minyak sawit. Selain itu, pabrik dan pihak perbankan belum sepenuhnya memahami teknologi dan peluang usaha POME.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert Blake saat berkunjung ke PT BAM di Muarojambi menyatakan, Pemerintah AS cukup serius untuk mengembangkan model-model pembangunan yang mengedepankan aspek lingkungan.

"Faktor lingkungan memang harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap pembangunan, dan harus berguna bagi masyarakat," kata Dubes di Jambi Kamis.

Pemerintah AS sangat mengapreasiasi langkah yang dilakukan MCA-Indonesia dalam partisipasinya melestarikan lingkungan, termasuk pembangunan pembangkit listrik dari POME dan bidang lainnya.

"Di tengah tingginya dampak emisi gas rumah kaca, kita perlu melakukan tindakan untuk menekan dampak tersebut," katanya.

Namun, jika program pembangunan lingkungan telah berjalan, perlu terus dipantau terutama dampak ekonominya bagi kesejahteraan masyarakat.

Dengan melihat semakin meluasnya perkebunan kelapa sawit, baik yang dikelola perusahaan maupun masyarakat maka potensi limbah cair kelapa sawit juga meningkat.

Apabila melimpahnya limbah cair sawit ini tidak terkelola dengan baik bisa menimbulkan persoalan lingkungan. Karena itu program energi terbaharukan dengan memanfaatkan limbah cair sawit ini bisa menjadi alternatif untuk memproduksi listrik yang ramah lingkungan.

Sudah saatnya bagi perusahaan atau pabrik kelapa sawit mulai memikirkan industri hilir atau produk turunan dari kelapa sawit ini yang ternyata punya nilai tambah untuk menambah keuntungan perusahaan.(Ant)

Pewarta: Edy Supriyadi

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014