Jambi (ANTARA Jambi) - Mapolres Muarojambi, Senin, dikepung ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jambi, mereka menuntut lima mahasiswa IAIN Sultan Thaha yang ditahan polisi dalam kasus pengroyokan beberapa waktu lalu dibebaskan.

"Kami minta lima rekan kami dibebaskan dari tahanan," ujar salah satu orator dari PMII saat berorasi di depan Mapolres.

Lima mahasiswa yang ditahan itu yakni KH, TP, HN, AZ, dan SK. Mereka ditahan atas dugaan penganiayaan sesama mahasiswa IAIN di salah satu ruangan dalam lingkup IAIN STS Jambi, setahun lalu.

Koordinator aksi, Al Mahpuz, ketika dikonfirmasi mengatakan mereka turun ke Polres Muarojambi tak lain untuk meminta polisi membebaskan lima rekannya. "Jika tidak ada solusi, kami akan melakukan aksi lebih besar lagi," kata Mahpuz.

Ia menjelaskan, terkait kasus rekannya itu sebelumnya sudah dilakukan upaya damai antara kedua belah pihak. Namun, di pertengahan jalan lima rekannya itu malah langsung ditahan saat melapor ke Polsek Jaluko.

"Mereka sudah kooperatif, mereka melapor terus tiap minggu. Namun, saat melapor minggu lalu, polisi lansung menahan mereka. Tentu kami terkejut," jelasnya.

Pantauan di lapangan, puluhan personil Polres Muarojambi berjaga-jaga untuk memberikan pengamanan agar aksi bisa berjalan damai. Mahasiswa bergantian menyampaikan orasinya, bahkan mereka juga mempertanyakan perihal kasus itu bisa sampai ke pihak polisi.

"Kejadiannya sudah setahun lalu. Ini kasus internal kampus. Saat itu, lima rekan kami itu ingin menegakkan konstitusi kampus. Kok ditangkap dengan kasus penganiayaan," kata Mahpuz.

Keanehan lainnya, saat peristiwa bentrok itu terjadi, lima mahasiswa yang kini jadi tersangka kasus penganiayaan malah dipukul terlebih dulu.

"Kejadiannya di ruangan pembantu rektor bagian kemahasiswaan. Kawan kami itu mewakili BEM sejumlah lima orang, sementara pelapor berjumlah 12 orang. Apakah masuk akal lima orang yang disebut mengeroyok, sementara lawannya 12 orang. Nah, ini pasti ada apa-apanya. Ada apa dengan pihak polisi," ungkapnya.

Ia berharap kasus ini tidak diperpanjang dan dikembalikan ke kampus.

"Biarlah kami selesaikan di kampus. Mereka adalah generasi bangsa yang sedang dalam proses menuntut ilmu, kasihanilah mereka. Jika begini jadinya, artinya penegak hukum juga ikut andil meleburkan generasi bangsa, membodohkan dan mematikan cita-cita mereka," kata dia.

Kurang lebih dua jam berorasi, Wakapolres Muarojambi Kompol Zurhil Destrian pun menemui pendemo dan mengatakan, kasus itu sudah P-21 (lengkap).

"Persoalan ini adalah tindak pidana yang dilaporkan ke Polsek. Selaku warga negara yang melapor polisi wajib menerimanya," katanya.

Pihak polisi bahkan tidak ikut campur di dalam kampus saat itu. Polisi juga sudah memberi ruang mediasi perdamaian antara kedua belah pihak.

"Satu tahun diberi kesempatan. Tidak ada titik temu. Yang kami proses ini bukan kasus mahasiswa atau internal kampus. Kami hanya memproses kasus penganiayaannya. Dari keterangan saksi dan bukti visum, hasilnya lengkap, maka kami naikkan berkas ke P-21," jelasnya.

Terkait upaya penangguhan lima mahasiswa itu, Zurhil mempersilahkannya, tapi di kejaksaan, karena berkas sudah lengkap dan akan dilimpahkan ke kejaksaan. Jika memang lima mahasiswa itu merasa dirugikan dan merasa dianiaya, laporkan lembali, nanti akan diproses.

Terkait dugaan oknum polisi di Polsek Jaluko yang menangani kasus ini bermain mata dengan pelapor, Zurhil dengan lantang di hadapan mahasiswa mengklarifikasinya.

"Mana Kasi Propam. Nanti, langsung periksa oknum yang disangkakan," tegasnya.

Lama berdebat, akhirnya para perwakilan mahasiswa bernegosiasi dengan Wakapolres. Untuk sementara, polisi mengizinkan ratusan mahasiswa itu membesuk temannya secara bergantian.

Sementara itu, Kapolres Muarojambi AKBP Ayi Supardan ketika dikonfirmasi mengaku pernah bertemu beberapa senior PMII yang mengajak bermediasi.

"Ya, ada beberapa perwakilan senior mahasiswa ketemu saya terkait masalah ini. Saat itu, saya berusaha mencarikan solusi dengan meminta kedua belah pihak berdamai saja," ungkap Ayi.

Bahkan, dia juga menerima surat dari Rektorat IAIN minta penangguhan, dan  ini sudah satu tahun berjalan.

Ia juga mengatakan pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak, sebab polisi mempunyai tanggungjawab untuk memproses kasus itu hingga tuntas.

"Kita juga dituntut oleh pelapor untuk menyelesaikan kasus ini, kita keluarkan SPDP-nya dan saat ini sudah P21. Pada prinsipnya, kami tidak menahan mahasiswanya. Kami hanya menahan pelaku penganiayaan," kata Ayi.(Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014