Jambi, (ANTARA Jambi) - Himpunan Pramuwisata Indonesia Jambi menyatakan tidak merisaukan gagalnya "Geopark Merangin" mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia oleh Unesco melalui Global Geopark Network (GGN).
Dalam pengumuman di Kanada pada 19 September 2014, "Geopark Merangin" yang berusia jutaan tahun dan berlokasi di Kabupaten Merangin Jambi, tidak lolos untuk mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia.
"Kita dan seluruh warga Jambi dan pelaku dunia kepariwisataan baik lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat budaya perorangan tidak perlu merasa risau dengan ditolaknya Geopark Merangin masuk GGN tersebut," kata Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Jambi, Guntur Meydan di Jambi, Kamis.
Hal itu bukanlah indikasi dari rendahnya nilai dari aset kepariwisataan yang dimiliki Provinsi Jambi.
Apalagi kegagalan tersebut lebih dikarenakan oleh masih minimnya kesiapan Jambi, baik pemerintah maupun masyarakat dalam menyambut keberadaan aset alam yang sangat luar biasa tersebut.
"Kita mungkin perlu melakukan otokritik, apakah selama ini persiapan kita sudah maksimal, sudah bejalan sesuai dengan program-program yang dirancang, atau justru kita samasekali belum melakukan apa-apa," ujar Guntur.
Sesuai dengan semboyan geopark itu sendiri, "memuliakan bumi menyejahterakan manusia", apakah benar visi dan misi yang telah dijalankan sudah tepat sasaran sesuai yang diinginkan.
Tim assesor dari Unesco yang turun, tentu tidak saja menilai keberadaan geopark melainkan juga segala aspek yang menunjang nafas kehidupan geopark itu sendiri.
Hal ini jelas terkait dengan kesadaran dan kesiapan masyarakat, infrastruktur serta sarana prasaran pendukung, wawasan seluruh warga Jambi akan keberadaan Geopark tersebut, serta adanya kepedulian pemda yang diimplimentasikan dalam kebijakan-kebijakannya, apakah sudah pro lingkungan, katanya.
Faktanya, pemda dan Taman Nasional Kerinci Seblat serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata masih mengalami kebuntuan komunikasi, masyarakat juga masih buta informasi, perusakan alam disekitar "Geopark Merangin" terus berlangsung bahkan hingga tahap memprihantinkan.
Ia mencontohkan adanya aktivitas penambangan emas tanpa izin di Sungai Manau, perambahan dan kasus alih fungsi lahan, ditambah tidak pedulinya warga masyarakat.
Oleh karena itu, kegagalan tersebut bukanlah harga mati bagi Jambi untuk terus memperjuangkan agar "Geopark Merangin" diakui sebagai warisan dunia.
Hal ini justru menjadi pemicu kesadaran untuk melakukan persiapan dan pembenahan yang lebih serius dan intensif sehingga di tahun berikutnya pengajuan bisa kembali dilakukan.
Pejabat pemerintah mesti turun ke lapangan melakukan verifikasi kondisi riil yang terjadi terkait aset tersebut, dan menelorkan program-program yang pro lingkungan, pro budaya dan pro masyarakat, tegas Guntur.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
Dalam pengumuman di Kanada pada 19 September 2014, "Geopark Merangin" yang berusia jutaan tahun dan berlokasi di Kabupaten Merangin Jambi, tidak lolos untuk mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia.
"Kita dan seluruh warga Jambi dan pelaku dunia kepariwisataan baik lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat budaya perorangan tidak perlu merasa risau dengan ditolaknya Geopark Merangin masuk GGN tersebut," kata Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Jambi, Guntur Meydan di Jambi, Kamis.
Hal itu bukanlah indikasi dari rendahnya nilai dari aset kepariwisataan yang dimiliki Provinsi Jambi.
Apalagi kegagalan tersebut lebih dikarenakan oleh masih minimnya kesiapan Jambi, baik pemerintah maupun masyarakat dalam menyambut keberadaan aset alam yang sangat luar biasa tersebut.
"Kita mungkin perlu melakukan otokritik, apakah selama ini persiapan kita sudah maksimal, sudah bejalan sesuai dengan program-program yang dirancang, atau justru kita samasekali belum melakukan apa-apa," ujar Guntur.
Sesuai dengan semboyan geopark itu sendiri, "memuliakan bumi menyejahterakan manusia", apakah benar visi dan misi yang telah dijalankan sudah tepat sasaran sesuai yang diinginkan.
Tim assesor dari Unesco yang turun, tentu tidak saja menilai keberadaan geopark melainkan juga segala aspek yang menunjang nafas kehidupan geopark itu sendiri.
Hal ini jelas terkait dengan kesadaran dan kesiapan masyarakat, infrastruktur serta sarana prasaran pendukung, wawasan seluruh warga Jambi akan keberadaan Geopark tersebut, serta adanya kepedulian pemda yang diimplimentasikan dalam kebijakan-kebijakannya, apakah sudah pro lingkungan, katanya.
Faktanya, pemda dan Taman Nasional Kerinci Seblat serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata masih mengalami kebuntuan komunikasi, masyarakat juga masih buta informasi, perusakan alam disekitar "Geopark Merangin" terus berlangsung bahkan hingga tahap memprihantinkan.
Ia mencontohkan adanya aktivitas penambangan emas tanpa izin di Sungai Manau, perambahan dan kasus alih fungsi lahan, ditambah tidak pedulinya warga masyarakat.
Oleh karena itu, kegagalan tersebut bukanlah harga mati bagi Jambi untuk terus memperjuangkan agar "Geopark Merangin" diakui sebagai warisan dunia.
Hal ini justru menjadi pemicu kesadaran untuk melakukan persiapan dan pembenahan yang lebih serius dan intensif sehingga di tahun berikutnya pengajuan bisa kembali dilakukan.
Pejabat pemerintah mesti turun ke lapangan melakukan verifikasi kondisi riil yang terjadi terkait aset tersebut, dan menelorkan program-program yang pro lingkungan, pro budaya dan pro masyarakat, tegas Guntur.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014