Jambi (ANTARA Jambi) - Komisi IX DPR RI yang diketuai Pius Lustrilanang, membahas kendala kesehatan dan ketenagakerjaan di Provinsi Jambi dalam kunjungan kerja mereka di Jambi, Senin.

Dalam pertemuan Komisi IX dengan gubernur Jambi dan SKPD terkait itu, ternyata banyak permasalahan yang harus segera dibenahi oleh pemerintah Provinsi Jambi.

Setelah mendengarkan paparan Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, permasalahan dan kendala itu terkuak seiring pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan anggota dewan.

Anggota Komisi IX, Ali Mahir, mempertanyakan faktor yang menghambat pemberdayaan tenaga kerja serta fasilitas dan kendala yang dihadapi, tidak lupa Ali juga mempertanyakan angka pengangguran di Jambi. Di bidang kesehatan Ali mempertanyakan seberapa efisien upaya yang sudah dilakukan pemerintah Provinsi terhadap masyarakat.

Anggota Komisi IX Dapil Jambi, Saniatul Lativa, mempertanyakan persentase plafon anggaran yang disiapkan untuk bidang kesehatan di Jambi.

Selain itu, menurut Saniatul, pelayanan kesehatan di Jambi belum tercapai, salah satunya angka kematian ibu dan bayi. Dia juga mempertanyakan hambatan yang terjadi di lapangan.

Bukan hanya itu, Saniatul juga meminta penjelasan bagaimana koordinasi pemerintah Provinsi dengan Kabupaten agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan antara Jamkesmas, Jamkesda dan program Samisake bidang kesehatan, serta upaya peningkatan rumah sakit rujukan regional.

Sedangkan Handayani yang juga perwakilan Jambi, di bidang sosial mempertanyakan efisiensi Balai Latihan Kerja (BLK) Jambi, dia juga menyarankan jika perlu pembenahan dan peningkatan BLK yang ada segera diusulkan ke pusat.

Sementara di bidang kesehatan, Handayani mengungkapkan bahwa pemerintah pusat sudah membuka kesempatan pendidikan untuk dokter spesialis, dia meminta gubernur untuk mengajukan nama-nama dokter untuk ikut seleksi dokter spesialis.

"Pak gubernur silahkan ajukan sebanyak-banyaknya dokter untuk mengikuti seleksi dokter spesialis, jika mereka lulus seleksi maka akan dibiayai oleh pusat sekolah spesialisnya. Jambi masih banyak kekurangan dokter spesialis, jadi ini adalah kesempatan dan sudah dianggarkan di APBN," kata Handayani.  

Anggota Komisi IX lainnya, Irgan Chairul Mahfizm, mempertanyakan perkembangan BPJS kesehatan dan prosedur kepengurusan. Dia juga mempertanyakan jumlah peserta BPJS ketenagakerjaan dan berapa perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya masuk dalam BPJS ketenagakerjaan yang akan operasional mulai 1 Juli 2015.

Selain itu, kepada BKKBN Provinsi Jambi, Irgan juga ingin mengetahui fungsi kontrol BKKBN terkait tidak efektifnya usia produktif, apakah masih banyaknya perilaku seks bebas dan berapa tingkat kehamilan di usia muda.

Menanggapi itu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, langsung merangkum jawaban semua pertanyaan yang dilontarkan serta menjelaskan satu persatu kendala yang sedang dihadapi pemerintah Provinsi Jambi.

Di bidang ketenagakerjaan, gubernur mengatakan bahwa angka pengangguran di Jambi 7,9 persen, namun dirinya heran pengangguran bukan dari penduduk pendatang, melainkan penduduk asli Jambi sendiri.

"Kepada pak Ali Mahir, di Jambi, anak-anak kita cenderung ingin jadi pegawai, kebanyakan tidak cocok pangsa pasar kerja dengan pendidikan, di kampung dan kabupaten banyak sekolah agama, jadi tidak heran kalau di Jambi banyak Sarjana Agama, semuanya itu maunya jadi pegawai," kata Gubernur.

Fenomena itu, lanjutnya, memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan pembangunan SMU dan lebih fokus membangun SMK di samping melakukan pelatihan-pelatihan di BLK yang ada.

"Di Jambi ada lima BLK, konsep kita ke depan, BLK provinsi saya usulkan ke pusat itu jadi instansi, sebab kita daerah tidak mampu membangun itu, kita masih prioritaskan pembangunan jalan, jadi tidak sempat untuk memikirkan yang lain, itu permasalahan kita. Selain itu peralatan pelatihan juga belum memadai. Namun yang pasti BLK akan kita perkuat salah satunya melalui dana Samisake, lulusan BLK sampai saat ini sudah ada yang bekerja di Jepang," katanya.

Terkait anggaran yang dialokasikan dari APBD untuk bidang kesehatan sesuai dengan pertanyaan Saniatul, gubernur mengatakan bahwa dana di sektor kesehatan cuma 7 persen tapi ditambahkan melalui program Samisake menjadi 9,7 persen.

Soal kematian ibu dan bayi gubernur mengakui sulit tercapai, itu dikarenakan banyak bidan-bidan yang ditugaskan di desa tidak menetap. Sementara tumpang tindihnya program kesehatan, gubernur mengatakan selalu berkoordinasi dengan pihak kabupaten.

Peningkatan rumah sakit rujukan regional, kata gubernur, banyak tantangan, namun untuk mencover itu, Jambi sudah mempunyai 186 Puskesmas dengan jumlah Kecamatan 138. Itu artinya jumlah Puskesmas sudah melebihi jumlah kecamatan.

"Itu juga dibantu dengan 597 Puskesmas pembantu dan 639 Puskesdes, apakah itu sudah maksimal saya rasa ya belum, kita kembali ke permasalahan yaitu infrastruktur jalan. Rumah sakit rujukan regional ada tiga yakni Raden Mattaher, Hanafi Bungo dan Abdul Manaf kota Jambi, rumah sakit Kerinci akan kita usulkan, sebab jarak antara Kerinci dan Bungo lima jam, terlalu jauh," jelasnya.

Sesuai masukan Handayani tentang peningkatan SDM dokter, gubernur mengatakan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu, dirinya pun sanggup mengubah peraturan gubernur asalkan bisa menyekolahkan dokter-dokter untuk menjadi dokter spesialis.

Pemberlakuan BPJS kesehatan di Jambi, menurut gubernur, memang terus di upayakan, sementara untuk BPJS ketenagakerjaan gubernur mengaku masih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya. Untuk itu dirinya akan segera menyurati perusahaan-perusahaan di Jambi.

Sementara perilaku sek bebas dan tidak efektifnya usia muda, gubernur menyangkal hal itu, menurutnya itu relatif. Itu diperkuat dengan banyaknya sekolah-sekolah agama dan pesantren-pesantren di Jambi yang bisa menetralisir perilaku itu.(Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015