Nunukan, Kalimantan Utara (ANTARA Jambi) - Nelayan rumput laut di Kampung Tanjung, Kelurahan Nunukan Barat, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengaku bahwa mereka dimintai uang alias diperas setiap ditangkap polisi Malaysia.
Uang yang diminta polisi Malaysia iu hingga puluhan juta rupiah.
Lisawati (40), istri Suarno, salah satu nelayan rumput laut yang ditangkap polisi Malaysia, Sabtu, mengungkapkan, penangkapan ini yang ketiga kalinya dimana dua kali sebelumnya dibebaskan apabila memenuhi permintaan polisi negara jiran itu.
Ia mengutarakan, selama ini nelayan rumput laut setempat yang ditangkap ditahan hingga puluhan hari lalu dimintai uang sebesar Rp50 juta apabila hendak dibebaskan. Padahal setiap hari saat melewati pos penjagaan perbatasan tetap menyetor kepada aparat kepolisian negara itu.
"Kita itu kalau mau lewat pos polisi Malaysia harus bayar. Kemudian setiap bulan juga menyetor lagi ditambah membayar warga Malaysia yang menjamin hingga ribuan ringgit," ujar Lisawati dibenarkan warga (nelayan) lainnya.
Hal yang sama dikemukakan, Rina, istri Adi Mahfud, yang juga korban penangkapan polisi Malaysia bahwa penangkapan yang berulang kali ini sangat diherankan padahal dibenarkan oleh pemilik lahan warga negara Malaysia setempat.
"Kita ada surat dari pemilik lahan (perairan) warga negara Malaysia yang juga menjadi penjamin," ungkap dia bahwa izin tersebut dengan menyetor uang ribuan ringgit Malaysia itulah yang menjadi pegangan nelayan untuk membudidaya rumput laut di perairan Malaysia.
Warga setempat mengaku izin yang dimilikinya itu mendapatkan persetujuan pemerintah Malaysia tetapi setelah diperhatikan hanya fotocopian berbentuk surat penguasaan tanah (SPPT) saja tanpa ada tandatangan pemerintah negara itu.
Oleh karena itu, dokumen yang dianggap surat izin itu hanya pembenaran sepihak oleh warga negara Malaysia yang mengklaim pemilik lahan (perairan) dengan dispensasi pembayaran sebesar 2.000 ringgit setiap dua bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016
Uang yang diminta polisi Malaysia iu hingga puluhan juta rupiah.
Lisawati (40), istri Suarno, salah satu nelayan rumput laut yang ditangkap polisi Malaysia, Sabtu, mengungkapkan, penangkapan ini yang ketiga kalinya dimana dua kali sebelumnya dibebaskan apabila memenuhi permintaan polisi negara jiran itu.
Ia mengutarakan, selama ini nelayan rumput laut setempat yang ditangkap ditahan hingga puluhan hari lalu dimintai uang sebesar Rp50 juta apabila hendak dibebaskan. Padahal setiap hari saat melewati pos penjagaan perbatasan tetap menyetor kepada aparat kepolisian negara itu.
"Kita itu kalau mau lewat pos polisi Malaysia harus bayar. Kemudian setiap bulan juga menyetor lagi ditambah membayar warga Malaysia yang menjamin hingga ribuan ringgit," ujar Lisawati dibenarkan warga (nelayan) lainnya.
Hal yang sama dikemukakan, Rina, istri Adi Mahfud, yang juga korban penangkapan polisi Malaysia bahwa penangkapan yang berulang kali ini sangat diherankan padahal dibenarkan oleh pemilik lahan warga negara Malaysia setempat.
"Kita ada surat dari pemilik lahan (perairan) warga negara Malaysia yang juga menjadi penjamin," ungkap dia bahwa izin tersebut dengan menyetor uang ribuan ringgit Malaysia itulah yang menjadi pegangan nelayan untuk membudidaya rumput laut di perairan Malaysia.
Warga setempat mengaku izin yang dimilikinya itu mendapatkan persetujuan pemerintah Malaysia tetapi setelah diperhatikan hanya fotocopian berbentuk surat penguasaan tanah (SPPT) saja tanpa ada tandatangan pemerintah negara itu.
Oleh karena itu, dokumen yang dianggap surat izin itu hanya pembenaran sepihak oleh warga negara Malaysia yang mengklaim pemilik lahan (perairan) dengan dispensasi pembayaran sebesar 2.000 ringgit setiap dua bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016