Kefamenanu, NTT (ANTARA Jambi) - Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste Letkol Inf M Ghoffar Ngismangil mengakui bahwa puluhan pilar batas negara antara RI-Timor Leste banyak yang sudah hilang dan rusak.

"Ada sekitar 20 pilar yang menjadi patok utama batas wilayah negara RI-Timor Leste yang hilang dan rusak," kata Danyon Raider/321 Kostrad itu kepada Antara di Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara, sekitar 193,6 km timur Kupang, Selasa.

Dia mengatakan, jumlah pilar batas wilayah sepanjang garis batas negara RI-Timor Leste yang menyebar dari Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara hingga Amfoang, Kabupaten Kupang sekitar 450 patok.

"Namun ada pilar yang ketika diperiksa sudah hilang karena tidak sesuai dengan koordinat yang ada sehingga harus dicari lagi," katanya.

Dikatakannya kerusakan patok tersebut diketahui setelah anggota Satgas Pamtas melakukan patroli di wilayah perbatasan.

Oleh karena itu, pihaknya sudah menyampaikan hal tersebut kepada pimpinan di pusat agar bisa diperbaiki.

"Kami sudah laporkan keadaan tersebut kepada pimpinan di pusat pada tahun lalu dan harapan kami semoga cepat bisa diperbaiki," katanya.

Menurut dia, pilar patok wilayah merupakan bagian utama mengetahui batas wilayah negara oleh karena itu harus tetap diperhatikan oleh pemerintah yang berwenang agar diperbaiki.

"Patok batas sangat penting karena kalau sampai hilang maka bisa menimbulkan permasalah antar negara di kemudia hari," katanya.

Dia mengatakan saat ini, ada dua titik wilayah perbatasan yang sedang dalam kondisi sengketa yakni di Puncak Bukit Bijaelsunan, sekitar 3 km dari Desa Manusasi, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara dan juga di Naktuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang.

"Untuk batas wilayah di Manusasi yang sedang dalam sengketa saat ini masih dalam proses penanganan pemerintah," katanya.

Dia mengatakan, sebelumnya, pihaknya sudah memfasilitasi perwakilan pemerintah pusat untuk melakukan survei langsung ke lokasi sengketa lahan seluas lebih dari 200 hektare.

"Kami sudah membantu para petugas dari pemerintah pusat yang sudah mengambil data, dan mengumpulkan keterangan dari masyarakat untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan perundingan," katanya.

Dia menjelaskan persoalan tersebut terjadi karena klaim patok wilayah yang berbeda antara masyarakat Ambeno, Timor Leste dengan masyarakat Desa Manusasi.

"Warga Ambeno menggunakan patok wilayah yang dibangun pada tahun 1915 sebagai batas wilayah namun warga Manusasi tetap mempertahankan bahwa batas patok yang sebenarnya ialah yang dibangun pada tahun 1966," katanya.

Dia berharap, agar pemerintah pusat sebagai pihak yang berwenang menangani persoalan ini bisa mengambil langkah yang tepat untuk penentuan batas wilayah tersebut agar tidak terjadi perselisihan antara masyarakat kedua wilayah tersebut.

"Saat ini kami tetap berjaga-jaga memantau kondisi masyarakat di sekitar di wilayah sengketa dan kami tetap mengajak masyarakat untuk bersabar dan tidak melakukan tindakan nekad yang berujung pada konflik," demikian  Letkol Inf M Ghoffar Ngismangil.

Pewarta: Aloysius Lewokeda

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016