Jakarta, Antarajambi.com - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
menceritakan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu
terkait dugaan tindak pidana korupsi fee proyek jalan di dua Kabupaten
di Provinsi Bengkulu.
"Operasi tangkap tangan itu dilakukan di dua lokasi di Provinsi Bengkulu, yaitu Rumah Gubernur Bengkulu dan kantor PT Statika Mitra Sarana (SMS)," kata Saut saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK mengamakan lima orang antara lain Gubernur Bengkulu 2016-2021 Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga atau istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha, Direktur PT SMS Jhoni Wijaya (JHW), dan Haris yang berprofesi sebagai staf Rico Dian Sari.
"Pada Selasa (20/6) pagi, JHW diduga memberikan uang kepada RDS yang dikemas dalam kardus kertas ukuran A-4," kata Saut.
Kemudian, kata dia, sekitar pukul 09.00 WIB, RDS mengantarkannya ke rumah Gubernur Bengkulu RM. Tak lama setelah itu RDS ke luar dari rumah RM sekitar pukul 09.30 WIB dan disusul RM meninggalkan rumah untuk berangkat ke kantor.
"Sekitar pukul 10.00 WIB, tim KPK kemudian mengamankan RDS di jalan setelah meninggalkan rumah RM," ucap Saut.
Tim KPK kemudian membawa RDS kembali ke rumah RM. Di dalam rumah, tim bertemu dengan istri Gubernur Bengkulu LMM.
"Di dalam rumah tersebut diamankan uang Rp1 miliar dalam pecahan Rp100 ribu yang sebelumnya telah sempat disimpan di brankas. Tim kemudian membawa RDS dan LMM ke Polda Bengkulu pada pukul 10.00 WIB," katanya.
Selanjutnya sekitar pukul 10.30 WIB, tim mengamankan JHW di hotel tempat dia menginap di kota Bengkulu.
"Dari tangan JHW, tim mengamankan uang Rp260 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50.000 di dalam tas ransel. Kemudian tim KPK membawa JHW ke Polda Bengkulu," ucap Saut.
Kemudian RM datang ke Polda Bengkulu sekitar pukul 11.00 WIB dan sekitar pukul 14.15 WIB, tim KPK membawa lima orang tersebut ke gedung KPK Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan.
"Untuk kepentingan penyidikan, tim juga menyegel sejumlah ruangan di beberapa lokasi antara lain di kantor Gubernur, rumah Gubernur, dan kantor pengusaha RDS," kata Saut.
KPK telah menetapkan empat orang tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait fee proyek jalan di dua Kabupaten di Provinsi Bengkulu tersebut.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1X24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Gubernur Bengkulu terkait dengan fee proyek dan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan empat orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Diduga sebagai penerima, kata Alexander, yaitu Gubernur Bengkulu 2016-2021 Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga atau istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, dan Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha.
"Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya (JHW)," kata Alexander.
Menurut Alexander, diduga pemberian uang terkait fee proyek yang dimenangkan PT SMS di Provinsi Bengkulu dari komitmen 10 persen perproyek yang harus diberikan kepada Gubernur Bengkulu melalui istrinya.
Ia mengatakan dari dua proyek yang dimenangkan PT SMS, dijanjikan Rp4,7 miliar (setelah dipotong pajak) dari dua proyek di Kabupaten Rejang Lebong.
"Yaitu proyek pembangunan atau peningkatan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp37 miliar dan proyek pembangunan atau peningkatan jalan Curuk Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp16 miliar," katanya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Jhoni Wijaya (JHW) disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sementara sebagai pihak Rico Dian Sari (RDS), Lily Martiani Maddari (LMM), dan Ridwan Mukti (RM) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2017
"Operasi tangkap tangan itu dilakukan di dua lokasi di Provinsi Bengkulu, yaitu Rumah Gubernur Bengkulu dan kantor PT Statika Mitra Sarana (SMS)," kata Saut saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK mengamakan lima orang antara lain Gubernur Bengkulu 2016-2021 Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga atau istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha, Direktur PT SMS Jhoni Wijaya (JHW), dan Haris yang berprofesi sebagai staf Rico Dian Sari.
"Pada Selasa (20/6) pagi, JHW diduga memberikan uang kepada RDS yang dikemas dalam kardus kertas ukuran A-4," kata Saut.
Kemudian, kata dia, sekitar pukul 09.00 WIB, RDS mengantarkannya ke rumah Gubernur Bengkulu RM. Tak lama setelah itu RDS ke luar dari rumah RM sekitar pukul 09.30 WIB dan disusul RM meninggalkan rumah untuk berangkat ke kantor.
"Sekitar pukul 10.00 WIB, tim KPK kemudian mengamankan RDS di jalan setelah meninggalkan rumah RM," ucap Saut.
Tim KPK kemudian membawa RDS kembali ke rumah RM. Di dalam rumah, tim bertemu dengan istri Gubernur Bengkulu LMM.
"Di dalam rumah tersebut diamankan uang Rp1 miliar dalam pecahan Rp100 ribu yang sebelumnya telah sempat disimpan di brankas. Tim kemudian membawa RDS dan LMM ke Polda Bengkulu pada pukul 10.00 WIB," katanya.
Selanjutnya sekitar pukul 10.30 WIB, tim mengamankan JHW di hotel tempat dia menginap di kota Bengkulu.
"Dari tangan JHW, tim mengamankan uang Rp260 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50.000 di dalam tas ransel. Kemudian tim KPK membawa JHW ke Polda Bengkulu," ucap Saut.
Kemudian RM datang ke Polda Bengkulu sekitar pukul 11.00 WIB dan sekitar pukul 14.15 WIB, tim KPK membawa lima orang tersebut ke gedung KPK Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan.
"Untuk kepentingan penyidikan, tim juga menyegel sejumlah ruangan di beberapa lokasi antara lain di kantor Gubernur, rumah Gubernur, dan kantor pengusaha RDS," kata Saut.
KPK telah menetapkan empat orang tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait fee proyek jalan di dua Kabupaten di Provinsi Bengkulu tersebut.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1X24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Gubernur Bengkulu terkait dengan fee proyek dan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan empat orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Diduga sebagai penerima, kata Alexander, yaitu Gubernur Bengkulu 2016-2021 Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga atau istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, dan Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha.
"Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya (JHW)," kata Alexander.
Menurut Alexander, diduga pemberian uang terkait fee proyek yang dimenangkan PT SMS di Provinsi Bengkulu dari komitmen 10 persen perproyek yang harus diberikan kepada Gubernur Bengkulu melalui istrinya.
Ia mengatakan dari dua proyek yang dimenangkan PT SMS, dijanjikan Rp4,7 miliar (setelah dipotong pajak) dari dua proyek di Kabupaten Rejang Lebong.
"Yaitu proyek pembangunan atau peningkatan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp37 miliar dan proyek pembangunan atau peningkatan jalan Curuk Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp16 miliar," katanya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Jhoni Wijaya (JHW) disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sementara sebagai pihak Rico Dian Sari (RDS), Lily Martiani Maddari (LMM), dan Ridwan Mukti (RM) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2017