Jakarta, (Antaranews Jambi) - Apa yang terjadi di jalan raya menjadi cerminan etika sosial masyarakatnya, demikian juga yang terjadi selama arus mudik dan arus balik Lebaran 2018.

Banyaknya sikap pemudik yang berani melanggar aturan masih menjadi pekerjaan rumah semua pihak.

Apa yang dilarang aturan lalu lintas, justru nyatanya pada saat mudik banyak ditemui pelanggaran dan berpotensi membahayakan keselamatan orang. Masyarakat seolah berani melakukan pelanggaran dan mengabaikan keselamatan demi apa yang disebut efisiensi.

Kendaraan roda dua yang aturannya hanya untuk dua orang, dijejali tiga sampai empat orang dengan tambahan barang bawaan yang berlebihan. Dengan papan tambahan pemotor mampu mengangkut bagasi lebih banyak.

Pemotor yang ditemui mengaku, motor merupakan sarana efektif dan murah untuk bersilaturahim di kampung halaman.

Mereka juga nekat membawa anak-anak karena jika terpisah menggunakan moda lain bersama istri, selain menambah biaya mudik juga khawatir terjadi sesuatu selama mudik.

"Setiap tahun, saya pakai motor untuk mudik sambil bawa anak karena biaya mudik dan silaturahmi di kampung jadi lebih murah," kata Ujang Sandi, asal Parung, Kabupaten Bogor.  

Demikian juga kendaraan bak terbuka untuk angkutan barang yang ternyata pada musim mudik tahun ini dimodifikasi untuk angkutan penumpang. Cukup diberi atap dari terpal kain atau plastik sebagai penutup untuk menghindari terik matahari atau air hujan.

Anehnya lagi kendaraan bak terbuka dengan penumpang orang di belakangnya ini bisa lolos masuk jalan tol yang memungkinkan melaju dengan kecepatan tinggi.

Dua contoh aturan itu dilanggar demi efisiensi. Alasannya tentu saja menghemat biaya mudik dan bisa bawa barang lebih banyak.

Kendati sudah disosialisasikan pelarangan itu, makin banyak peminatnya, apalagi di wilayah pedesaan. Hal itu menjadi pilihan yang utama daripada tidak bersilaturahim dan berwisata selama Lebaran.

Aturan mobil barang ada di UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 137 (ayat 4), menyebutkan mobil barang dilarang untuk angkutan orang. Namun di aturan itu ada pengecualian untuk kondisi geografi tertentu dan prasarana jalan di daerah yang belum memadai.

Sayangnya sanksi pelanggaran itu cukup ringan, yakni pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu. Dan selama musim mudik, petugas juga menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah, tanpa berani menindak.

Menurut Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno, ke depan atau musim mudik tahun depan, pemerintah harus berani menindak tegas pelanggaran itu, jangan menunggu sampai munculnya korban jiwa akibat kecelakaan.

Paling tidak, ucapnya, ada aturan tegas untuk tidak bisa masuk jalan tol yang risiko keselamatan penumpangnya lebih besar.

Ia juga menyarankan agar ke depan, semua pihak memikirkan angkutan masal yang lebih baik tidak hanya di ibu kota provinsi tetapi juga di desa-desa.

Jika saja angkutan pedesaan tersedia dengan beragam rute, terkoneksi dengan angkutan antarkota dan murah, tentu masyarakat tidak perlu menggunakan motor untuk mudik.

    
               Bahu Jalan
Pelanggaran lain yang sangat mencolok pada setiap musim mudik adalah tidak tertibnya pemudik dengan membiarkan bahu jalan di tol untuk kendaraan yang mengalami situasi kedaruratan.

Pengamatan di jalan tol dengan volume kepadatan tinggi mulai dari  Jakarta-Cikampek, Cikopo-Palimanan, sampai Kanci-Brebes, banyak dijumpai pemudik  yang beristirahat di bahu jalan tanpa mengindahkan keselamatan mereka.

Kendati papan pelarangan terpasang hampir setiap 200 meter di Cipali dan patroli bermotor terus bekerja, tetap saja ada pemudik yang membandel.

Area istirahat yang tidak mampu menampung membludaknya kendaraan membuat pemudik tak punya pilihan untuk beristirahat.

Sebagai contoh untuk mencapai area parkir di lokasi istirahat pada puncak mudik dan balik di Tol Cipali, perlu waktu paling tidak 25 menit, belum lagi kalau tiba-tiba area istirahat ditutup sementara.

Beberapa pemudik yang nekat parkir di bahu jalan mengaku, mereka perlu waktu istirahat, baik untuk sopir maupun penumpang, yang ingin buang air kecil.

Suparman, sopir minibus yang parkir di kolong  Simpang Susun Cikedung di  Tol Cipali, mengaku sudah dua area istirahat sengaja dilewati karena antrean panjang sehingga memilih kolong jembatan itu sebagai tempat istirahatnya.

"Sopir perlu istirahat sebentar dan anak-anak juga ada yang mau buang air kecil, terpaksa di sini," katanya yang akhirnya diminta petugas untuk segera berkemas mencari lahan yang lebih lebar di bahu jalan.

Sejumlah lahan yang luas di sisi kiri bahu jalan tol juga sengaja disiapkan petugas agar pemudik bisa beristitahat tanpa menganggu fungsi bahu jalan.

Lahan yang disediakan juga berada di sekitar area istirahat untuk menampung kendaraan yang kesulitan parkir.

Tahun depan perlu dipikirkan perluasan lokasi parkir area istirahat membuat lahan-lahan parkir yang lebih luas itu sebelum atau setelah area istirahat sebagai tempat parkir.

Mobil bisa diparkir dalam radius 500 meter dari pintu masuk area istirahat dan pemudik bisa berjalan kaki menuju toilet.

Tidak hanya bahu jalan, tetapi kolong jembatan tol menjadi tempat favorit untuk mengecek kendaraan dan memperbaiki mesin kendaraan.

Pihak kepolisian  menempatkan sejumlah personel di setiap kolong jembatan di Tol Cipali karena kehadiran kendaraan yang parkir membuat arus balik tersendat.

Arus kendaraan balik di Cipali sejak Km100 sampai Cikopo mulai menggunakan bahu jalan sebagai jalur mudik sehingga adanya kendaraan di kolong jembatan membuat penyempitan arus.

 

Pewarta: Budi Santoso

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018