Jakarta (ANTARA) - Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai 64 juta, mewakili 99 persen dari total kegiatan bisnis di Indonesia dan berperan besar dalam menyerap 97 persen lapangan kerja. Kontribusi tersebut boleh jadi jauh lebih besar jika UMKM yang tidak tercatat turut dilibatkan.
Berbagai program untuk mendukung pengembangan UMKM telah dijalankan Pemerintah untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, di antaranya bantuan insentif dan pembiayaan melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN); Kredit Usaha Rakyat; hingga Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB KUKM). Selain itu, pemerintah secara masif mempromosikan produk UKM melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, hingga digitalisasi pemasaran UMKM.
Upaya tersebut tentunya tidak akan bisa berhasil jika hanya sekedar program yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, di mana perlu komitmen bersama dari Pemerintah Daerah untuk menggerakkan masyarakatnya, bergandeng tangan dengan Pemerintah untuk mengembangkan UMKM lokal menuju kelas nasional bahkan global.
Upaya pemda
Misi membawa UMKM menuju tingkat nasional, bahkan dunia, tidak hanya soal rasa yang enak dan produk yang unik saja. Sejatinya manusia adalah makhluk visual, sehingga pengemasan produk menjadi unsur wajib yang harus diperhatikan. Setelah persoalan rasa, produk, dan pengemasan telah teratasi, pelaku UMKM perlu memasarkan produknya agar masyarakat bisa tahu dan tertarik untuk membeli.
Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, mempromosikan produk makanan maupun kerajinan UMKM asli daerahnya melalui foto di media sosial, seperti Instagram secara gratis untuk meningkatkan minat pasar.
Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan UKM Kabupaten Batang pun menyediakan layanan foto produk secara gratis bagi para pelaku usaha yang ingin memasarkan produknya melalui media sosial Disperindagkop.
Layanan transformasi pemasaran menjadi digital itu pun mendapat sambutan antusias tinggi dari pelaku UMKM sekitar. Selama 2022, tercatat 200 produk UMKM, seperti makanan, minuman, hingga busana yang telah dipromosikan lewat layanan foto produk Disperindagkop secara daring.
Hasilnya cukup membantu mengenalkan produk ke pasar daring dengan peningkatan keuntungannya mencapai lebih dari 50 persen dibanding promosi secara konvensional. Disperindagkop Batang menargetkan 400 produk asli daerah yang bisa ikut dalam layanan tersebut pada 2023.
Berbeda dengan Pemkab Batang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan insentif bagi pelaku UMKM yang ingin mendaftarkan merek dagangnya.
Dengan merek yang telah terdaftar, produk UMKM di DIY lebih terlindungi dan memiliki kepastian hukum, sehingga tidak akan ada pihak tertentu yang dapat melakukan plagiasi atau pembajakan.
Insentif yang ditawarkan kepada sektor UMKM adalah keringanan biaya pendaftaran merek dari sebesar Rp1,8 juta untuk pemohon umum menjadi Rp500 ribu untuk pemohon dari UMKM yang seluruhnya disetorkan ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain juga kemudahan perpanjangan merek secara otomatis atau POP Merek.
Karena itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI menetapkan Tahun 2023 sebagai Tahun Merek.
"Dengan pencanangan itu, maka seluruh program yang kami jalankan akan sepenuhnya mendukung dan mendorong pertumbuhan pendaftaran merek, salah satunya melalui program One Village One Brand," kata Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto.
Berkat adanya insentif khusus UMKM tersebut, sepanjang 2022 jumlah permohonan pendaftaran di DIY mencapai 2.433 unit usaha, meningkat dua kali lipat dibandingkan Tahun 2021 sebanyak 1.255 unit yang didominasi oleh pemohon UMKM.
Masih berkaitan dengan pemasaran, Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro terus mendorong produk UMKM masuk dalam E-Katalog atau katalog elektronik.
Melalui kehadiran E-Katalog, dapat membuka peluang produk lokal dikonsumsi di lingkungan pemda setempat dan tentu pangsa pasar UMKM dan pertumbuhan ekonomi juga semakin meningkat.
E-Katalog sendiri merupakan sistem informasi elektronik dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Kementerian Koperasi dan UKM. Produk-produk dalam E-Katalog telah melalui kurasi ketat dan tersedia dalam varian katalog nasional, katalog lokal, katalog sektoral dan UMKM.
Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Sumatera Utara, pun menargetkan 100 produk UMKM dapat tayang di E-Katalog lokal pada triwulan pertama 2023. Guna memenuhi target tersebut, dinas tersebut membuat kelas-kelas baru dan membuka klinik pendampingan untuk pelaku UMKM.
Tak melulu mendukung dari segi perluasan pasar, sejumlah pemerintah daerah juga memberikan dukungan dari segi modal, salah satunya seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan memberi bantuan peralatan berupa alat ukir kayu, alat cetak sablon, peralatan kuliner, kerajinan, dan lainnya sebanyak 4.000 unit kepada para pelaku UKM dan IKM senilai Rp10 miliar.
Begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang menyalurkan bantuan stimulan barang kepada 348 pelaku usaha yang tersebar di 95 desa dan kelurahan di 13 kecamatan.
Bahkan Pemerintah Kabupaten Balangan memberikan fasilitas pinjaman tanpa bunga bagi UMKM yang telah menjalani usaha selama dua tahun. Warga setempat bisa meminjam maksimal Rp20 juta di BPR Kalimantan Selatan atau maksimal Rp50 juta di Bank Kalsel.
Sementara Pemerintah Kota Jayapura menggandeng swasta untuk memberikan pendidikan kewirausahaan kepada 22 pemuda terpilih. Di Purbalingga, Jawa Tengah, sebanyak 1.000 pelaku UMKM yang kebanyakan perempuan, mendapat pelatihan mengenai pengelolaan keuangan.
Melalui berbagai ikhtiar tersebut, diharapkan UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional dapat menaikkan kontribusinya terhadap PDB dari 60,5 persen pada 2019 menjadi 65 persen pada 2024.