PRA Luqman Zulkaedin sudah resmi dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, untuk menggantikan mendiang ayahnya yang merupakan Sultan Sepuh XIV.
"Alhamdulillah, hingga saat ini, adat istiadat dan tradisi serta silsilah Kasultanan Kasepuhan Cirebon masih tetap terjaga, dari mulai Sunan Gunung Jati sampai Sultan Sepuh XIV dan sekarang oleh kami sebagai Sultan Sepuh XV," kata Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin di Cirebon, Minggu.
Luqman mengatakan bahwa semasa hidup Sultan Sepuh XIV sudah memberikan amanat kepada dirinya untuk menjadi penerusnya, karena itu merupakan tradisi turun temurun.
Selain itu Lembaga Peneliti dan Pentashih Nasab, Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional, telah menerbitkan buku paspor nasab untuk dirinya dan baru saja diserahkan secara resmi oleh Alhabib Prof. Dr.KH.R. Shohibul Faroji Azmatkhan.
"Sebagai penerus dan tradisi turun temurun, yang dilaksanakan dari sejak era Sunan Gunung Jati ratusan tahun yang lalu, di mana pengganti Sultan adalah putra Sultan," ujarnya.
Keraton Kasepuhan lanjut Luqman, bersama Keraton-keraton se-nusantara telah mengalami masa-masa sejarah panjang, dari era Kerajaan atau Kasultanan, era kolonial, sampai era Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perjalanan tersebut, Kerajaan dan Kasultanan se-Nusantara turut serta mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam kaitan tersebut, pada tahun 1959, Gubernur Jawa Barat, atas nama Pemerintah Republik Indonesia memberikan surat yang menyatakan bahwa mengakui Keraton Kasepuhan sebagai lembaga adat dan tradisi secara turun temurun.
Sementara Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam menyikapi polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan Cirebon, menawarkan dua 'jurus' untuk menyelesaikan polemik tersebut.
Di mana cara pertama adalah sebaiknya berpegang pada sila keempat, yaitu musyawarah mufakat. Karena negeri ini adalah negeri hukum.
"Sehingga bisa diselesaikan melalui koridor hukum," kata Kang Emil.
Kang Emil mengatakan tradisi harus tetap dihormati, untuk itu dia datang ke Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi yang sudah berjalan selama ratusan tahun.
Terkait musyawarah dan gugatan hukum bisa dilakukan setelah adanya pengganti Sultan Sepuh XIV dan menegaskan Pemprov Jabar berkewajiban melindungi situs atau bangunan cagar budaya (BCB) dan tradisi yang ada sesuai dengan undang-undang.
Pada saat tradisi penobatan atau "jumenengan" ada pro-kontra dengan pengangkatan Sultan XV kepada PRA Luqman Zulkaedin.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
"Alhamdulillah, hingga saat ini, adat istiadat dan tradisi serta silsilah Kasultanan Kasepuhan Cirebon masih tetap terjaga, dari mulai Sunan Gunung Jati sampai Sultan Sepuh XIV dan sekarang oleh kami sebagai Sultan Sepuh XV," kata Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin di Cirebon, Minggu.
Luqman mengatakan bahwa semasa hidup Sultan Sepuh XIV sudah memberikan amanat kepada dirinya untuk menjadi penerusnya, karena itu merupakan tradisi turun temurun.
Selain itu Lembaga Peneliti dan Pentashih Nasab, Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional, telah menerbitkan buku paspor nasab untuk dirinya dan baru saja diserahkan secara resmi oleh Alhabib Prof. Dr.KH.R. Shohibul Faroji Azmatkhan.
"Sebagai penerus dan tradisi turun temurun, yang dilaksanakan dari sejak era Sunan Gunung Jati ratusan tahun yang lalu, di mana pengganti Sultan adalah putra Sultan," ujarnya.
Keraton Kasepuhan lanjut Luqman, bersama Keraton-keraton se-nusantara telah mengalami masa-masa sejarah panjang, dari era Kerajaan atau Kasultanan, era kolonial, sampai era Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perjalanan tersebut, Kerajaan dan Kasultanan se-Nusantara turut serta mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam kaitan tersebut, pada tahun 1959, Gubernur Jawa Barat, atas nama Pemerintah Republik Indonesia memberikan surat yang menyatakan bahwa mengakui Keraton Kasepuhan sebagai lembaga adat dan tradisi secara turun temurun.
Sementara Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam menyikapi polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan Cirebon, menawarkan dua 'jurus' untuk menyelesaikan polemik tersebut.
Di mana cara pertama adalah sebaiknya berpegang pada sila keempat, yaitu musyawarah mufakat. Karena negeri ini adalah negeri hukum.
"Sehingga bisa diselesaikan melalui koridor hukum," kata Kang Emil.
Kang Emil mengatakan tradisi harus tetap dihormati, untuk itu dia datang ke Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi yang sudah berjalan selama ratusan tahun.
Terkait musyawarah dan gugatan hukum bisa dilakukan setelah adanya pengganti Sultan Sepuh XIV dan menegaskan Pemprov Jabar berkewajiban melindungi situs atau bangunan cagar budaya (BCB) dan tradisi yang ada sesuai dengan undang-undang.
Pada saat tradisi penobatan atau "jumenengan" ada pro-kontra dengan pengangkatan Sultan XV kepada PRA Luqman Zulkaedin.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020