Polri mengatakan organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI) merekrut para lulusan terbaik di berbagai pondok pesantren untuk menjadi calon 'jihadis'.
Calon anggota JI yang dipilih adalah mereka yang memiliki kecerdasan dan loyalitas tinggi. "Di samping itu yang tidak kalah penting kemampuan fisik ini menjadi pertimbangan JI merekrut pasukan JI," katanya.
Pihaknya menduga pondok pesantren yang santrinya direkrut oleh JI memiliki keterlibatan dengan organisasi JI.
"Diduga ada keterlibatan juga dari tokoh-tokoh di pondok pesantren itu," kata Rusdi.
Ketika ditanya nama pondok pesantren yang terlibat, Rusdi belum memberikan jawaban karena kasus ini masih dalam proses pendalaman oleh Densus 88 Antiteror Polri.
Sebelumnya Densus 88 Antiteror Polri menemukan sebuah sasana bela diri di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, yang diketahui merupakan milik kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Kelompok JI memiliki 12 lokasi serupa di Jawa Tengah.
Sasana bela diri di Ungaran tersebut berbentuk beberapa rumah vila. Tempat tersebut digunakan untuk pelatihan bela diri kelompok JI.
Tak hanya bela diri, di sasana itu juga diajarkan cara merakit bom dan cara menghadapi penyergapan.
Para pengikut kelompok JI yang berlatih bela diri di Sasana Bela Diri di Ungaran dipersiapkan untuk berangkat ke Suriah.
Kelompok teroris JI mengeluarkan biaya sekitar Rp65 juta per bulan untuk memberikan pelatihan bela diri dan merakit bom bagi para anggotanya.
Untuk satu angkatan yang dilatih di Sasana Bela Diri di Ungaran diketahui berlangsung selama enam bulan.
Sementara untuk memberangkatkan para anggotanya ke Suriah, kelompok teroris Jamaah Islamiyah merogoh kocek hingga Rp300 juta.
Dana tersebut didapat dari infaq dan iuran para anggota JI. Ada sekitar 6.000 anggota JI yang aktif hingga saat ini.
Kepala pengajar bela diri dan militer di sasana tersebut adalah Joko Priyono alias Karso yang kini telah berstatus narapidana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020