Sudah memasuki 2021 atau hampir satu tahun, pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Tidak hanya Indonesia, seluruh negara juga terdampak bencana nonalam terburuk abad 21 ini. Semua masyarakat Tanah Air dan dunia menaruh harapan agar pandemi ini segera berakhir.
Seabrek kebijakan telah dikeluarkan pemerintah pusat hingga daerah, sebagai ikhtiar pemerintah dalam menekan laju lonjakan kasus virus yang menyerang paru-paru manusia itu.
Pemerintah telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa provinsi, disiplin protokol kesehatan yang masih terus didengungkan sekaligus razia terhadap mereka yang melanggar.
Selanjutnya, yang terbaru pemerintah telah meluncurkan program vaksinasi COVID-19, yang penyuntikannya sudah mulai dilakukan pada bulan ini. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin COVID-19 produksi Sinovac, China itu.
Khusus di Aceh, kasus COVID-19 perdana muncul pada 23 Maret tahun lalu. Penularan kasus masih terus terjadi di masyarakat. Hingga saat ini, kasus positif virus di "Tanah Rencong" itu, telah lebih 9.000 orang.
Di samping terus menggencarkan penerapan protokol kesehatan, Aceh juga mulai melakukan penyuntikan vaksin COVID-19 bagi warganya guna mendapatkan kekebalan kelompok (herd immunity) dari serangan virus itu.
Tidak bisa dimungkiri bahwa masih banyak masyarakat termakan informasi palsu atau hoaks tentang vaksinasi. Akibatnya, sebagian masyarakat masih ragu untuk vaksinasi. Takut terhadap efek samping atau masih ada yang menganggap vaksin itu tidak halal dan tidak aman.
Baca juga: MPU se Aceh sepakat vaksinasi Sinovac suci dan halal
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyatakan masyarakat di provinsi berpenduduk 5,2 jiwa itu tidak perlu khawatir terhadap vaksin COVID-19 buatan Sinovac tersebut, karena status kehalalannya sudah dikaji oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Untuk itu kepada masyarakat kita tidak perlu lagi ada keraguan dalam hal merespons status hukum vaksin COVID-19 Sinovac ini,” kata Wakil Ketua MPU Aceh Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
Guna mengubur keraguan masyarakat tentang vaksin, ulama Aceh juga telah mengeluarkan Tausiyah MPU Aceh Nomor 1 Tahun 2021 tentang vaksinasi COVID-19 dengan vaksin Sinovac Life Sciences co.Ltd China dan PT Bio Farma (Persero).
Melalui tausyiah itu, MPU Aceh meminta semua pihak untuk berpedoman kepada Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 tahun 2021 tentang produk vaksin COVID-19 dari Sinovac Life Sciences co.Ltd China dan PT Biofarma (Persero) secara utuh dan cermat.
Selain itu, meminta kepada Pemerintah Aceh dalam melaksanakan vaksinasi harus secara transparan dengan mengedepankan pendekatan humanis dan berupaya sedapat mungkin menghindari cara-cara yang tidak sesuai dengan kearifan lokal.
Langkah lainnya, meminta kepada masyarakat Aceh untuk senantiasa arif dan bijaksana dalam merespons setiap isu aktual sesuai dengan syariat Islam dan adat istiadat.
Ulama yang akrab disapa Lem Faisal itu, menjelaskan bahwa setiap ada vaksinasi, MPU Aceh selalu menuntut pemerintah agar vaksin tersebut halal.
Untuk vaksin COVID-19 buatan Sinovac ini, lanjut dia, tim dari MUI juga telah menyambangi langsung perusahaannya di China guna melihat cara produksi, kemudian dilanjutkan ke Biofarma untuk mengkaji kandungan dalam vaksin tersebut.
“Ternyata dalam pengembangan vaksin Sinovac ini tidak ada sedikit pun yang menyentuh dengan hal-hal 'najis mughallazah', yaitu dengan babi, anjing, dan unsur-unsur manusia di situ,” kata dia.
Berbeda dengan vaksin campak-rubella (MR) dahulu yang ada unsur manusia, ada kulit manusia.
"Kalau (vaksin Sinovac, red.) ini tidak ada," katanya.
Baca juga: 1.014 vaksinator disiapkan guna sukseskan vaksinasi COVID-19 di Aceh
Dikatakannya, dalam proses pengembangan vaksin itu memang ada bagian yang bersentuhan dengan darah, namun darah tidak masuk dalam kategori "najis mughallazah". Kendati demikian, pengembangannya juga tetap dilakukan dengan cara yang suci.
“Makanya fatwa MUI itu menyatakan sudah suci dan halal, memang itu yang kita harapkan, berdasarkan hasil audit yang dilakukan,” katanya.
Pertemuan
Pekan lalu, Gubernur Aceh Nova Iriansyah telah menggelar pertemuan dengan MPU Aceh dan kabupaten/kota terkait dengan vaksin COVID-19 Sinovac. MPU se-Aceh telah sepakat bahwa vaksin COVID-19 Sinovac halal dan suci sehingga bisa digunakan oleh masyarakat.
Nova menjelaskan dalam mengoptimalkan program vaksinasi di Aceh, perlu diberikan pemahaman secara memadai terhadap vaksin tersebut, kepada ulama khususnya, karena mereka menjadi panutan masyarakat.
“Penjelasan ini tidak hanya berhenti dalam pertemuan ini, nantinya para ulama akan memberikan pemahaman dan juga ikut menyosialisasikan kepada masyarakat terhadap kehalalan vaksin ini,” katanya.
Dalam pertemuan MPU se-Aceh dengan gubernur, kata Lem Faisal, MPU se-Aceh percaya fatwa MUI tentang vaksin COVID-19 Sinovac itu halal dan suci, kemudian mengeluarkan tausiyah yang disampaikan kepada seluruh anggota MPU dan disosialisakan kepada masyarakat.
“Sosialisasi terhadap vaksinasi Sinovac khususnya terkait kehalalan dan kesuciannya dapat disampaikan dalam berbagai media atau pertemuan termasuk dalam khutbah Jumat,” katanya.
Masyarakat setempat diharapkan tidak merespons dengan cepat terhadap berbagai isu miring terkait dengan vaksin tersebut, karena hal itu termasuk fitnah.
“Hadapi berbagai informasi yang tidak jelas kebenarannya dengan santun,” katanya.
Gubernur Nova Iriansyah menjadi orang pertama yang disuntik vaksin COVID-19 di Aceh pada Jumat (15/1). Hal itu dilakukan Nova guna meyakinkan masyarakat bahwa vaksin Sinovac tersebut halal dan aman.
Ia mengajak masyarakat provinsi paling barat Indonesia itu untuk melakukan vaksinasi COVID-19 demi kemaslahatan umat.
Baca juga: Tak ada pemaksaan untuk vaksinasi di Aceh Besar
Vaksinasi merupakan bagian terpenting dalam upaya pengendalian angka kesakitan dan kematian akibat virus corona baru itu.
“Saya mengimbau berdasarkan peraturan perundang-undangan, kita seluruh rakyat Aceh mari melakukan vaksinasi, mudah-mudahan dengan vaksinasi ini ke depan kasus COVID-19 akan terus menurun dan hilang dari bumi Aceh ini,” katanya.
Nova menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memaksa masyarakat untuk vaksinasi. Apabila ada masyarakat yang menolak untuk disuntik vaksin COVID-19, maka itu hak warga, yang juga dilindungi peraturan perundang-undangan.
“Akan tetapi dalam konteks COVID-19 karena wabah ini masif, kita tidak hanya berpedoman kepada undang-undang, kita harus juga berpedoman kepada agama,” katanya.
Kalau tidak ada upaya yang signifikan untuk menghentikan COVID-19 maka akan panjang persoalan dihadapi masyarakat, sedangkan mudaratnya juga jauh lebih banyak.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Hanif mengatakan pemerintah menargetkan vaksinasi COVID-19 terhadap 3,7 juta penduduk setempat dengan memprioritaskan penyuntikan pertama bagi kelompok tenaga kesehatan (nakes) yang berjumlah 56.450 orang.
Selanjutnya, tenaga pelayanan publik, TNI/Polri 365.394 orang, masyarakat rentan, geospasial, sosial, dan ekonomi mencapai 1.771.014 orang, serta pelaku ekonomi esensial dan kelompok masyarakat lainnya 1.592.752 orang.
Pada Januari-Februari ini, vaksinasi khusus untuk nakes, kemudian untuk warga lainnya, terutama petugas pelayanan publik atau masyarakat kelompok prioritas yang sudah ditentukan mulai Maret mendatang.
Masyarakat diharapkan memanfaatkan dengan baik program vaksinasi yang diselenggarakan pemerintah itu sebagai upaya mengendalikan pandemi COVID-19.
Vaksinasi tersebut untuk memperkuat antibodi setiap orang dan selanjutnya membentuk kekebalan komunitas agar tidak terjadi penularan virus tersebut.
Baca juga: Akademisi apresiasi cara Presiden agar warga tak takut divaksin
Baca juga: Sosialisasi vaksinasi Covid-19 di Banda Aceh harus lebih gencar
Baca juga: MPU Aceh: Warga tak perlu khawatir dengan vaksin Sinovac COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021