LSM GLobal Energy Monitor (GEM) menginginkan pengurangan pembangunan berbagai PLTU sehingga era kejayaan batu bara juga dapat berakhir serta akan membuka pintu bagi kejayaan pembangkit listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT), seperti tenaga surya dan angin.
Dalam laporan GEM bertajuk "Boom and Bust 2021" disebutkan negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kemungkinan menjelang proyek pembangkit listrik batu bara terakhirnya.
Laporan itu juga memperkirakan kebijakan tersebut akan menyisakan 25,2 GW kapasitas pembangkit listrik batu bara pada tahap perencanaan prakonstruksi di keempat negara yaitu Bangladesh, Filipina, Vietnam, dan Indonesia, turun 80 persen dari 125,5 GW yang sudah direncanakan di negara negara tersebut sejak sekitar lima tahun sebelumnya.
Baca juga: Pemerintah akan membangun 41 GigaWatt konstruksi pembangkit listrik
Pengumuman tersebut mendapat perhatian karena Asia Selatan dan Asia Tenggara sudah sejak dahulu dipandang sebagai pusat pertumbuhan pembangkit listrik batu bara setelah China.
Kondisi itu dinilai merupakan dampak dari turunnya permintaan listrik dan lambatnya pengembangan pembangkit listrik batu bara akibat pandemi COVID-19, ditambah lagi dengan pengetatan pembiayaan bagi pembangkit listrik batu bara dan menurunnya biaya pembangkit listrik tenaga surya dan angin, sehingga semakin menutup pintu bagi batu bara di kawasan ini.
"Kami melihat potensi yang besar PLTU batu bara terakhir dalam perencanaan di sebagian besar dunia," katanya.
Indonesia sendiri, lanjutnya, sebagian besar rencana energi jangka pendek dan jangka panjangnya telah ditangguhkan pada 2020, setidaknya sebelas proyek pembangkit bernilai 13,1 miliar dolar AS mengalami keterlambatan akibat pandemi, termasuk lebih dari 8 GW proyek pembangkit listrik batu bara.
Baca juga: Turunkan emisi, RI butuh investasi besar bangun pembangkit EBT 56 GW
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021