Salah satu penggerak ekonomi Indonesia adalah dari sektor industri hulu minyak dan gas bumi (Migas). Namun hingga kini, produksi minyak dan gas per hari yang dihasilkan masih jauh dari kebutuhan di Indonesia. Salah satu penyebab menurunnya produksi migas karena banyak sumber produksi atau sumur minyak dan gas berusia tua, sehingga mempengaruhi pula produksi yang dihasilkan per hari.

Sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN). Kebijakan itu diperkuat pula dengan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam kerangka RUEN itu, disebutkan pula tren energi masa depan adalah Energi Baru dan Terbarukan (EBT), dampaknya prosentase energi migas akan menurun. Namun demikian dari volume, kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas justru meningkat. 

Berdasarkan itu pula, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) diharapkan mampu memproduksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030. Jika target itu tercapai, maka itu awal Indonesia mencapai masa kebangkitan industri migas. Namun dalam upaya mencapai target itu, kegiatan industri hulu migas diharapkan ramah lingkungan. Artinya tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan. 

Indonesia diprediksi sebagai negara ekonomi nomor 4 di dunia di tahun 2030 mendatang. Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia itu, maka diperlukan kecukupan energi yang terus tumbuh dari tahun ke tahun. 

Dalam webinar yang digelar SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 28 April 2021 lalu, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menegaskan bahwa upaya mencapai 1 juta barel per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030 dibutuhkan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak. Baik terkait perizinan, kebijakan maupun implementasi di lapangan, termasuk masyarakat di sekitar wilayah kerja (WK). Agar kegiatan di lapangan dapat berjalan lancar dan efektif.

Dwi mengungkapkan, Indonesia masih banyak memiliki cekungan migas. Ada sekitar 128 cekungan. Dimana dari jumlah itu yang produksi baru 20 cekungan. Hal ini menunjukan potensi masih sangat besar. Namun katanya, perlu disadari bahwa industri hulu migas adalah industri yang membutuhkan kemauan yang besar, teknologi yang tinggi dengan risiko yang tinggi pula dan persaingan antarnegara yang terus semakin meningkat.

Dalam mendukung visi tersebut, industri hulu migas pada Juni 2020 lalu telah menyusun sebuah Rencana Strategis (Renstra) Indonesia Oil dan Gas atau (IOG) 4.0, dengan target utama yaitu produksi 1 juta barel per hari untuk minyak dan 12 miliar standar kaki kubik per hari untuk gas, dengan mengoptimalkan peningkatan nilai tambah dari kegiatan hulu migas serta memastikan keberlanjutan lingkungan. Artinya, target produksi tercapai namun tidak merusak lingkungan. Sebab kerap terjadi, industri hulu migas dituding jadi penyebab kerusakan lingkungan, baik di darat maupun di laut.

"Tujuan 1 juta barel dan 12 miliar standar kaki kubik bukan hanya target, namun berperan menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia dan menciptakan efek berganda bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan tetap memperhatikan lingkungan" ujar Dwi.

Dijelaskannya lebih lanjut, Renstra tersebut terdiri dari 10 pilar dengan kerangka strategis. Yaitu 22 program kunci untuk menjalankan program, 80 target untuk memonitor perkembangan dan lebih dari 200 rencana aksi untuk menjalankannya. 

Adapun empat pilar utama dalam Renstra tersebut, yaitu mengoptimalkan tingkat produksi eksisting, percepatan dari resource menjadi produksi, percepatan pelaksanaan EOR dan eksplorasi untuk penemuan besar serta disosiasi dan disepakati dengan KKKS yang berinvestasi di Indonesia. 

Terkait upaya-upaya perbaikan tata kelola, SKK Migas telah melakukan beberapa perbaikan sehingga pada kuartal-I tahun 2021, memperoleh hasil yang cukup baik. Upaya perbaikan tata kelola itu diantaranya mempercepat proses rekomendasi perizinan melalui layanan One Door Service Policy (ODSP) sehingga saat ini hanya membutuhkan waktu penyelesaian dokumen rata-rata 2,58 hari kerja atau melampaui target yang dicanangkan yakni 3 hari kerja. Kemudian meningkatkan implementasi Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) pada KKKS, sehingga capaian Incident Rate hanya sebesar 0,18 atau lebih baik dari capaian tahun lalu sebesar 0,55.

Dwi menegaskan, untuk mencapai target tersebut sangat dibutuhkan pengungkit untuk meningkatkan investasi, dan membutuhkan dukungan stakeholder. Sebab rumitnya perizinan, tumpang tindih peraturan pusat dan daerah, rezim fiskal, ketidaksediaan data, hambatan di daerah operasi, kendala akuisisi lahan, proses monetisasi migas yang semakin lama dan ketakutan mengambil keputusan atau kriminalisasi kebijakan, masih menjadi tantangan untuk mencapai visi besar tersebut. Sebab itu, menurutnya sangat diperlukan ada kepastian hukum dalam investasi, ketersediaan dan keterbukaan data, fleksibilitas sistem fiskal dan sistem perpajakan bersaing serta insentif dan penalty.


Tantangan dan Strategi

Sekretaris SKK Migas, Taslim Z. Yunus dalam kesempatan yang sama menjelaskan, konsumsi minyak di tahun 2030 itu sekitar 2,27 barel per hari dan 11.728 miliar gas per hari. Target yang ditetapkan tersebut terutama minyak menurutnya belum memenuhi kebutuhan konsumsi di Indonesia. Beda halnya dengan konsumsi gas yang bisa terpenuhi dari target per hari tersebut. 

Dia menyebutkan, kondisi global sangat mempengaruhi industri hulu migas di Indonesia, selain tingkat pengendalian pandemi COVID-19 dan fluktuasi harga minyak dan tren investasi global. Sedangkan tantangan berat industri hulu migas menggapai 1 juta barel minyak dan 12 miliar kubik per hari untuk gas, adalah imbas masif dari pandemi COVID-19 dan anjloknya harga minyak serta banyak perusahaan migas besar mengurangi investasi-nya sebesar 25-30 persen.

Namun, lanjutnya, dari cekungan yang belum eksplorasi khususnya di Indonesia wilayah timur, peluang mencapai target tersebut sangat besar. Seiring adanya kemudahan bagi investor untuk berinvestasi di wilayah kerja. 

SKK Migas sendiri, di tahun 2021 sudah melakukan pemboran di 76 sumur dari rencana 616 sumur atau baru 12 persen. Kemudian work over 143 dari rencana 615 atau 23 persen serta well service sebanyak 5.478 dari rencana 25.431 atau 22 persen. Dan pemboran tahun berikutnya diharapkan lebih dari 600 sumur.

Tidak hanya itu, program besar SKK Migas di tahun 2021 untuk upaya penemuan cadangan migas di tahun 2025 mendatang, diantaranya reprocessing data 2D seismik- wilayah Kerja Merang Jambi, yang telah tersedia untuk investor pada bulan November 2021. Kemudian Pseudo 3-d Repro 270 ribu km2 yang tengah dalam proses pengadaan. Selanjutnya vibroseis subvulkanik -1000 km sidang UKL-UPL, dimana estimasi kick off pada Juni 2021 dan full tensor gradiometry gravity (FTG) 106.000 Km dimulai April 2021.

Adapun strategi ala SKK Migas dalam upaya menarik investasi, diantaranya mencapai target pengangkatan jangka pendek, membangun fondasi yang kokoh untuk dataran jangka panjang SKK Migas, menarik dan investasi besar-besaran, menjadi multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan memaksimalkan penerimaan negara bagian hulu migas
 
Dari data laman resmi SKK Migas, realisasi harga minyak dan efisiensi di industri hulu migas menyebabkan besaran penerimaan negara jauh melebihi ekspektasi, yaitu sebesar US$3,29 miliar, atau 45,2  persen dari seluruh target penerimaan dalam APBN 2021 (full year) yang ditargetkan sebesar US$7,28 Miliar. Efisiensi yang dilakukan SKK Migas dan KKKS pada kuartal-I tahun 2021 berhasil menjadikan cost recovery/bbl sebesar US$11,88 per barrel oil equivalent (BOE), turun dari rata-rata cost recovery per barel pada kuartal-I tahun 2020 sebesar US$ 13,4 per BOE.
 
Tidak hanya itu, SKK Migas juga berupaya memperbaiki iklim investasi sebagai bagian strategi menggapai satu juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari. Dimana SKK Migas menawarkan sembilan paket stimulus. Pertama penundaan pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau Abandonment and Site Restoration (ASR). Kedua, tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. ketiga, penundaan atau penghapusan PPN LNG melalui penerbitan PP 81/2020 tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dikecualikan dari kewajiban PPN dan keempat barang Milik Negara (BMN) hulu migas tidak dikenakan biaya sewa.
 
Kemudian kelima, menghapuskan biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar 0,22 dolar AS per MMBTU. Keenam penundaan atau pengurangan hingga 100 persen pajak-pajak tidak langsung. Ketujuh, gas dapat dijual dengan harga diskon untuk semua skema di atas take or pay dan 'Daily Contract Quantity' (DCQ). kedelapan, memberikan insentif untuk batas waktu tertentu seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara dan DMO full price. Dan kesembilan, adanya dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

Sedangkan menurut Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widya Yudha, juga dalam webinar yang sama, menjelaskan tentang kondisi investasi hulu migas di Indonesia. Pertama katanya adanya tren investasi global semakin intensif ke EBT. Dimana pada masa transisi energi, konsumsi minyak Indonesia masih lebih besar dibanding produksi. Kemudian pandemi COVID-19 menurutnya menyebabkan investasi melandai. Dimana pembiayaan global untuk investasi hulu migas masih terbatas dan kompetitif. 

Selain itu, perusahaan migas multinasional juga mengalihkan investasi-nya ke low carbon energy, seperti a.l Chevron, BP, Shell, Total dan Mubadala. Tidak hanya itu, indeks daya saing industri hulu Indonesia juga relatif rendah, serta berbagai negara memberi fasilitas fiskal untuk industri migas yang lebih menarik.

Sementara itu, Pengamat Energi, Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, dalam upaya menggapai 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari, Indonesia membutuhkan pelaku usaha, bukan sebaliknya. Khususnya KKKS yang bonafid. Artinya perusahaan yang punya teknologi baik, yang menatap risiko dengan baik serta mantap finansial.
 
"Jika produksi ingin naik, maka perubahan paradigma juga diperlukan, karena bukan lagi bisnis seperti biasa. Dalam hal ini, SKK Migas yang harus mendengar KKKS dan tidak ada lagi merasa benar sendiri. Sebab KKS adalah mitra SKK Migas, jika mereka tidak bisa atau tidak berani, menyampaikan masalah secara apa adanya, berarti ada yang salah dalam hubungan kemitraan. Jadi perencanaan tidak bisa atas interpretasi sepihak," ujarnya.

Saat ini, menurutnya lagi, perlu untuk membangun kebijakan dan pendekatan penciptaan bersama. Sebab kegiatan hulu migas yang berkembang secara berkelanjutan hanya dapat terjadi dengan kegiatan eksplorasi yang berkesinambungan. Selain itu, Indonesia katanya perlu mengambil momentum pemulihan ekonomi dari kondisi COVID-19. "Ini saatnya untuk merubah pendekatan dan kebijakan untuk mengembalikan Indonesia menjadi tujuan investasi hulu migas. Keberanian melakukan terobosan menjadi kunci," tegasnya.

Upaya SKK Migas untuk meningkatkan produksi migas nasional sebelumnya juga mendapatkan dukungan dari asosiasi profesi yang tergabung dalam Ikatan Ahli Tambang Indonesia (IATMI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ikatan Ahli Fasilitas Migas Indonesia (IAFMI), Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dan Universitas Trisakti (26/4). Dukungan tersebut juga tertuang dalam nota kesepahaman dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan dan meningkatkan produksi migas nasional sesuai bidang kompetensi masing-masing.

Sebagai negara yang memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar, Indonesia sudah sepatutnya berada pada masa kebangkitan energi. Meski produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari di tahun 2030 mendatang belum mampu mencukupi kebutuhan minyak nasional, tapi setidaknya Indonesia mampu mengurangi impor minyak. 

Visi besar Indonesia ini juga sepatutnya mendapat dukungan besar pula dari semua kalangan. Sinergi antar semua pihak terkait menjadi kunci keberhasilan pencapaian target. Dan tentunya, dalam menjalankan kegiatan industri hulu migas, pelaku usaha tetap memperhatikan keberlangsungan lingkungan. Dalam hal ini, pelaku industri hulu migas, tidak salah jika harus menggandeng lembaga atau organisasi lingkungan.(*)
 
 

 

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021