Jakarta (ANTARA) - Direktur Standarisasi Materi dan Metode Aparatur Negara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Aris Heru Utomo mengatakan bahwa Hari Kesaktian Pancasila mengingatkan warga negara Indonesia (WNI) agar selalu waspada terhadap ideologi lain.
Seperti yang terjadi pada 1948 dan 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), tutur Aris melanjutkan. Hari Kesaktian Pancasila mengingatkan WNI bahwa ujian untuk mengganti ideologi Pancasila tidak akan pernah hilang, datang dari serangkaian peristiwa yang bertubi-tubi dan bisa datang dari mana pun serta dari siapa pun.
Ujian yang kini melanda masyarakat Indonesia, bagi Aris, adalah pandemi COVID-19 dan ideologi transnasional.
Baca juga: Presiden Joko Widodo jadi Inspektur Upacara Hari Kesaktian Pancasila
Baca juga: Sesjen Wantannas: 1 Oktober momentum amalkan nilai universal Pancasila
Baca juga: MPR: Hari Kesaktian Pancasila momentum perkuat nilai-nilai luhur
Berdasarkan pandangan dia, COVID-19 menguji daya juang, pengorbanan, kedisiplinan, kepatuhan, serta ketenangan masyarakat dan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang cepat dan tepat.
“Kita bersyukur ada Pancasila yang tetap menjadi bintang penuntun untuk menjaga persatuan, mengatasi semua tantangan, menegakkan keadilan, memperkokoh persaudaraan, serta bergotong royong untuk meringankan penderitaan korban pandemi,” ucap dia.
Dalam menghadapi pandemi COVID-19, Pancasila hadir secara nyata, menjadi nilai hidup yang bekerja dalam kehidupan bernegara dan nilai yang hidup dalam kebijakan dan putusan pemerintah.
Terkait dengan antisipasi terhadap ideologi transnasional, BPIP menggencarkan pembumian nilai-nilai Pancasila kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda.
Ideologi transnasional merujuk pada ideologi global yang penyebarannya difasilitasi oleh kemajuan teknologi, dan memiliki nilai-nilai yang tidak selaras dengan nilai-nilai ideologi Pancasila.
Menurut Aris, generasi muda menjadi generasi yang lebih rentan terpapar oleh ideologi transnasional karena kedekatan generasi tersebut pada teknologi dan informasi, khususnya media sosial.
“Jangan sampai generasi muda justru terpengaruh ideologi transnasional, sehingga berkeinginan mengganti Pancasila,” kata Aris.