Jakarta (ANTARA) - Pertamina menyatakan telah mengatasi kekurangan pasokan bahan bakar minyak (BBM) terutama jenis Pertalite dan Solar di beberapa lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Pertamina juga terus memonitor secara real time dan memasok SPBU yang stoknya sudah mulai menipis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujar Irto di Jakarta, Rabu.
Terhambatnya pasokan BBM subsidi ke SPBU adalah bagian dari respons kenaikan harga BBM jenis Pertamax pada Jumat (1/4/2022), sehingga pengguna kendaraan migrasi (shifting) ke Pertalite. Sejak Jumat pekan lalu, Pertamina juga menyiagakan terminal (BBM) hingga 24 jam untuk mengisi SPBU yang kekurangan pasokan.
“Saat ini kami terus memenuhi kebutuhan SPBU dan memonitor seluruh rantai distiribusi sebagai antisipasi menyeimbangkan antara konsumsi dan distribusi ke SPBU,” katanya.
Irto mengakui secara umum terjadi tren peningkatan konsumsi BBM masyarakat dengan terus terkendalinya pandemi COVID-19. Apalagi, tren rerata konsumsi mulai menyerupai tahun 2019.
“Pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5 persen turut mendorong aktivitas logistik kendaraan angkutan dan ekonomi masyarakat sehingga turut menyumbang peningkatan konsumsi BBM,” katanya.
Menurut Irto, pada Jumat dan Sabtu pekan lalu, Pertalite sempat ada peningkatan permintaan, mengingat mobilisasi masyarakat juga tinggi. Sementara hari Minggu konsumsi sudah melandai.
“Potensi peralihan dari Pertamax ke Pertalite mungkin ada, namun belum bisa kita lihat dalam 2-3 hari setelah penyesuaian harga. Ini masih sementara saja, nanti akan kita lihat dalam 1-2 minggu trennya,” kata dia.
Terkait Solar, Irto mengatakan penyaluran Solar subsidi sesuai regulasi Perpres No 191 Tahun 2014. Volume Solar subsidi mengikuti alokasi yang diberikan Pemerintah. Pertamina sudah menyalurkan 11 persen kelebihan kuota untuk menormalisasi antrean.
“Saat ini kami terus berkoordinasi dengan BPH Migas untuk memastikan alokasi kuota. Dan dalam rangka satgas RAFi, kami saat ini terus menyalurkan Solar subsidi bagi SPBU terutama di jalur-jalur logistik dan jalur utama,” ujarnya.
Menanggapi masalah stok BBM tersebut, peneliti ReforMiner Institute Zainul Arifin menilai terhambatnya pasokan BBM subsidi ke SPBU lebih karena stok yang belum datang.
“Namun karena momentumnya (bersamaan dengan kenaikan harga Pertamax) kemudian bergulir sedemikian rupa di media sosial menjadi ramai,” ujar Zainul.
Zainul menyebutkan kasus kekurangan BBM subsidi pada beberapa SPBU mesti jadi pelajaran semua pihak bahwa sebelum ada kenaikan harga, stok BBM harus siap. Selain itu, harus ada instruksi tegas pada semua SPBU dan komunikasi publik yang baik tetap perlu dilakukan.
"Secara teori, pada saat panik perilaku konsumen cenderung tidak terduga. Ini yang semestinya diantisipasi oleh produsen agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
Secara terpisah Jugi Prajogio, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2007-2001 dan 2017-2021, mengatakan setiap SPBU sudah sangat mumpuni untuk mengantisipasi kekurangan pasokan. Apalagi Solar subsidi sudah ada kuotanya.
"Untuk menaikkan kuota Pertalite juga menjadi susah pada kondisi saat ini karena akan menjadi beban Pertamina dan Pemerintah,” ujar Jugi dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Kenaikan harga Pertamax dinilai masih moderat, Pertamina masih untung
Baca juga: Beralih ke Pertalite, konsumsi Pertamax turun hingga 15 persen
Baca juga: Pertamina: Lonjakan konsumsi Pertalite hanya sementara