Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak guru agama sebagai ujung tombak moderasi beragama, mewaspadai wabah intoleransi, dan radikalisme di sekolah.
“Ini harus diwaspadai bersama, terutama oleh para guru agama yang punya posisi strategis sebagai ujung tombak dalam moderasi beragama melalui pembelajaran dan pendidikan agama secara komprehensif,” ujar Moeldoko.
Baca juga: KSP janji awasi penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan kecil
Moeldoko menegaskan pendidikan keagamaan tidak boleh terjebak pada doktrin dan simbol yang bersifat normatif, melainkan harus mengakomodasi substansi agama dalam perspektif yang universal seperti ajaran tentang toleransi, kebaikan, akhlak budi pekerti, dan kejujuran sehingga pola pikir anak didik semakin terbuka terhadap ideologi dan komitmen beragama.
“Pembelajaran yang normatif ditambah dengan doktrin-doktrin keagamaan yang tak terkontrol dapat membuat cara pikir satu arah sehingga anak didik tidak mau menerima masukan, bahkan perbedaan,” ujar Moeldoko.
Baca juga: Moeldoko ungkap alasan percepatan pengembangan kendaraan listrik
Ia menyebut sekolah menjadi lembaga publik yang sangat tepat untuk menjelaskan makna serta pentingnya kemajemukan dan tenggang rasa antarsesama karena sekolah merupakan pola pikir sekaligus pola interaksi anak yang heterogen mulai hadir dan terbentuk.
“Sekolah menjadi ruang strategis untuk membentuk mental bagi tumbuhnya watak keberagaman yang kuat. Ini yang harus dijaga,” kata Moeldoko.
Baca juga: Moeldoko: Membangun mobil listrik miliki tantangan tersendiri
Sementara itu, Ketua Umum DPP AGPAII Mahnan Marbawi mengungkapkan bahwa isu-isu nasionalisme, ideologi Pancasila, dan moderasi beragama menjadi fokus APGAII dalam pengembangan dan penguatan peran guru agama di Indonesia karena guru agama merupakan panutan.
“Untuk memperkuat peran strategis guru agama dalam moderasi beragama kami (APGAII) sangat membutuhkan dukungan pemerintah. Salah satunya dalam bentuk pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan,” tutur Mahnan.