Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan lingkungan dari Universitas Indonesia Profesor Budi Haryanto menyatakan bahwa upaya PT Pertamina (Persero) mengembangkan green energy atau energi hijau akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan, termasuk mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim.
Oleh karena itu dia berharap Pertamina konsisten dalam pengembangan energi hijau tersebut karena akan menekan emisi seminimal mungkin. "Dengan demikian, juga mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim," ujarnya.
Dukungan serupa dinyatakan anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo, karena saat ini dunia sudah berlomba-lomba bertransformasi melalui penggunaan energi bersih.
Dia mencontohkan green refinery Pertamina, sebagai program strategis nasional maka tingkat produksinya juga harus terus dioptimalkan sehingga target pengembangan biosolar dapat terus berlanjut hingga B100.
Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah harus dapat mengembangkan pasar dalam negeri untuk menggunakan green energy, sehingga demand di dalam negeri menjadi besar, baik dalam bentuk biosolar maupun bahan bakar nabati seperti HVO/ Hydrotreated Vegetable Oil yang saat ini sudah dikembangkan oleh Pertamina.
Menurut dia, penggunaan energi bersih adalah sebuah keharusan. Indonesia sudah mencapai "point of no return" dalam perubahan iklim dan ketahanan energi sehingga energi baru dan terbarukan merupakan solusi konkret.
Pertamina dinilai telah menunjukkan komitmen dalam pengembangan green energy, yaitu dengan menjalankan program transisi dari energi fosil ke energi bersih.
Bahkan, alokasi anggaran untuk pengembangan energi hijau hingga 2060, secara total diperkirakan mencapai 150 miliar dolar AS atau sekitar Rp2.322 triliun (asumsi kurs Rp15.490 per dolar AS).
Pertamina juga mulai menyisihkan alokasi anggaran, khusus untuk pengembangan energi hijau, di antaranya seperti pengembangan green hydrogen, produk baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV battery).
Selain itu, berbagai produk Pertamina juga mendapat pengakuan dunia. Antara lain Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau Green Diesel D100.
Bahan bakar hijau yang dihasilkan Green Refinery Cilacap ini telah mendapatkan sertifikat International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).
Produk yang dikenal dengan branding nama Pertamina Renewable Diesel (Pertamina RD) ini, berkontribusi pada penurunan emisi karbon hingga 65% hingga 70 persen dari bahan bakar umumnya sehingga layak disebut sebagai green product.
Terkait hal itu Sartono berharap posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 dapat mendorong tindakan percepatan transisi energi bersih sebagai kunci dalam mencapai nol emisi karbon atau karbon netral pada 2060.