Kota Bogor (ANTARA) - Satreskrim Polresta Bogot Kota, Polda Jawa Barat menangkap aparatur sipil negara (ASN) berinisial BBS yang diduga melakukan pencabulan kepada delapan siswi Sekolah Dasar(SD)yang meresahkan para siswi, orang tua murid hingga pihak sekolah di daerahnya dalam rentang waktu lebih kurang satu tahun.
Kompol Rizka menerangkan, penangkapan BBS berdasarkan dari empat laporan orang tua siswi SD di tempat BBS mengajar. Pelaporan BBS juga telah dilakukan orang tua terlebih dahulu kepada pihak sekolah.
Tidak cukup hanya melaporkan pelaku cabul anak itu kepada pihak sekolah,kata Rizka, empat orang tua dari delapan orang siswi yang menjadi korban BBS juga melaporkannya kepada pihak kepolisian.
Kompol Rizka menyampaikan, bahwa penangkapan BBS tidak membutuhkan waktu lama, karena selang beberapa hari dari pelaporan, BBS segera diamankan petugas saat melakukan perjalanan di wilayah Kota Bogor pada Senin (11/9) pukul 21.00 WIB.
Dari hasil pemeriksaan bukti-bukti, keterangan saksi di sekolah, orang tua korban, korban dan pengakuan pelaku, kata dia, kesesuaian pernyataan menunjukkan perbuatan tersebut benar terjadi, sehingga BBS telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Rizka, BBS mengakui perbuatan cabulnya dengan meraba tubuh korbannya dengan rentang usia 10-11 tahun di kelas 5 hingga kelas 6. Perlakuan cabul itu terjadi berulang kepada beberapa korban.
Ia melancarkan aksi pencabulannya dengan modus saat kegiatan belajar dan mengajar berlangsung maupun saat ekstra kulikuler. BBS tidak melakukan pencabulan dengan paksaan melainkan dengan pendekatan kepada siswi-siswi yang diajarnya.
BBS sendiri telah berusia 30 tahun berstatus memiliki istri dan satu anak. Kepada polisi saat dihadirkan, ia mengaku khilaf atas perbuatannya.
Namun demikian, pelaku cabul itu tetap dijerat dengan pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak menjadi UU Pidana, dengan penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
"Pelaku telah menjadi tersangka dan diproses sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.
Kompol Rizka mengimbau agar masyarakat khususnya orang tua agar aktif bertanya kepada anak apa yang terjadi di sekolah dan tidak segan melaporkan ke pihak kepolisian bila terjadi dugaan pelecehan seksual.