Jakarta (ANTARA) - Persoalan tanah menjadi sangat krusial di tengah-tengah ekonomi yang terus bertumbuh, sehingga menuntut aspek legalitas untuk memberikan kepastian menyangkut kepemilikan dan pemanfaatan, termasuk bebas dari rasa khawatir bakal terjadi sengketa.
Ekonomi yang terus tumbuh artinya terjadi pembangunan di segala bidang yang tentunya membuat harga tanah menjadi kian tinggi. Di sini perlindungan hukum menjadi syarat utama agar pemilik tanah merasa aman tidak khawatir tanahnya bakal diserobot.
Namun banyak persoalan menyangkut kepemilikan tanah terjadi mulai dari sengketa, kepemilikan ganda, bahkan praktik mafia tanah. Terakhir kasus tanah juga menimpa komedian Ade Jigo yang rela rumah orang tuanya diratakan alat berat karena kalah sengketa tanah di pengadilan.
Lantas, pernah juga terungkap kasus mafia tanah yang menimpa orang tua dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal. Para pelaku akhirnya bisa digulung Kepolisian dan dikenakan sanksi pidana.
Belum lagi kasus pembangunan infrastruktur yang molor dari jadwal karena pembayaran ganti rugi untuk satu bidang tanah mengalami kesulitan gara-gara adanya sengketa ahli waris.
Terkait berbagai persoalan tanah yang masih terjadi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) secara bertahap melalukan digitalisasi sertifikat tanah yang diklaim bakal sulit untuk dipalsukan.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Pertanahan, Tata Ruang dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Kementerian ATR/ BPN I Ketut Gede Ary Sucaya menjelaskan selama ini mafia tanah kerap memakai cara sertifikat asli tapi palsu untuk menjalankan aksinya. Secara fisik dari luar sertifikat itu terlihat asli tetapi di dalamnya sebenarnya berubah.
Terkait hal itu Kementerian ATR/ BPN secara bertahap mendigitalkan arsip dan sertifikat tanah agar sulit untuk dipalsukan. Lewat digitalisasi sertifikat tanah maka autentifikasi kepemilikan dapat dipertanggungjawabkan.
Nama pemilik tanah selain tercatat di sertifikat juga akan terekam di dalam data digital. Sehingga apabila ada oknum yang mengaku sebagai pemilik tanah maka selain harus dibuktikan lewat sertifikat fisik juga secara digital.
Digitalisasi juga membuat penyimpanan dokumen pertanahan menjadi lebih aman. Kasus kebakaran yang memusnahkan rumah tinggal berikut dokumen yang ada di dalamnya menjadi salah satu contoh. Melalui digitalisasi arsip pertanahan maka dokumen yang musnah itu mudah dicari, bahkan pemilik tanah bisa mengontrol arsip tanah itu lewat komputer atau ponsel pintar.
Meski demikian, belum seluruh masyarakat bersedia untuk mendigitalkan sertifikat tanahnya. Masih ada kekhawatiran sertifikat itu bisa disalahgunakan. Dengan demikian, penting untuk membangun kepercayaan kepada masyarakat pentingnya digitalisasi sertifikat tanah.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyarankan Kementerian ATR/ BPN untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan hingga tingkat RT untuk menyosialisasikan kepada masyarakat terkait digitalisasi sertifikat tanah.
Mardani melihat beberapa kali rapat dengar pendapat dengan Kementerian ATR/ BPN percepatan program digitalisasi sertifikat tanah sudah berjalan baik. Program digitalisasi pertanahan bisa mempercepat layanan bagi masyarakat. Dan mencegah peristiwa hilangnya surat fisik kepemilikan tanah.
Keamanan
Program digital sertifikat tanah memang membutuhkan jaminan keamanan data. Permasalahannya beberapa instansi pemerintah pernah menjadi korban peretasan. Tentunya hal ini mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap keamanan penyimpanan data digital arsip tanah.
Pengamat Siber Pratama Persadha mendukung upaya digitalisasi yang dilakukan pemerintah untuk pelayanan masyarakat, termasuk dalam bidang pertanahan. Paling penting memikirkan keamanan mencegah serangan siber.
Mengingat kejadian serangan siber sudah sering terjadi menyasar kementerian atau lembaga negara. Seperti yang melanda, Pusat Data Nasional (PDN) mengganggu sistem pelayanan publik di berbagai daerah pada Juni 2024. Sehingga penting dalam digitalisasi sertifikat tanah itu berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Di tengah gencarnya digitalisasi harus dibarengi dengan kesiapan masyarakat dan regulasi, serta pentingnya menjaga keamanan data masyarakat.
Belajar dari Estonia yang seluruh jaringan digital lumpuh karena serangan peretas baik perbankan, telekomunikasi, dan jaringan vital lainnya. Akibat serangan itu membuat aktivitas ekonomi terganggu. Masyarakat yang punya simpanan di bank tidak bisa mengambil uang karena seluruh sistem perbankan negara itu lumpuh.
Kejadian itu terjadi pada bulan April 2007, penyerang yang bermarkas di Rusia meluncurkan serangkaian serangan penolakan layanan terhadap organisasi sektor publik dan swasta Estonia. Hal tersebut harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.
Menurut Pratama yang juga Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) dalam digitalisasi arsip tanah penting juga untuk memperhatikan akses internet masyarakat lantaran masih banyak desa belum tersentuh jaringan internet.
Data juga memperlihatkan 11 juta orang yang belum terkoneksi internet sehingga perlu untuk dicarikan alternatif.
Padahal dengan transformasi digital memungkinkan pelayanan mudah diakses oleh masyarakat di manapun dan kapan pun, serta mempercepat proses pendaftaran tanah, dan dengan kehandalan data elektronik dapat mengurai risiko konflik.
Catatan lain, anggaran untuk pemeliharaan sistem digital harus diperhatikan. Investasi digital itu bukan sekedar di awal tetapi juga ada pemeliharaan. Hal itu bertujuan agar dapat mencegah terjadinya serangan dari peretas.
Terkoneksi
Program digitalisasi pertanahan tidak bisa berhasil hingga ke akar rumput apabila tidak terkoneksi dengan pihak-pihak terkait. Seperti Ditjen Dukcapil, BSSN, dan pemangku kepentingan (stakeholder).
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raden Bagus Agus Widjayanto dalam forum diskusi kelompok terpusat (focus group discussion) yang diselenggarakan indoposco.id membenarkan program digitalisasi pertanahan tidak bisa dilakukan sendiri.
Pelibatan stakeholder menjadi syarat utama. Tujuannya agar pelaksanaan bisa transparan dan akuntabel. Sebagai contoh penggunaan tandatangan elektronik dan harus tetap dienkripsi untuk menjamin data kepemilikan tanah tersebut benar-benar autentik.
Tak hanya itu, Kementerian juga melakukan verifikasi untuk penduduk berkolaborasi dengan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil sedangkan untuk badan hukum bekerjasama dengan Ditjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Tujuannya agar tidak terjadi lagi kasus-kasus alamat palsu.
Raden Bagus menjelaskan untuk mendukung program digitalisasi juga dilakukan pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM). Terkait hal itu Kementerian telah membangun Wilayah Bersih Korupsi (WBK) dan Zona Integritas (ZI) yang saat ini telah menjangkau 508 Satker Kantor Pertanahan (Kantah) dan Kantor Wilayah (Kanwil).
Dengan demikian, masih 104 Satker ditargetkan menyandang WBK dan ZI. Dari target tersebut 83 Satker dinyatakan sudah siap.
Melalui pembenahan SDM tersebut maka pelaksanaan digitalisasi diharapkan dapat diselesaikan dengan cepat, karena petugas di lapangan siap menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab sehingga kepercayaan masyarakat juga ikut meningkat.