Kota Jambi (ANTARA) - Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai penyaluran bahan bakar minyak (BBM) ke masyarakat belum maksimal pengawasannya sehingga menyebabkan kebocoran subsidi terutama solar.
"Masih menemukan bentuk penyalahgunaan BBM subsidi, juga penyaluran tidak sesuai plat nomor kendaraan. Penyelewengan itu sering terjadi di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum)," kata Anggota Komite BPH Migas Eman Salman Arief di Jambi, Rabu.
Menurut dia, modus yang sering ditemukan, antrean kendaraan sering menggunakan nomor kendaraan palsu, sehingga dalam satu hari bisa melakukan pengisian lebih dari satu kali.
BBM hasil pengisian itu kemudian dijual ke penampungan. Para penampung minyak itu menjual kembali ke perusahaan perkebunan dan pertambangan. Dengan modus itu, negara mengalami kerugian, karena BBM subsidi menjadi tidak tepat sasaran.
Ia menyarankan, Pertamina hingga SPBU melakukan pengawasan secara menyeluruh untuk menghindari kebocoran distribusi bahan bakar, mengingat kebutuhan (kuota) BBM subsidi mengalami pengurangan dari pemerintah.
Berdasarkan data, kuota nasional jenis solar tahun 2024 mencapai 19 juta kiloliter (KL). Tahun 2025 turun menjadi 18,88 juta KL, termasuk tahun 2026 subsidi solar kembali turun menjadi 18,64 juta kiloliter.
Direktur Manajemen Risiko Pertamina Patra Niaga, Rahman Pramono Wibowo, mengatakan hingga tahun ini tercatat ada 3,82 juta kendaraan pengguna jenis bakar minyak tertentu (jbt) solar. Dari angka tersebut, pemerintah telah melakukan pemblokiran sebanyak 311.000 kendaraan yang terlibat pelanggaran.
Menurut Rahman, pengendalian BBM subsidi agar tepat sasaran perlu keseriusan semua pihak, membenahi sistem termasuk identifikasi kendaraan.
"Banyak ditemukan nomor ganda, jual beli nomor kendaraan. Kita akan coba merapikan bersama Polri," ujar Rahman.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPH Migas: Penyaluran BBM ke masyarakat belum maksimal pengawasannya
