Banda Aceh (ANTARA Jambi) - Ahli onkologi kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr Laila Nuranna PhD SpOG (K) mengatakan, kanker leher rahim masih menjadi penyebab kematian utama bagi wanita usia reproduksi saat ini di Indonesia.
"Kanker rahim yang mencapai 34 persen keganasan pada wanita dan menjadi penyebab kematian bagi wanita usia reproduksi," katanya saat memberikan kuliah tamu di bagian/obgyn Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUZA di Banda Aceh, Senin.
Yang menjadi masalah sekarang, sekitar 70 persen dari kasus tersebut datang ke dokter saat stadium lanjut sehingga angka keberhasilan kesembuhan menjadi kurang.
Laila seperti dikutip Wakil Direktur Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh HM Andalas, menyebutkan berkisar 40-45 kasus baru kanker leher rahim/hari, dan setiap harinya antara 20-25 kasus atau satu penderita di antaranya meninggal dunia/hari.
"Yang menjadi masalah sekarang adalah cakupan skrining masih sangat rendah yakni lima persen, semestinya untuk menekan kasus itu tingkat cakupan harus mencapai 80 persen," katanya.
Untuk itu, hal tersebut harus menjadi konsen para ahli kebidanan dan kandungan guna menekan jumlah kasus yang terus meningkat selama ini melalui peningkatan cakupan skrining.
Saat ini angka kematian ibu di Indonesia masih terbilang tinggi yakni sebesar 228/100.000 kelahiran dan kasus tersebut tercatat tertinggi di negara-negara kawasan Asean.
Menurut Laila, semua pihak harus dapat melakukan pencegahan karena penyebab kanker leher rahim diketahui, dan orang yang terpaparpun butuh waktu lama sampai menjadi penyakit yang lebih berat.
"Saat ini banyak cara untuk deteksi awal, seperti 'papsmear test' dan inspeksi dengan usapan asam asetat. Cara deteksi awal ini mempunyai sensitivitas yang tinggi. Keuntungan dengan deteksi ini adalah dapat memberikan terapi yang kuat bila cepat diketahui, bukan seperti sekarang datang ke dokter bila sakitnya sudah lanjut," katanya.
Selain itu saat ini sudah ada vaksin kuman yakni "human papiloma virus (HPV)" yang menjadi penyebab terbanyak kanker leher rahim, sehingga diharapkan bagi kelompok berisiko sebaiknya mendapatkan suntikan vaksin ini.
Kelompok tergolong berisiko tinggi antara lain, sering berganti-ganti pasangan. Walau vaksin telah ada tapi masih terkendala oleh mahalnya harga vaksin HPV tersebut.
"Kita berharap ke depan ada fasilitas dari pemerintah atau vaksin tersebut masuk tanggungan asuransi sehingga bisa mudah didapatkan dan berdampak menurunkan kejadian kanker leher rahim," katanya.
(T.A042/
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012
"Kanker rahim yang mencapai 34 persen keganasan pada wanita dan menjadi penyebab kematian bagi wanita usia reproduksi," katanya saat memberikan kuliah tamu di bagian/obgyn Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUZA di Banda Aceh, Senin.
Yang menjadi masalah sekarang, sekitar 70 persen dari kasus tersebut datang ke dokter saat stadium lanjut sehingga angka keberhasilan kesembuhan menjadi kurang.
Laila seperti dikutip Wakil Direktur Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh HM Andalas, menyebutkan berkisar 40-45 kasus baru kanker leher rahim/hari, dan setiap harinya antara 20-25 kasus atau satu penderita di antaranya meninggal dunia/hari.
"Yang menjadi masalah sekarang adalah cakupan skrining masih sangat rendah yakni lima persen, semestinya untuk menekan kasus itu tingkat cakupan harus mencapai 80 persen," katanya.
Untuk itu, hal tersebut harus menjadi konsen para ahli kebidanan dan kandungan guna menekan jumlah kasus yang terus meningkat selama ini melalui peningkatan cakupan skrining.
Saat ini angka kematian ibu di Indonesia masih terbilang tinggi yakni sebesar 228/100.000 kelahiran dan kasus tersebut tercatat tertinggi di negara-negara kawasan Asean.
Menurut Laila, semua pihak harus dapat melakukan pencegahan karena penyebab kanker leher rahim diketahui, dan orang yang terpaparpun butuh waktu lama sampai menjadi penyakit yang lebih berat.
"Saat ini banyak cara untuk deteksi awal, seperti 'papsmear test' dan inspeksi dengan usapan asam asetat. Cara deteksi awal ini mempunyai sensitivitas yang tinggi. Keuntungan dengan deteksi ini adalah dapat memberikan terapi yang kuat bila cepat diketahui, bukan seperti sekarang datang ke dokter bila sakitnya sudah lanjut," katanya.
Selain itu saat ini sudah ada vaksin kuman yakni "human papiloma virus (HPV)" yang menjadi penyebab terbanyak kanker leher rahim, sehingga diharapkan bagi kelompok berisiko sebaiknya mendapatkan suntikan vaksin ini.
Kelompok tergolong berisiko tinggi antara lain, sering berganti-ganti pasangan. Walau vaksin telah ada tapi masih terkendala oleh mahalnya harga vaksin HPV tersebut.
"Kita berharap ke depan ada fasilitas dari pemerintah atau vaksin tersebut masuk tanggungan asuransi sehingga bisa mudah didapatkan dan berdampak menurunkan kejadian kanker leher rahim," katanya.
(T.A042/
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012