Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa polusi udara menjadi salah satu penyebab utama penyakit pneumonia, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan asma.
Selain ketiga penyakit tersebut, Menkes juga menyebutkan tiga penyakit parah akibat gangguan pernapasan yakni kanker paru, penyakit paru kronis, serta tuberkulosis.
Penyakit-penyakit akibat gangguan pernapasan itu disebut dia membebani BPJS Kesehatan hingga Rp10 triliun.
Melihat begitu besarnya dampak polusi udara bagi kesehatan masyarakat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian meminta pemerintah Indonesia untuk memonitor komponen polutan di udara.
“Kita diminta memonitor lima komponen di udara, tiga diantaranya bersifat gas dan dua lainnya bersifat barang-barang kecil padat. Gasnya yaitu sulfur, CO, nitrogen, dan dua partikelnya adalah PM10 mikro dan PM2.5–yang bahaya adalah yang 2.5 karena bisa masuk sampai ke dalam (paru) dan kemudian menyebabkan pneumonia yang di BPJS bebannya paling besar,” kata Budi, menjelaskan.
Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 mikrometer. Pengukuran konsentrasi PM2.5 menggunakan metode penyinaran sinar Beta dengan satuan mikrogram per meter kubik (µm/m3).
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah membentuk Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara sebagai respon atas dampak situasi polusi yang kini sedang berkecamuk di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.
Hasil surveilans penyakit yang timbul dari dampak polusi udara di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) adalah peningkatan kasus ISPA yang mencapai rata-rata 200 ribu kasus per bulan.
Data tersebut dihimpun dari laporan petugas layanan di puskesmas dan rumah sakit di wilayah setempat dalam sebulan terakhir.
Kemenkes bersama komite juga melakukan surveilans secara berkala setiap pekan untuk memonitor laju kasus ISPA dan pneumonia di puskesmas dan rumah sakit, berikut dengan penerapan sistem kewaspadaan dini dan respons.