Jambi (ANTARA Jambi) - Pakar lingkungan dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada, Eko Sugiharto, menyesalkan sikap manajemen PT PetroChina di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, yang dinilai berupaya menghambat tugasnya untuk meneliti pengelolaan lingkungan di perusahaan itu.
"Sejak kemarin (4/9) hingga Kamis pagi saya tetap ditolak dan tidak bisa bertemu dengan manajemen atau pihak yang terkait dengan pengelolaan lingkungan di PetroChina, sekalipun saya sudah membawa surat tugas dari pemerintah setempat," kata Eko saat dihubungi di Jambi, Kamis.
Eko Sugiharto berada di Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) atas permintaan Pemkab setempat untuk menelusuri dan meneliti dugaan adanya pencemaran lingkungan akibat penambangan minyak oleh PetroChina.
Penelitian itu merupakan bagian dari beberapa kesepakatan yang dicapai antara Pemkab Tanjabtim dan PetroChina pada awal Juli 2013, setelah sebelumnya kedua pihak terlibat "konflik" terkait dengan sejumlah permasalahan dalam penambangan migas di Tanjabtim.
Menurut Eko, sebagai perusahaan besar dan bonafit seharusnya PetroChina tidak perlu menghambat tugasnya, apalagi jika tidak ada masalah dengan persoalan pengelolaan lingkungan.
"Terus terang saya kecewa, padahal saya membawa surat tugas resmi. Dengan kejadian ini, saya menduga ada ketakutan dan ada yang ditutup-tutupi, terutama soal pengelolaan lingkungan yang terkait limbah cairnya," katanya.
Ia mengaku belum mendapatkan hasil apa-apa terkait upayanya untuk meneliti dugaan pencemaran lingkungan dari penambangan migas di Tanjabatim tersebut, selain beberapa dokumen/laporan dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tanjabtim.
Semula, kedatangannya bertujuan untuk mengambil beberapa sampel di lokasi pembuangan limbah serta dokumen-dokumen terkait pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan oleh PetroChina.
"Kami ingin tahu, apakah pengelolaan lingkungannya memang sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, mulai dari awal hingga berproduksi," ujarnya.
Dari dokumen-dokumen itu akan terlihat apakah perusahaan itu sudah melaksanakan tahapan-tahapan dan mentaati undang-undang atau mengelola pengelolaan lingkungan dengan benar.
Menurut Eko, satu saja dan sejumlah tahapan itu tidak dipenuhi berarti sudah terjadi pelanggaran, dan bisa ditindak sesuai ketentuan.
Ia mencontohkan, jika ada limbah cair berbahaya maka limbah tersebut harus ditampung dalam satu lokasi, dan penampungan itu juga harus dilapisi oleh bahan yang bisa mencegah limbah cair itu merembes ke dalam tanah.
Karena itu, untuk membuat bak penampung ini pun harus ada izin agar bak penampung itu sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
"Saya sudah mendapat informasi, katanya ada limbah cair PetroChina yang dibuang dalam ke bak penampung tanpa dilapisi bahan, sehingga tanah-tanah di sekitar lokasi sudah tercemar," kata Eko yang sering menjadi saksi ahli dalam beberapa sengketa lingkungan itu.
Hal ini perlu dipertanyakan, kenapa bisa terjadi, seharusnya perusahaan itu sudah diberi teguran, selain itu mengapa pihak perusahaan tidak melaporkan sistem pengelolaan limbah cairnya yang seperti itu ke instansi terkait.
Eko juga mempertanyakan kinerja kantor lingkungan hidup setempat yang tidak pro aktif melakukan pengawasan terhadap sistem pengelolaan lingkungan di perusahaan itu.
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih jauh soal dugaan adanya pencemaran lingkungan atau pelanggaran terhadap peraturan dan undang-undang oleh PetroChina, pihaknya memerlukan dokumen-dokumen pengelolaan lingkungan yang dimiliki perusahaan tersebut.
"Dari dokumen-dokumen itu saja, kita sudah bisa mengetahui ada tidaknya pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran itu kemudian ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan dan pengambilan sampel untuk diteliti di laboratorium yang berkompeten," katanya.
Ketika ditanya, Eko mengatakan, seandainya PetroChina telah mendapatkan predikat "Proper Biru" dalam pengelolaan lingkungan, predikat itu bisa saja dicabut jika ditemukan adanya ketidaktaatan terhadap tata kelola dan peraturan-peraturan lingkungan.
Belum Terima Laporan
Sementara itu, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tanjabtim Mustafa saat ditanya mengakui bahwa PetroChina membuang limbah cair ke dalam satu lokasi penampungan tanpa lapisan di North Geragai (NG) 5.
"Kami belum pernah menerima laporan terkait penanganan dan pengelolaan limbah cair di NG 5 itu. Sekalipun sekarang sedang dilakukan perbaikan di lokasi itu, kami juga tidak mendapat laporan soal pengangkutan dan pembuangan limbah dari lokasi tersebut," katanya.
Ia juga mengaku pihaknya belum bisa melakukan pengawasan maksimal terhadap persoalan lingkungan dikarenakan terbatasnya dana, sumber daya manusia dan peralatan," ujarnya.
Saat ditanya, Mustafa mengatakan, dari sejumlah pantauan pihaknya menemukan ada beberapa lokasi pembuangan limbah cair dari pengelolaan minyak milik Petrochina yang tidak dilapisi bahan kedap air.
"Secara lisan kami sudah menegur agar memperbaiki sistem pembuangan limbah yang membahayakan lingkungan itu," tambahnya.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013
"Sejak kemarin (4/9) hingga Kamis pagi saya tetap ditolak dan tidak bisa bertemu dengan manajemen atau pihak yang terkait dengan pengelolaan lingkungan di PetroChina, sekalipun saya sudah membawa surat tugas dari pemerintah setempat," kata Eko saat dihubungi di Jambi, Kamis.
Eko Sugiharto berada di Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) atas permintaan Pemkab setempat untuk menelusuri dan meneliti dugaan adanya pencemaran lingkungan akibat penambangan minyak oleh PetroChina.
Penelitian itu merupakan bagian dari beberapa kesepakatan yang dicapai antara Pemkab Tanjabtim dan PetroChina pada awal Juli 2013, setelah sebelumnya kedua pihak terlibat "konflik" terkait dengan sejumlah permasalahan dalam penambangan migas di Tanjabtim.
Menurut Eko, sebagai perusahaan besar dan bonafit seharusnya PetroChina tidak perlu menghambat tugasnya, apalagi jika tidak ada masalah dengan persoalan pengelolaan lingkungan.
"Terus terang saya kecewa, padahal saya membawa surat tugas resmi. Dengan kejadian ini, saya menduga ada ketakutan dan ada yang ditutup-tutupi, terutama soal pengelolaan lingkungan yang terkait limbah cairnya," katanya.
Ia mengaku belum mendapatkan hasil apa-apa terkait upayanya untuk meneliti dugaan pencemaran lingkungan dari penambangan migas di Tanjabatim tersebut, selain beberapa dokumen/laporan dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tanjabtim.
Semula, kedatangannya bertujuan untuk mengambil beberapa sampel di lokasi pembuangan limbah serta dokumen-dokumen terkait pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan oleh PetroChina.
"Kami ingin tahu, apakah pengelolaan lingkungannya memang sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, mulai dari awal hingga berproduksi," ujarnya.
Dari dokumen-dokumen itu akan terlihat apakah perusahaan itu sudah melaksanakan tahapan-tahapan dan mentaati undang-undang atau mengelola pengelolaan lingkungan dengan benar.
Menurut Eko, satu saja dan sejumlah tahapan itu tidak dipenuhi berarti sudah terjadi pelanggaran, dan bisa ditindak sesuai ketentuan.
Ia mencontohkan, jika ada limbah cair berbahaya maka limbah tersebut harus ditampung dalam satu lokasi, dan penampungan itu juga harus dilapisi oleh bahan yang bisa mencegah limbah cair itu merembes ke dalam tanah.
Karena itu, untuk membuat bak penampung ini pun harus ada izin agar bak penampung itu sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
"Saya sudah mendapat informasi, katanya ada limbah cair PetroChina yang dibuang dalam ke bak penampung tanpa dilapisi bahan, sehingga tanah-tanah di sekitar lokasi sudah tercemar," kata Eko yang sering menjadi saksi ahli dalam beberapa sengketa lingkungan itu.
Hal ini perlu dipertanyakan, kenapa bisa terjadi, seharusnya perusahaan itu sudah diberi teguran, selain itu mengapa pihak perusahaan tidak melaporkan sistem pengelolaan limbah cairnya yang seperti itu ke instansi terkait.
Eko juga mempertanyakan kinerja kantor lingkungan hidup setempat yang tidak pro aktif melakukan pengawasan terhadap sistem pengelolaan lingkungan di perusahaan itu.
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih jauh soal dugaan adanya pencemaran lingkungan atau pelanggaran terhadap peraturan dan undang-undang oleh PetroChina, pihaknya memerlukan dokumen-dokumen pengelolaan lingkungan yang dimiliki perusahaan tersebut.
"Dari dokumen-dokumen itu saja, kita sudah bisa mengetahui ada tidaknya pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran itu kemudian ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan dan pengambilan sampel untuk diteliti di laboratorium yang berkompeten," katanya.
Ketika ditanya, Eko mengatakan, seandainya PetroChina telah mendapatkan predikat "Proper Biru" dalam pengelolaan lingkungan, predikat itu bisa saja dicabut jika ditemukan adanya ketidaktaatan terhadap tata kelola dan peraturan-peraturan lingkungan.
Belum Terima Laporan
Sementara itu, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tanjabtim Mustafa saat ditanya mengakui bahwa PetroChina membuang limbah cair ke dalam satu lokasi penampungan tanpa lapisan di North Geragai (NG) 5.
"Kami belum pernah menerima laporan terkait penanganan dan pengelolaan limbah cair di NG 5 itu. Sekalipun sekarang sedang dilakukan perbaikan di lokasi itu, kami juga tidak mendapat laporan soal pengangkutan dan pembuangan limbah dari lokasi tersebut," katanya.
Ia juga mengaku pihaknya belum bisa melakukan pengawasan maksimal terhadap persoalan lingkungan dikarenakan terbatasnya dana, sumber daya manusia dan peralatan," ujarnya.
Saat ditanya, Mustafa mengatakan, dari sejumlah pantauan pihaknya menemukan ada beberapa lokasi pembuangan limbah cair dari pengelolaan minyak milik Petrochina yang tidak dilapisi bahan kedap air.
"Secara lisan kami sudah menegur agar memperbaiki sistem pembuangan limbah yang membahayakan lingkungan itu," tambahnya.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013