Jakarta (ANTARA) - Kekalahan besar 0-4 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jumat malam tadi, menyingkapkan perbedaan kelas antara Indonesia dan Jepang yang masih jauh dan mesti dipangkas oleh Garuda, yang membutuhkan proses dengan waktu tidak sebentar.
Selisih peringkat FIFA yang sangat jauh yang mencapai 115 level --Indonesia berperingkat 130 dan Jepang 15-- terbuktikan di lapangan.
Teknik mungkin tak terlalu senjang, tapi ketelitian dan kecerdasan membaca peluang serta ketenangan dalam memainkan pertandingan, menjadi pekerjaan rumah besar bagi pelatih Shin Tae-yong.
Andai bermain secemerlang seperti 35 menit pertama pertandingan melawan Samurai Biru, maka situasi Jumat malam kemarin itu mungkin akan lain.
Bagaimana tidak, Indonesia tiga kali memiliki peluang mengungguli Jepang. Ragnar Oratmangoen sudah berhadapan satu lawan satu dengan penjaga gawang Zion Suzuki. Kemudian, Rafael Struick terlambat menyambut peluang emas yang disodorkan debutan Kevin Diks, yang bermain cemerlang di sayap kanan permainan Garuda, bahkan mematikan irama main Kaora Mitoma, pemain sayap Jepang yang menjadi andalan Brighton & Hove Albion di Liga Inggris.
Sebaliknya, tusukan Struick di sisi kanan pertahanan Jepang, gagal disambut Yakob Sayuri, yang juga menyingkapkan lambannya rekan-rekan mereka masuk ke ruang kosong permainan lawan. Saat Struick melakukan tusukan, sisi kiri pertahanan Samurai Biru memang menjadi kosong karena pemain-pemain Jepang fokus menutup pergerakan Struick.
Situasi itu berbeda 180 derajat dengan Takumi Minamino yang jeli memanfaatkan peluang ketika melepaskan tendangan first time saat pemain-pemain Indonesia baru bersiap menutup pergerakan pemain-pemain Samurai Biru.
Puncak ketenangan dan kecerdasan Jepang dalam memanfaatkan peluang terjadi pada menit ke-69 ketika Yukinari Sugawara menciptakan gol keempat dalam situasi sulit.
Sugawara bukan hanya harus menghadapi tiga pemain Indonesia tapi juga berada di sudut sempit yang sebenarnya sulit mengarahkan bola langsung ke gawang. Tapi dia berhasil.
Dua gol Jepang lainnya, yakni gol pertama dari bunuh diri Justin Hubner dan gol ketiga yang dibuat Hidemasa Morita, mungkin lebih karena kesalahan tim pertahanan Indonesia.
Tetapi sudahlah, kekalahan dalam sebuah pertandingan adalah hal biasa, asal tidak terjadi pada waktu yang tidak tepat. Ini masih babak kualifikasi, baru separuh perjalanan!
Halaman berikut: Tim Merah Putih lebih berani menyerang Lebih berani menyerang
Tapi tahukah Anda, hanya Indonesia, Arab Saudi dan Korea Utara yang memaksa Jepang lebih awas dalam menjaga gawangnya dalam sepuluh pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 yang dijalani Samurai Biru.
Bahkan kekalahan Indonesia tidak lebih buruk dari kekalahan 0-5 yang diderita Bahrain dari Jepang yang juga terjadi di kandang sendiri.
Indonesia adalah tim kedua setelah Saudi yang menciptakan banyak peluang gol kala melawan Jepang selama kualifikasi Piala Dunia 2026.
Saudi bahkan mendikte Jepang dengan 13 peluang yang dua di antaranya tepat sasaran, tapi tetap kalah 0-2 di kandang sendiri.
Sementara itu, tim asuhan Shin Tae-yong melepaskan 8 peluang gol yang tiga di antaranya peluang emas, sehingga menjadi tim kedua setelah Korea Utara yang membuat tiga peluang emas kala menghadapi Jepang dalam kualifikasi Piala Dunia 2026.
Lima lawan Jepang lainnya pada kualifikasi Piala Dunia 2026 terpaksa fokus mencegah gawang kebobolan, ketimbang menciptakan peluang gol di depan gawang tim asuhan Hajime Moriyasu.
Myanmar hanya membuat tiga peluang yang satu di antaranya tepat sasaran, dalam dua laga menghadapi Jepang ketika mereka kalah dengan agregat 0-10.
Pun dengan Suriah, yang diganyang Jepang dalam agregat 9-0 pada dua pertandingan babak kedua kualifikasi Piala Dunia 2026. Suriah membuat total 9 peluang yang tak satu pun tepat sasaran, dari dua laga itu.
Sementara itu, China dalam putaran ketiga di kandang Jepang, menyerah 0-7 dengan hanya menciptakan satu peluang yang itu pun tak tepat sasaran.
Bahkan Bahrain yang kalah 0-5 dari Jepang, hanya menciptakan tiga peluang yang satu di antaranya tepat sasaran, padahal sama dengan Garuda, bertanding di kandang sendiri.
Australia yang menjadi satu-satunya tim yang menggagalkan Jepang dalam meraih kemenangan pun harus menerapkan taktik parkir bus pun cuma bisa membuat satu peluang.
Paling tidak, dibandingkan dengan Australia pada 15 Oktober, Indonesia tadi malam itu bermain lebih terbuka melawan tim yang berselisih peringkat FIFA sangat jauh dengan pengalaman bermain dan kualitas skuad yang membuatnya terbaik di Asia.
Halaman berikut: Pasukan Garuda tentu pantang menyerah Yang memalukan itu menyerah
Sebelum menggasak Indonesia, Jepang sudah mencetak total 36 gol dari 74 peluang tepat sasaran pada sembilan laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 terdahulu.
Kini, dari laga kesepuluh Jepang yang juga pertandingan kelima yang dijalani Garuda pada putaran ketiga, Shin Tae-yong dan pemain-pemain Indonesia menjadi lebih tahu keperkasaan Jepang.
Tapi pengetahuan itu bukan untuk semata menyadari lawan lebih kuat, namun lebih sebagai cara bagaimana mempelajari kekurangan dan kesalahan diri sendiri agar lebih kuat dalam pertandingan-pertandingan nanti.
Evaluasi untuk membangun kembali kekuatan tim pasti dilakukan Shin Tae-yong, terutama ketenangan baik dalam menangkal serangan lawan maupun dalam menuntaskan peluang gol.
Masih ada lima pertandingan lagi, termasuk tiga laga tandang yang kini mau tak mau harus diproklamasikan sebagai "pertandingan yang wajib dimenangkan", yakni melawan Arab Saudi pekan depan, dan kemudian Bahrain serta China, tahun depan.
Jika konsisten bermain seperti dalam 35 menit pertama laga melawan Jepang, situasi akan berpihak kepada Indonesia. Apalagi dalam tiga pertandingan tandang melawan Saudi, Bahrain dan China, Indonesia tampil bagus, bahkan bisa mencuri poin di Bahrain dan Saudi.
Dua laga tandang terakhir melawan Australia dan Jepang pun masih terbuka menghasilkan poin, khususnya Australia yang mungkin tak akan sesulit kala menghadapi Jepang tadi malam.
Australia dua kali mengalami kesulitan di kandang sendiri sampai kalah 0-1 dari Bahrain dan seri 0-0 melawan Saudi.
Intinya, peluang tetap terbuka. Dan benar apa kata Shin Tae-yong usai pertandingan melawan Jepang itu, bahwa kekalahan besar dari Jepang tidak boleh membuat Indonesia menyerah. Peluang lolos Piala Dunia 2026 atau memenuhi target finis empat besar Grup C, tetap terbuka.
Alangkah bodoh menganggap kekalahan 0-4 dari Samurai Biru tadi malam itu sebagai akhir atau kiamat untuk timnas Indonesia.
Pun itu bukan hal memalukan. Sebaliknya, meminjam ucapan terkenal pebulu tangkis legendaris kita, Liliyana Natsir, "kekalahan itu tidak memalukan, yang memalukan itu menyerah."
Dan Shin Tae-yong menyatakan saat ini bukan saatnya untuk menyerah. Kekalahan justru menjadi peluang terbaik untuk mengevaluasi diri guna mereorganisasi tim sehingga menjadi lebih baik dan lebih kuat.
Shin Tae-yong benar, Garuda tak boleh menyerah
Sabtu, 16 November 2024 8:28 WIB