Jambi (ANTARA Jambi) - Bambang, warga Desa Rantau Bidaro, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi, harus membayar denda berupa satu ekor kerbau karena merambah hutan adat Desa Guguk.

Sebagai bentuk pertanggung jawabannya, Bambang melalui Lembaga Adat Kecamatan Muara Siau, Minggu (1/6) menyerahkan seekor kerbau kepada Ketua Lembaga Adat Desa Guguk melalui sebuah prosesi adat yang disaksikan Bupati Merangin Al Haris.

Manager Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rahmat ketika dikonfirmasi, Selasa menilai apa yang dilakukan masyarakat Desa Guguk sangat luar biasa dalam menjaga kelestarian hutan.

Masyarakat Desa Guguk ternyata berhasil menerapkan hukum adat di zaman yang tidak lagi konsisten.

"Di Provinsi Jambi, penerapan hukum adat ini sudah jarang terjadi, dan masyarakat Guguk berhasil mengaktualisasikan kembali penerapan hukum adat itu," katanya.

Hal ini juga menunjukan aturan adat masih terbukti hidup, karena itu pemerintah juga harus bisa mengakomodir hukum adat.

Deputi KKI WARSI Yulqari mengatakan, pemberian sanksi terhadap pelaku perambahan hutan adat tersebut sebagai bukti bahwa saat ini masih ada hukum adat yang tetap dipertahankan oleh masyarakat desa. Hal itu sangat diperlukan dan perlu didukung semua pihak dalam rangka melindungi hutan adat dari perambahan.

Penegakan denda adat seperti itu saat ini memang sudah sangat langka. Namun kebijakan itu perlu dilestarikan agar bisa memberikan efek jera terhadap pelaku sehingga hutan adat bisa terpelihara dengan baik.

"Ini adalah wujud dari menegakkan aturan adat yang disepakti bersama. Informasi perlu diketahui oleh masyarakat desa tetangga, agar mereka tahu ada hutan adat dan ada sanksi kalau melanggar," katanya.

Sementara itu, Bupati Merangin Al Haris yang menyaksikan prosesi penyerahan denda adat itu mengatakan, pembalakan liar di wilayah hutan adat Desa Guguk memang tidak dibenarkan.

Oleh karena itu, berdasarkan hasil musyawarah adat akhirnya ditetapkan adanya pembayaran denda adat. Hal itu dilakukan dalam rangka melindungi dan melestarikan hutan untuk diwariskan kepada anak cucuk.

"Kita ingin sekali menciptakan kebersamaan dengan bertambahnya anak cucu kita, jangan sampai hutan berkurang. Harapannya anak cucu bertambah hutan juga harus bertambah," katanya.

Bupati menyatakan sangat mendukung keputusan masyarakat Desa Guguk dalam menjaga hutan adat mereka. Diharapkan hal itu akan menginspirasi desa lain di Kabupaten Merangin.

Dengan demikian di masa yang akan datang semua hukum adat bisa dihidupkan kembali dan diterapkan untuk mengadili para pelaku perambahan hutan.

"Masyarakat di sini sangat menjaga hutan dengan baik, sehingga ketika ada pembalakan liar langsung melakukan perundingan maka putuslah denda adat.

Al Haris mengharapkan di masa yang akan datang tidak ada lagi persengketaan di hutan adat Desa Guguk dan hutan lainnya.

Pelaku perambahan hutan adat, Bambang, yang juga hadir dalam penyerahan denda adat mengaku sebelumnya tidak mengetahui jika lahan yang digarapnya adalah kawasan hutan adat. Namun ia bisa menerima hukuman yang diberlakukan padanya atas kejadian itu.

"Ini terjadi karena motif ekonomi. Tapi sebelumnya saya tidak tahu kalau ini adalah hutan adat. Harapan saya ke depan masyarakat tidak ada yang mengambil hutan di wilayah hutan adat," katanya.

Aksi Bambang yang merambah hutan adat Desa Guguk seluas satu hektare itu diketahui angggota Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Desa Guguk yang berpatroli rutin mengamankan hutan adat pada 18 April 2014.

Selain mengamankan pelaku, KPHA juga mengamankan gergaji mesin, bensin dan oli di lokasi perambahan.

"Menurut aturan adat, perambahan hutan adat adalah pelanggaran paling berat. Menebang dan menggarap akan didenda maksimal satu ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 buah kelapa dan selemak semanis," kata Penasehat KPHA Desa Guguk.

Awalnya, kata Rajali, kasus tersebut akan dilaporkan ke pihak yang berwajib, namun setelah melakukan rembuk pendapat akhirnya para pemuka adat dan KPHA sepakat menyelesaikan kasus itu melalui penerapan hukum adat setempat. "Ini adalah sebuah pertimbangan dan keputusan yang sangat manusiawi," ujarnya.

Meskipun tidak memilliki sumber pendanaan yang memadai, KPHA Desa Guguk tetap semangat menjaga hutan. Siapa pun yang melakukan pelanggaran seperti penebangan pohon tanpa izin di lokasi hutan adat akan dikenai denda adat, tambah Rajali.(Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014