Jakarta (ANTARA Jambi) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)  meminta pelaksanaan pasal yang mengatur tentang aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi ditunda dan dikaji ulang.

"Beberapa pasal tentang aborsi perlu dikaji kembali mengingat hal tersebut justru secara tidak langsung memberikan beban tambahan terhadap perempuan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU  Sulthan Fatoni di Jakarta, Senin.

Sulthan menyorot aturan dalam PP itu yang menyebutkan bahwa aborsi bisa dilakukan jika ada dua indikasi kedaruratan medik dan perkosaan.

Menurut dia, kasus perkosaan sudah terlanjur dimaknai sebagai bentuk penderitaan pihak perempuan. Padahal, kata dia, perkosaan juga bentuk penderitaan bagi pihak laki-laki, hanya sampai saat ini pihak laki-laki tampak lebih diuntungkan karena sanksi yang terlalu ringan.

"Coba perhatikan Pasal 38 ayat 1, 2, dan 3 dalam PP ini, tampak sekali merugikan perempuan. Jadi tidak sinkron, maunya melindungi perempuan tapi tanpa sadar malah merugikan perempuan. Tak hanya merugikan bahkan secara tidak langsung pasal itu menyatakan bahwa dalam kasus perkosaan, yang layak dihukum adalah perempuan," kata Sulthan.

Ia  mendorong agar pemerintah membuka ruang untuk merevisi PP tersebut. Merevisi beberapa pasal sebelum dilaksanakan lebih baik daripada terus menerus menuai kontroversi.

"Saya berharap ada revisi atas PP tersebut. Saya lihat hanya beberapa pasal saja, khususnya Pasal 38. Jika formula Pasal 38 menunjukkan keadilan maka akan berkonsekuensi pada Pasal 31 dan Bab IV secara keseluruhan," katanya.

Sulthan menyatakan akan mengusulkan agar Munas dan Konbes NU pada Aguatus ini juga membahas PP. No.61/2014  ini.

Kecuali pasal tentang aborsi, PBNU mengapresiasi pemerintah yang telah mengesahkan PP tersebut. Substansi PP tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan kaum perempuan di Indonesia, katanya.(Ant)

Pewarta: Sigit Pinardi

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014