Jambi (ANTARA Jambi) - Eklamsi atau kelainan akut pada wanita hamil, masih menjadi penyebab utama tingginya angka kematian ibu di Provinsi Jambi.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Andi Pada ketika dikonfirmasi, Senin, selain eklamsi, penyebab kematian ibu lainnya yakni perdarahan dan penyebab-penyebab lainnya.

Selain itu, ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan juga ketersediaan tenaga medis dokter spesialis yang tidak siap, ditambah masyarakat yang masih mempercayakan persalinan di tempat dukun beranak, juga menjadi faktor penunjang masih tingginya angka kematian ibu saat melahirkan.

"Ada banyak faktor yang menyebabkan itu, di antaranya fasilitas kesehatan dan juga ketidaksiapan dokter spesialis," kata dia.

Meski terbilang masih tinggi, namun berdasarkan data yang dikumpulkan dari kabupaten/kota di Provinsi Jambi telah berhasil menekan jumlah angka kemaitian ibu. Jika pada tahun 2012 terjadi 77 kasus dari 1.000 kelahiran maka di tahun 2013 berhasil ditekan menjadi 58 kasus.

"Laporan itu dari fasilitas kesehatan dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Kita sebenarnya sudah mengalami penurunan angka dari 77 kasus menjadi 58 kasus, jika dikonversi jauh lebih rendah," katanya.

Namun jika dibandingkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), jumlah itu masih jauh.

"Tapi dari ibu menteri yang kita lihat dari laporan masing-masing dari kabupaten/kota dan provinsi, hasil survei kita masih jauh," ungkapnya.

Dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Jambi, laporan yang paling banyak terjadi kasus yakni di Kabupaten Merangin sebanyak 13 kasus.

"Memang belum diketahui secara pasti, tetapi analisa saya masih banyak masyarakat yang melakukan persalinan di dukun," kata Andi.

Hal itu bisa dilihat dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, dari I sampai IV terjadi los sekitar 15 persen, ini juga terjadi saat persalinan yang los sebanyak 14 persen.

Fasilitas kesehatan yang memadai juga menjadi faktor, di Merangin tercatat fasilitas kesehatan baru mencapi 85 persen, masih dibawah daerah lain yang jumlahnya rata-rata mencapai 95 persen. "Kita yakin dengan bupati dan kepala dinas kesehatan di sana, ini bisa kita tekan," harapnya.

Kasus-kasus seperti itu penting dideteksi dini, sebab jika terpantau ibu hamil itu akan diingatkan, dan mendekatkan diri ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

Selain deteksi dini, pihaknya juga memastikan semua kelahiran ditangani tenaga kesehatan, jika terjadi komplikasi segera dirujuk, dan rumah sakit juga harus siap menerima rujukan dan menindaklanjuti secara cepat dan tepat.

Langkah lainnya, menurut Andi Pada, yakni penguatan fasilitas kesehatan di tingkat I dan II, yakni di kabupaten sehingga pasien kondisi gawat bisa tertangani di sana dan tidak perlu harus dirujuk ke RSU Raden Mattaher.

Selain itu kolaborasi antara tenaga kesehatan dan juga dukun beranak tetap diterapkan.

Sementara untuk angka kematian bayi masih didominasi karena asfiksia atau kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan bayi yang bersifat mengancam jiwa.

Penyebab lain yakni bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau kurang dari 2.500 gram dan kelainan pada ibu dan juga ibu hamil yang kekurangan gizi.

"Kematian bayi paling banyak neo natal mulai dari waktu melahirkan, hambatan di panggul sehingga tidak bisa bernafas. Jika ada kasus itu benar-benar tenaga kesehatan yang menanganinya, tidak bisa dibantu orang lain, karena hitungan menit bayi bisa meninggal, tambahnya.(Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014