Jakarta (ANTARA Jambi) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pemilihan kepala daerah dengan sistem non paket yakni memilih kepala daerah saja akan lebih fleksibel dalam pemerintahan daerah dibandingkan dengan memilih paket kepala-wakil kepala daerah.
"Dengan Pilkada sistem non paket akan terbuka peluang lebih fleksibel. Ini kami lakukan berdasarkan kajian pengalaman. Misalnya daerah yang penduduknya 12 juta pakai wakil (kepala daerah) seperti DKI Jakarta atau Jawa Barat. Itu kan mubazir, hal-hal seperti itulah yang kami pertimbangkan," kata Gamawan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Pilkada dengan sistem usulan paket pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah seperti yang berjalan selama ini sama dengan menyamaratakan persoalan daerah dimana jumlah dan kondisi penduduknya berbeda-beda.
Misalnya, Provinsi DKI Jakarta dengan penduduk yang banyak serta Provinsi Jawa Barat dengan kondisi geografis yang luas sebenarnya bisa saja memiliki wakil kepala daerah lebih dari satu.
"Kalau sistem Pilkada paket itu terkunci, kalau non paket misalnya Jawa Barat dan Jawa Timur itu bisa butuh tiga wakil gubernur. DKI Jakarta ini (juga) pernah tiga wakil gubernur," jelas mantan Gubernur Sumatera Barat itu.
Selain itu, Pilkada sistem paket sangat rentan konflik internal di antara pasangan kepala daerah itu ketika terpilih.
Berdasarkan catatan Kemendagri, sedikitnya 95 persen kepala daerah berkonflik dengan wakilnya, hal itu menunjukkan intensitas konflik di antara pasangan yang diusung bersamaan tersebut cukup tinggi.
"Kecenderungan konflik antara kepala daerah dan wakilnya itu besar, walaupun tidak semua, tapi angka 94-95 persen mereka itu pecah kongsi. Makanya kalau diajukan kepala daerah saja pasti tidak akan ada konflik," ujar dia.
Usulan pemerintah terkait Pilkada sistem non paket tersebut masih dalam pembahasan dengan Komisi II DPR RI dalam Rancangan Undang-Undang Pilkada.
Pemerintah berharap dalam masa sidang terakhir DPR periode 2009-2014 ini pembahasan tersebut sudah diketok palu dan disetujui untuk Pilkada sistem non paket. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Dengan Pilkada sistem non paket akan terbuka peluang lebih fleksibel. Ini kami lakukan berdasarkan kajian pengalaman. Misalnya daerah yang penduduknya 12 juta pakai wakil (kepala daerah) seperti DKI Jakarta atau Jawa Barat. Itu kan mubazir, hal-hal seperti itulah yang kami pertimbangkan," kata Gamawan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Pilkada dengan sistem usulan paket pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah seperti yang berjalan selama ini sama dengan menyamaratakan persoalan daerah dimana jumlah dan kondisi penduduknya berbeda-beda.
Misalnya, Provinsi DKI Jakarta dengan penduduk yang banyak serta Provinsi Jawa Barat dengan kondisi geografis yang luas sebenarnya bisa saja memiliki wakil kepala daerah lebih dari satu.
"Kalau sistem Pilkada paket itu terkunci, kalau non paket misalnya Jawa Barat dan Jawa Timur itu bisa butuh tiga wakil gubernur. DKI Jakarta ini (juga) pernah tiga wakil gubernur," jelas mantan Gubernur Sumatera Barat itu.
Selain itu, Pilkada sistem paket sangat rentan konflik internal di antara pasangan kepala daerah itu ketika terpilih.
Berdasarkan catatan Kemendagri, sedikitnya 95 persen kepala daerah berkonflik dengan wakilnya, hal itu menunjukkan intensitas konflik di antara pasangan yang diusung bersamaan tersebut cukup tinggi.
"Kecenderungan konflik antara kepala daerah dan wakilnya itu besar, walaupun tidak semua, tapi angka 94-95 persen mereka itu pecah kongsi. Makanya kalau diajukan kepala daerah saja pasti tidak akan ada konflik," ujar dia.
Usulan pemerintah terkait Pilkada sistem non paket tersebut masih dalam pembahasan dengan Komisi II DPR RI dalam Rancangan Undang-Undang Pilkada.
Pemerintah berharap dalam masa sidang terakhir DPR periode 2009-2014 ini pembahasan tersebut sudah diketok palu dan disetujui untuk Pilkada sistem non paket. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014