Surabaya (ANTARA Jambi) - Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengemukakan Indonesia membutuhkan penggilingan padi modern dengan teknologi canggih yang lebih banyak untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil (susut) panen yang masih tinggi.
"Tingkat kehilangan hasil panen (padi) bisa mencapai 30 persen," katanya pada peresmian penggilingan padi terpadu milik PT Lumbung Padi Indonesia, milik pengusaha nasional Rachmat Gobel dan Fara Luwia, di Mojokerto, Jawa Timur, Minggu.
Ia mengatakan, salah satu penyebab rendahnya daya saing pangan dan pertanian nasional terutama di kawasan Asia Tenggara adalah tingkat kehilangan hasil panen yang masih tinggi, di samping produktivitas dan kekurangan lahan pertanian.
Oleh karena itulah, salah satu program Kementerian Pertanian selama ini adalah melakukan revitalisasi penggilingan padi kecil dan medium. Namun, hal itu tidak cukup tanpa modernisasi dan penggunaan teknologi pascapanen.
Ia menilai Indonesia masih perlu penggilingan padi terpadu dan canggih lebih banyak lagi agar bisa bersaing terutama menghadapi pasar bebas dan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada 31 Desember 2015.
Bahkan di Jawa Timur yang merupakan salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia, seperti yang diakui Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, hanya memiliki 417 penggilingan padi besar atau 1,5 persen dari total 27.607 penggilingan padi di provinsi tersebut.
"Sebagian besar penggilingan padi tersebut merupakan skala kecil dan menengah," kata Syaifullah.
Komisaris Utama LPI Rachmat Gobel menjamin pihaknya akan membeli gabah petani dengan harga sesuai pasar, hal itu dinilainya juga penting untuk menjamin kesinambungan pasokan padi pada penggilingan berkapasitas 30 ton/jam atau 150 ribu ton gabah kering panen/tahun itu.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Tingkat kehilangan hasil panen (padi) bisa mencapai 30 persen," katanya pada peresmian penggilingan padi terpadu milik PT Lumbung Padi Indonesia, milik pengusaha nasional Rachmat Gobel dan Fara Luwia, di Mojokerto, Jawa Timur, Minggu.
Ia mengatakan, salah satu penyebab rendahnya daya saing pangan dan pertanian nasional terutama di kawasan Asia Tenggara adalah tingkat kehilangan hasil panen yang masih tinggi, di samping produktivitas dan kekurangan lahan pertanian.
Oleh karena itulah, salah satu program Kementerian Pertanian selama ini adalah melakukan revitalisasi penggilingan padi kecil dan medium. Namun, hal itu tidak cukup tanpa modernisasi dan penggunaan teknologi pascapanen.
Ia menilai Indonesia masih perlu penggilingan padi terpadu dan canggih lebih banyak lagi agar bisa bersaing terutama menghadapi pasar bebas dan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada 31 Desember 2015.
Bahkan di Jawa Timur yang merupakan salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia, seperti yang diakui Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, hanya memiliki 417 penggilingan padi besar atau 1,5 persen dari total 27.607 penggilingan padi di provinsi tersebut.
"Sebagian besar penggilingan padi tersebut merupakan skala kecil dan menengah," kata Syaifullah.
Komisaris Utama LPI Rachmat Gobel menjamin pihaknya akan membeli gabah petani dengan harga sesuai pasar, hal itu dinilainya juga penting untuk menjamin kesinambungan pasokan padi pada penggilingan berkapasitas 30 ton/jam atau 150 ribu ton gabah kering panen/tahun itu.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014