Ucapan ini dilontarkan Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi ketika menjelaskan sikap Presiden Joko Widodo terhadap munculnya "perang mulut" antara Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Sudirman Said dengan lawan bicaranya Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Rizal Ramli.

Menteri ESDM Sudirman menginginkan ladang gas alam Masela di Provinsi Maluku dilakukan melalui pengolahan secara terapung alias offshore. Sebaliknya "lawan debatnya" Menko Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan Masela perlu ditangani di darat atau onshore.

Perbedaan sikap antara Sudirman dengan Rizal kali ini bukan merupakan yang pertama kalinya terjadi karena sebelumnya Rizal mendesak agar Kementerian ESDM mengurangi atau menurunkan target pembangunan kelistrikan dari 35.000 megawatt menjadi hanya sekitar 20.000 megawatt karena dikhawatirkan akan menyulitkan Perusahaan Listri Negara (PLN).

Namun kemudian, Jokowi dan juga Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menegaskan bahwa target listrik 35.000 MW itu harus diwujudkan karena rakyat dan dunia industri sangat membutuhkan tambahan penyediaan listrik yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari dan industri.

Karena itu, Kepala Negara berjanji bahwa segera setelah pulang dari kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Selatan akan segera melakukan sidang kabinet supaya "debat kusir" antarmenteri di depan  publik segera diakhiri. Perdebatan diantara para menteri cukup dilakukan di dalam ruang tertutup terutama dalam sidang kabinet paripurna ataupun sidang kabinet terbatas.

"Pasti ada sidang kabinet. Dalam sidang kabinet itu, biasanya Presiden menyampaikan hal-hal yang menjadi perhatian Presiden," kata Johan Budi yang merupakan mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK serta juga mantan pimpinan lembaga antirasuah itu.

Selain dengan Menteri ESDM Sudirman Said, maka Rizal juga pernah berseteru dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Somarno karena Rizal menentang atau menolak rencana PT Garuda Indonesia untuk membeli satu jenis pesawat baru dalam jumlah yang dianggapnya "terlalu banyak".

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga sempat berdebat dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong tentang rencana untuk mengimpor ikan.

Yang patut dijadikan perhatian masyarakat adalah pada hari Kamis ketika berada di Bandara Internasional Sultab Mahmud Badaruddin, Palembang, Presiden Jokowi melontarkan kalimat yang menarik.

"Yang paling prinsip, satu visi dengan Presiden," kata mantan gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan juga mantan wali kota Solo.

Menariknya adalah jika di satu pihak, Jokowi gemas dengan debat kusir antarmenteri, ternyata dia juga menegaskan bahwa yang penting adalah menteri adalah satu visi dengan Kepala Negara. Kenapa ada dua kalimat atau pernyataan yang seolah-olah tidak sama atau bertentangan?

Kemungkinan besar adalah Kepala Negara ingin memperlihatkan bahwa semua itu masih tetap dalam kendalinya apalagi kemudian menegaskan bahwa dirinya tidak berpihak kepada satu menteri pun yang sedang "berdebat kusir berkepanjangan". Jokowi tentu menginginkan suasana tenang baik di dalam kabinet maupun masyarakat

Menko Kemaritiman dan Sumber Daya?

Jika saat dilantik menjadi menteri, maka status Rizal Ramli adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, maka kini Rizal menambahkan sehingga dinamakan Kementerian Kemaritiman dan Sumber Daya.

Namun Wapres Jusuf Kalla telah menegaskan bahwa nama jabatan Rizal adalah tetap Menko Kemaritiman.

Presiden bisa saja menyatakan bahwa kabinetnya tetap kompak.

Namun yang bisa menjadi pertanyaan publik adalah kalau menteri- menterinya saja bertikai maka bagaimana para staf menteri-menteri mulai dari sekretaris jenderal, direktur jenderal, serta para direkturnya.

Apakah mereka tetap harus membela "mati-matian menterinya" atau tunduk kepada Presiden yang merupakan pejabat tertinggi dalam kegiatan penyelenggaraan tertinggi dalam pemerintahan?

Karena itulah, masyarakat juga pantas menanggapi atau merenungkan komentar beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR yang merupakan wakil rakyat di DPR.

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDIP Achmad Basarah dengan tegas minta Presiden untuk secepatnya menuntaskan perbedaan pendapat diantara para menteri.

"Kalau tidak, maka kredibilitas bisa turun dan pada akhirnya bisa merusak kredibilitas dan kewibawaan Presiden Jokowi," kata achmad Basarah.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR dari Partai Golongan   Karya Tantowi Yahya menyatakan jika "debat kusir" antarmenteri itu tidak juga selesai maka bisa berpengaruh pada investasi baik dari dalam negeri sendiri maupun luar negeri.

Kabinet Kerja yang dipimpin Joko Widodo-Muhammad Kalla sudah satu setengah tahun memimpin pemerintahan sehingga masih ada waktu kurang lebih tiga setengah tahun lagi untuk bekerja.

Yang menjadi persoalan dan pertanyaan adalah karena pada tahun 2019 akan dilaksanakan pemilihan presiden maka bisa diperkirakan satu tahun sebelumnya suasana politik sudah mulai panas sehingga bisa terus terjadi lagi debat kusir antarmenteri.

Menteri- menteri dalam Kabinet Kerja terutama dari partai politik pasti akan berusaha mempertahankan kursinya partainya di kabinet. Sementara itu, para menteri yang dari kelompok profesional juga berusaha mempertahankan kursinya yang pasti "empuk" jika dipandang dari berbagai sudut mana pun juga.

Karena mumpung kabinet baru bekerja sekitar satu setengah tahun maka tentu rakyat berhak meminta Presiden, Wakil Presiden untuk benar-benar mengendalikan Kabinet Kerja-nya supaya hasilnya bisa dinikmati seluruh rakyat Indonesia terutama yang masih berada di Tanah Air.

Karena banyak menteri yang bergelar profesor, doktor maka bisa saja mereka merasa sebagai tokoh yang paling hebat atau mampu di bidangnya masing-masing sehingga kemudian baik secara sadar maupun tidak sadar terus berusaha menganggap menteri lainnya sebagai lawan atau saingannya.

Karena itu, tentu saja rakyat berhak minta, mendesak atau mengimbau Jokowi dan Jusuf Kalla untuk benar- benar mengendalikan atau mengawasi semua menterinya agar tetap bekerja sama secara maksimal dalam orkestra  Kabinet Kerja  ini.

Kalau masih ada menteri merasa dirinya sebagai menteri yang paling hebat kemampuan berpikir dan bertindak dan sebaliknya menganggap menteri lainnya sebagai pejabat negara yang "bodoh atau bloon" maka sama sekali tidak ada salahnya jika mereka dimasukkan saja ke dalam rencana penggusuran atau dicantumkan dalam reshuffle kabinet.

Yang didambakan rakyat atau dinantikan masyarakat adalah menteri yang pintar, sanggup bekerja untuk 250 juta jiwa rakyat dan bukannya pejabat tinggi yang cuma bisa menyindir dan menganggap enteng rekan-rekannya dalam kabinet . (Ant)

Pewarta: Arnaz Firman

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016