Jambi, Antarajambi.com - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mendorong desa agar mempunyai rencana bisnis (Business Plan) guna meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa yang berada di sekitar kawasan perhutanan sosial.
"Terkait dengan ekonomi desa itu mau dikelola seperti apa nantinya, maka harus ada rencana bisnis dan itu diperlukan ada pendamping untuk mulai mengajak desa punya rencana bisnis, karena mengelola perhutanan sosial itu secara bersama," kata Ketua Pelaksana Kelompok Kerja Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kemendes-PDTT, Tri Chandra Aprianto di Jambi, Senin.
Dalam konsep perhutanan sosial itu masyarakat pengelola juga diberikan legalitas akses untuk mengelola hutan secara klaster atau mengelompok dengan komoditas tanaman tertentu.
Pihak Kemendes-PDTT juga turut berperan dalam perhutanan sosial itu, yakni dengan melakukan pemberdayaan masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan yang mengelola hutan sosial.
Karena setiap desa mempunyai potensi lokal yang berbeda, maka masyarakat desa juga diberikan kewenangan lebih untuk menggali potensi dan sumber perekonomian sehingga nantinya setiap desa punya produk yang berdaya saing.
"Misalnya produk unggulannya rempah sekarang tidak terkelola dengan baik, jadi itu bisa dikembangkan karena komoditas itu potensi besar yang sampai sekarang masih laku," katanya menjelaskan.
Pihaknya juga mendorong desa di sekitar kawasan perhutanan sosial agar membentuk mitra Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) yang tujuannya menampung atau menjadi market produk unggulan yang dikembangkan masyarakat desa.
"Ada mitra Bumdesa atau gampangannya itu yang mengumpulkan produk unggulan, dan nanti Pemda segera mengakses itu, jadi setelah produksi itu produk masyarakat memiliki pasarnya yang jelas," katanya Tri Chandra menjelaskan.
Selain itu dalam akses permodalan pihak Kemendes-PDTT juga telah melakukan kesepahaman dengan pihak Perbankan BUMN untuk dapat memberikan akses permodalan atau kredit terhadap masyarakat yang mengelola perhutanan sosial itu.
"Untuk penguatan ekonomi masyarakat juga perlu dukungan anggaran modal, kita juga sudah mewujudkan komitmen dengan perbankan untuk mengucurkan modal dan dengan bunga rendah, misalnya KUR atau kredit untuk UKM yang bisa diakses oleh masyarakat," katanya.
Tri Chandra mengatakan dalam konsep perhutanan sosial itu masyarakat yang telah diidentifikasi dan memenuhi syarat nantinya akan diperbolehkan untuk mengusahakan lahan perhutanan sosial hingga 35 tahun.
Seperti diketahui, dalam kebijakan besar reforma agraria, pemerintah fokus pada tanah objek reforma agraria (TORA) yang diproyeksikan seluas sembilan juta hektare, dan perhutanan sosial yang menyangkut legalitas akses seluas 12,7 juta hektare.
Perhutanan sosial merupakan suatu sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat, yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2017
"Terkait dengan ekonomi desa itu mau dikelola seperti apa nantinya, maka harus ada rencana bisnis dan itu diperlukan ada pendamping untuk mulai mengajak desa punya rencana bisnis, karena mengelola perhutanan sosial itu secara bersama," kata Ketua Pelaksana Kelompok Kerja Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kemendes-PDTT, Tri Chandra Aprianto di Jambi, Senin.
Dalam konsep perhutanan sosial itu masyarakat pengelola juga diberikan legalitas akses untuk mengelola hutan secara klaster atau mengelompok dengan komoditas tanaman tertentu.
Pihak Kemendes-PDTT juga turut berperan dalam perhutanan sosial itu, yakni dengan melakukan pemberdayaan masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan yang mengelola hutan sosial.
Karena setiap desa mempunyai potensi lokal yang berbeda, maka masyarakat desa juga diberikan kewenangan lebih untuk menggali potensi dan sumber perekonomian sehingga nantinya setiap desa punya produk yang berdaya saing.
"Misalnya produk unggulannya rempah sekarang tidak terkelola dengan baik, jadi itu bisa dikembangkan karena komoditas itu potensi besar yang sampai sekarang masih laku," katanya menjelaskan.
Pihaknya juga mendorong desa di sekitar kawasan perhutanan sosial agar membentuk mitra Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) yang tujuannya menampung atau menjadi market produk unggulan yang dikembangkan masyarakat desa.
"Ada mitra Bumdesa atau gampangannya itu yang mengumpulkan produk unggulan, dan nanti Pemda segera mengakses itu, jadi setelah produksi itu produk masyarakat memiliki pasarnya yang jelas," katanya Tri Chandra menjelaskan.
Selain itu dalam akses permodalan pihak Kemendes-PDTT juga telah melakukan kesepahaman dengan pihak Perbankan BUMN untuk dapat memberikan akses permodalan atau kredit terhadap masyarakat yang mengelola perhutanan sosial itu.
"Untuk penguatan ekonomi masyarakat juga perlu dukungan anggaran modal, kita juga sudah mewujudkan komitmen dengan perbankan untuk mengucurkan modal dan dengan bunga rendah, misalnya KUR atau kredit untuk UKM yang bisa diakses oleh masyarakat," katanya.
Tri Chandra mengatakan dalam konsep perhutanan sosial itu masyarakat yang telah diidentifikasi dan memenuhi syarat nantinya akan diperbolehkan untuk mengusahakan lahan perhutanan sosial hingga 35 tahun.
Seperti diketahui, dalam kebijakan besar reforma agraria, pemerintah fokus pada tanah objek reforma agraria (TORA) yang diproyeksikan seluas sembilan juta hektare, dan perhutanan sosial yang menyangkut legalitas akses seluas 12,7 juta hektare.
Perhutanan sosial merupakan suatu sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat, yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2017