Masjid Raya Padang,jadi ikon tujuan wisata syariah di Sumatera Barat.

Namanya sudah kondang sehingga banyak wisatawan nusantara yang datang untuk shalat dan menikmati bentuk bangunannya yang unik.

Di kala libur lebaran saat ini, banyak kendaraan dari berbagai daerah mampir dan memenuhi lahan parkir yang luas. Tercatat mobil bernomer polisi B, BK, BM, BH, A, D, F dan nopol lokal terlihat parkir.

Bentuk masjid yang tidak biasa, yakni struktur bangunan berbentuk atap rumah adat Minang yang bergonjong, lancip ke atas menjulang, berbentuk empat persegi, tanpa kubah.

Karena dibangun secara masif, maka bangunan masjid terlihat sangat menonjol dibandingkan bangunan di sekitarnya. Bahkan, menara masjid sekalipun terlihat mini karena begitu "raksasanya" bangunan utama masjid, sehingga menara setinggi 85 meter terlihat tak seimbang. Rencana semula akan didirikan tiga menara lain.

Sementara, Masjid Raya Hubbul Wathan, Mataram, NTB, menjadikan menara utama yang setinggi 99 meter untuk memperkuat keberadaan masjid. Terlebih lagi diperkuat dengan permainan lampu warna-warni menyiram tubuh menara dan badan masjid sehingga tampak rancak di malam hari.

    
    Hajar Aswad

Sekilas bangunan seluas 4.430 meter persegi itu sangat khas rumah adat Minang, tetapi sesungguhnya tidak hanya demikian karena juga perlambang dari kain empat pergi yang menjadi pegangan bagi empat suku kabilah ketika akan meletakkan Hajar Aswad (batu hitam) ke sudut Ka'bah,Mekah sesuai dengan arahan Rasulullah Muhammmad Shalallahu Alaihi Wassalam.

Kesan pengunjung pada masjid berbentuk unik itu beragam. Sebuah keluarga asal Tangerang terkesan pada mihrab (mimbar) masjid yang berbentuk cangkang Hajar Aswad.

Mihrabnya memang berbentuk oval dengan lingkaran berwarna putih silver seperti cangkang batu Hajar Aswad dan tengahnya yang berisikan mimbar dan ruang shalat imam, dari jauh seperti batu Hajar Aswad. Seakan, bersujud di mihrab seperti mencium Hajar Aswad.

Pengunjung lain terkesan pada karpetnya yang lembut sumbangan Pemerintah Turki dan jarak sujud yang leluasa bagi muslimin bertinggi 170 cm hingga 175 cm.

Sementara langit-langitnya sangat minimalis untuk sebuah masjid, bercat putih tanpa ornamen atau lukisan diorama yang biasa ada di bagian dalam kubah di kebanyakan masjid di tanah air.

Yang berbeda adalah Asmaul Husna (99 nama dan sifat Allah) yang tersusun di dinding mihrab hingga ke langit-langit atap. Pada atap yang berwarna putih juga terdapat lubang memanjang mengikuti alur pilahan langit-langit yang memanjang.

Bagi yang baru pertama kali, mungkin menduga pengelola menggunakan pendingin untuk mengatur ventillasi udara, kenyataannya tidak demikian. Arsitek Rizal Muslimin merancang dinding empat sisi atap dengan kerangka pipa baca dan dinding berlubang-lubang mengikuti motif songket raksasa pada dinding luar.

Dampaknya, udara mengalir dari keempat sisi dan terasa sejuk. Tidak hanya itu, kisi-kisi itu juga menjadi sumber pencahayaan di siang hari sehingga menghemat penggunaan lampu.

    
    Syahadatain
Perhatikan juga keempat sisi dinding atas masjid yang bermotif songket tersebut. Terdapat kalimah Allah di tengah motif songket yang berjajar mengelilingi dinding atas, lalu kaligrafi syahadatain.

Pada setiap ukiran baja tersebut terdapat kalimah Allah dalam jenis huruf lebih kecil, begitu juga dengan kalimah Muhammad yang tersebar merata di keempat sisi.

Perjuangan Pemerintah Daerah dan masyarakat Sumatera Barat untuk mewujudkan masjid indah ini memang tidak mudah. Adalah Gubernur Gamawan Fauzi pada 21 Desember 2007 melakukan peletakan batu pertama pembangunan masjid.

Gamawan juga mendirikan Masjid  Ummi di Alahan Panjang, di tepi Danau Di Atas yang indah. Masjid yang kabarnya didedikasikan untuk sang Ibu, dibangun tanggal 21 Oktober 2013, dan diresmikan tanggal 30 Maret 2014.

Banyak Muslimin yang singgah di masjid yang terletak di jalan lintas Solok Selatan tersebut untuk shalat dan beristirahat menikmati panorama danau yang sejuk.

Kini setelah 11 tahun, Masjid Raya Sumatera Barat di Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan (dua tokoh pergerakan Islam yang menonjol) terasa masih belum sempurna, meski sudah digunakan untuk Shalat Jumat secara perdana pada 7 Februari 2014 dan shalat wajib dan sunnah lainnya hingga kini.

Masih banyak yang perlu dibenahi, seperti sistem perparkiran, pengelolaan taman dan lainnya. Tidak ada salahnya pengelola masjid memungut biaya/retribusi parkir sebagai pemasukan agar petugas parkir bekerja secara profesional.

Begitu juga dengan tanaman bunga dan pepohonan yang subur, berkembang dan rindang akan menambah indah halaman masjid.

    
    Tahan gempa
Kelebihan lain, adalah kontruksi bangunan yang tahan gempa. Sumatera Barat adalah daerah gempa sehingga antisipasi penggunaan konstruksi tahan gempa patut diacungi jempol agar (daya tampung) 5000-6000 anggota jamaah shalat merasa aman.

Keberadaan Masjid Raya, tidak sekadar jadi destinasi wisata syariah, tetapi juga memperkuat sisi religius masyarakat Minang. Banyak tokoh muslim lahir dari provinsi ini sehingga ghirah memakmurkan masjid dan mengembang agama sangat kuat.

Diharapkan keberadaan masjid memperkuat iman, ukhuwah Islam dan melahirkan kebersamaan untuk menjaga negeri dari pengaruh negatif asing serta memperkuat persatuan.*

Pewarta: Erafzon SAS

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018