Bogor, (Antaranews Jambi) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai risiko kredit macet masih sangat rentan dialami Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dibanding bank umum.
Hal ini disampaikan Kepala OJK Regional 7 Sumbagsel, Panca Hadi Suryatno, Sabtu, saat memberikan pelatihan kepada 56 jurnalis se-Sumbagsel di salah satu hotel di Bogor, Jawa Barat.
Panca Hadi Suryatno memaparkan, kredit bermasalah didominasi banyaknya debitur yang mengandalkan hasil perkebunan seperti karet dan sawit untuk agunan dan itu terjadi secara umum di Indonesia.
"Karena BPR banyak nasabahnya yang mengandalkan komoditi kebun dan UMKM yang juga berisiko tinggi maka kita minta mereka untuk lebih berhati-hati," kata Hadi Suyatno.
Pada kesempatan itu juga dipaparkan kompetensi suber daya manusia BPR yang perlu ditingkatkan terutama dalam analisis pasar.Hal itu menurutnya juga berlaku juga pada BPR di wilayah Sumbagsel. Pihaknya mendorong BPR untuk menggarap lebih optimal debitur dari kalangan UMKM yang menjadi potensi besar untuk sektor pembiayaan BPR.
"Kita terus memberikan arahan untuk lebih hati-hati terhadap nasabah yang berisiko, dan memberi info sektor yang mengalami penurunan. Karena yang perlu diwaspadai adalah jika usahanya relatif tidak stabil maka akan ada sektor yang mengalami penurunan dan BPR harus hati-hati," kata Panca Hadi Suyatno.
Panca menegaskan OJK sangat ketat menerapkan aturan dan mekanisme pendirian sebuah BP. BPR sebelumnya diharuskan melalui tahapan mulai dari studi kelayakan.
Khusus untuk daerah tertentu, ditetapkan kriteria kewajiban setor modal Rp6 miliar hingga Rp12 miliar dan tetap diteliti studi kelayakannya.
"BPR harus berkreasi mencari pasar-pasar potensial yang selama ini belum dilihat sektor perbankan. Dan bagi BPR yang NPl-nya masih tinggi harus terus mengupayakan penyelesaian dan tetap diiringi dengan ekspansi yang sehat," kata Panca Hadi Suyatno.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018