Budi daya lebah kelulut (Trigona Itama) kegiatan baru bagi warga Panggung, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan setahun belakangan ini.

Usaha budi daya binatang kecil yang terbang ini dinilai menyenangkan hati lantaran ada tantangan dan keberhasilan. Oleh karena itu, perlu kosentrasi dan serius dalam usaha itu. Tanpa itu kurang membuahkan hasil yang maksimal.

Seorang pembudidaya kelulut bernama Rumai (40 sejak setahun terakhir ini menggeluti usaha yang sebelumnya dinilai asing bagi warga setempat.

Selama ini, kelulut (satwa warna hitam sejenis lebah tapi kecil) memang dikenal sebagai binatang liar yang suka bersarang di dalam batang pohon yang memiliki lobang.

Warga setempat pun sering mengambil madu kelulut ini dengan cara menebang pohon yang terdapat sarang kelulut lalu menggergajinya kemudian mengambil madu di sarang tersebut, dan selanjutnya digunakan sendiri, atau ada juga yang menjualnya guna menambah penghasilan.

Cara-cara pengambilan madu kelulut tradisional tersebut, dikhawatirkan akan mengurangi populasi binatang yang menyengat tapi tak sakit tersebut, dan dikhawatirkan lagi akan punah.

Oleh karena itu, beberapa warga setempat mencoba membudidayakan jenis binatang itu dengan belajar ke lokasi-lokasi lain agar menghindari pengambilan madu kelulut di alam secara tak terkendali.

Rumai pandai membudidayakan madu kelulut setelah melihat cara budi daya melalui Google yang terdapat postingan budi daya kelulut di Malaysia dan beberapa lokasi di Sumatera dan Jawa.

Selain itu, melihat hasil budi daya di Kalimantan Selatan sendiri, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Dari hasil belajar itulah kemudian dicoba budi daya tersebut di dekat rumah. Ternyata bisa panen dan menghasilkan uang.

Kegiatan ini benar-benar menyenangkan hati. Setelah memperoleh bibit dengan membeli kepada orang yang menjual dari hasil pencarian  di hutan seharga Rp100 ribu per batang, bibit itu menjadi berkembang biak.

"Tadinya dalam potongan batang pohon itu sedikit sekali binatangnya setelah beberapa bulan, banyak sekali binatangnya, maka hati ini merasa senang dan merasa puas perasaan," kata Rumai.

Begitu juga penuturan pembudidaya yang lain, Rahami (55). Ia mengaku membudidayakan kelulut itu dengan dijiwai atau disenangi.

"Bila kita senang maka kita akan telaten, jika telaten maka hasil budi daya akan baik dan madu yang dihasilkan pun akan banyak," kata dia.

Jika sebuah sarang kelulut tidak dijaga dari gangguan hama dan binatang pemangsa lainnya, maka sarang itu akan ditinggalkan dan kosong sehingga usahanya merugi.

Ia mengakui di lokasi yang dijaganya ada sekitar 100 sarang. Dari jumlah tersebut ada beberapa sarang yang kosong lantaran ditinggalkan kelulut. Mereka masuk hutan mencari sarang baru.

Selain itu, kata dia, letak setiap sarang jangan terlalu berdekatan karena mereka satu sama lain mungkin merasa terganggu sehingga ada yang mengalah lalu meninggalkan sarangnya.

Di Desa Panggung, Paringin Selatan ini memang terdapat dua lokasi pembuididaya. Sejak setahun terakhir ini sudah dikenal sebagai lokasi produksi madu kelulut sehingga sering didatangi pengunjung selain untuk melihat budi daya juga membeli madu kelulut.

Banyaknya pemburu madu kelulut, membuat produksi di kedua lokasi ini menjadi kewalahan. Walau harganya dinilai relatif agak mahal dengan Rp300 ribu per liter, persediaan tetap saja tak mencukupi dibandingkan dengan permintaan.

Tingginya minat memiliki madu kelulut ini konon lantaran khasiat madu yang baik untuk kesehatan tubuh manusia, bukan saja mampu mengobati penyakit jantung tetapi juga menurut para ahlinya mampu menyeimbangkan kadar kolestrol dalam darah.

Selain itu, madu kelulut terbukti menyembuhkan penyakit maag dan penyakit lambung lainnya, menyeimbangkan kandungan gula darah, serta mengurangi kandungan trigliserid.

Satu hal yang membuat madu ini banyak dicari konon bagi kaum lelaki yang suka mengonsumsi, libidu akan naik drastis.

Madu kelulut diyakini lebih berkhasiat dibandingkan dengan madu lebah biasa, lantaran binatang kelulut lebih kecil sehingga diperkirakan binatang saat mengektrak bunga-bunga lebih telaten karena  mereka mampu mengambil sari bunga yang kecil pula.

 

Pewarta: Imam Hanafi dan Hasan Zainuddin

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018