Beras merupakan bahan makan utama masyarakat  Indonesia dengan tingkat konsumsi beras mencapai 124,89 kg/kapita/tahun (Pusdatin, 2016). Bertambahnya penduduk setiap tahun berarti menghendaki adanya peningkatan produksi beras.  

Prediksi   permintaan   beras   2017-2019   untuk   konsumsi   langsung diperkirakan masih akan sebesar 124,89 kg/kapita/tahun, dengan pertumbuhan penduduk diasumsikan sebesar 1,20% pertahun, maka total kebutuhan beras untuk konsumsi langsung rakyat Indonesia pada tahun 2017 sebesar 32,71 juta ton dan sebesar 33,47 juta ton pada tahun 2017.

Umumnya, masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok tak terkecuali masyarakat di Kota Jambi.  

Kebutuhan beras di Kota Jambi mencapai 256.3 gram perhari atau 4.379 ton tiap bulanya atau sekitar 53.863 ton pertahun (BKP, 2015). Jumlah penduduk di Kota Jambi sebanyak 567.067 jiwa, sehingga ketersediaan beras belum dapat mencukupi bagi seluruh masyarakat Jambi.

Kondisi seperti ini mengharuskan adanya suplai beras dari luar Kota Jambi atau masyarakat mengurangi ketergantungan mengkonsumsi beras putih serta beralih kepada beras merah.  

Sebagian masyarakat telah mulai membiasakan mengkonsumsi beras merah dengan berbagai alasan fungsional. Mengkonsumsi beras merah tidak hanya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras putih akan tetapi, ingin mendapatkan nilai lebih lainnya yaitu pemenuhan gizi keluarga dan kesehatan atau dikenal dengan istilah Food is live and Nutrition.

Kecendrungan penurunan konsumsi beras, diduga sebagai akibat adanya peningkatan pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya kesehatan sehingga mengalihkan konsumsi karbohidrat yang berasal dari beras dengan makanan pengganti beras yang lebih sehat.

Beras merah mengandung vitamin B kompleks cukup tinggi, asam lemak esensial, serat maupun senayawa antosianin yang sangat bermamfaat bagi kesehatan (Lamboan, 2002) dalam (Purwaningsih, H. et.al., 2018).  Beberapa hasil penelitian menyebutkan  bahwa beras merah  dapat menjadi sumber antioksidan yang baik bagi kesehatan yang berasal dari pigmen antosianin.

Komposisi gizi per 100 g beras merah terdiri dari protein 7,5 gr, lemak 0,9 gr , karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fospor 162 mg, zat besi 0,3 g, karbohidrat 77,6, zat besi 0,3 g dan vitamin B1 0,21 mg (santika dan Rozakurniati, 2010).  Beras merah diyakini baik dikonsumsi oleh penderita  diabetes, dapat menurunkan kolesterol dan membantu dalam mendukung program diet.

Komponen nutrisi yang baik dimiliki oleh beras merah menjadi pemikat masyarakat untuk  mengkonsumsinya  sehingga secara tidak langsung hal ini merupakan  upaya untuk  mengurangi konsusmsi beras putih.

Perkembangan teknologi dan sarana komunikasi menjadi katalisator penambahan ilmu dan pemahaman masyarakat tentang keunggulan beras merah dibandingkan beras putih. Sehingga, keunggulan dari beras merah sangat mudah tersosialisasikan ketengah masyarakat.

Hal ini menjadi pengungkit bagi petani Kota Jambi untuk membudidayakan beras merah serta mengembangkannya.  Kesadaran masyarakat mengetahui mamfaat baik dari beras merah menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk dapat meningkatkan kesejahteraan.  Beras merah merupakan salah satu  bahan pangan fungsional yaitu bahan makanan  yang mengalami proses pengolahan dan mengandung satu atau lebih komponen pembentuk yang mempunyai fungsi fungsi  fisologis tertentu dan bermamfaat  bagi kesehatan.    

Beras merah mulai marak dibudidayakan di Kota Jambi salah satu lokasi penanaman yaitu di Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan yang merupakan lokasi pengembangan beras merah di Kota Jambi. Total luas lahan pengembangan  beras merah di Kota Jambi sebesar 16 Hektar.

Besarnya animo petani lokal  untuk memproduksi beras merah harus dibarengi dengan informasi budidaya yang memadai termasuk pilihan varietas yang bisa dikembangkan secara baik di Provinsi Jambi umumnya. Disisi lain, kemampuan memproduksi beras merah harus dibarengi dengan kemampuan untuk menjaga kualitas atau mutu beras merah yang dihasilkan.

Kualitas beras merah yang dihasilkan tidak hanya  tergantung pada pilihan varietas yang tepat akan tetapi harus memperhatikan proses penanganan selama on farm, apakah penanganan selama dilapang telah merujuk pada penerapan  konsep Good Agriculture Practice (GAP). Selanjutnya pada tahap pascapanen apakah telah merujuk pada penerapan konsep konsep Good Handling Practice (GHP).


Beras Merah

Secara umum, beras merah memiliki struktur biji yang sama dengan beras putih. Terdapat 3 kompoen utama pada padi secara umum yaitu : sekam yang merupakan 20% butiran,lapisan dedak  dan embrio yang terdiri dari 10%  dan endosperma 70% dari keseluruhan butir, (Juliano, 2007).  

Endosperma teridri dari pati sedikit protein dan tidak mengandung mineral, vitamain atau minyak. Pigmen beras merah berada pada lapisan aleuron, beras merah memiliki kandungan gizi yang berbeda serta kandungan komponen bioaktif yang berbeda.  (Purwaningsih, H. et.al., 2018).

Penanganan Pascapanen Beras Merah

Penanganan pascapanen merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan budidaya beras merah.  Penanganan yang tidak tepat justru dapat menguragi gizi dan nutrisi produk.

Penangangan pasacapanen dengan baik dan tepat berarti melakukan upaya optimal dalam mempertahankan komponen baik yang terkandung dalam beras merah.

Implikasi dari penanganan pascapanen yang baik dan tepat adalah agar konsumen mendapatkan hak menikmati bahan pangan yang  memiliki mamfaat fungsional secara full nutrition.


                       
Proses pemanenan padi beras merah tidak berbeda dengan proses panen padi biasa. Panen manual/menggunakan combine harvester, perontokan, pengeringan dan penggilingan, pengangkutan dan penyimpanan.

Namun, yang khas dari pascapanen beras merah adalah, tahapan pascapanen beras merah tidak melewati fase penggilingan.

Pembersihan gabah dapat dilakukan dengan menggunakan alat seed cleaner untuk mendapatkan gabah yang bersih dan bebas dari butir hampa, jerami dan kotoran lainnya.

Proses Pencacah Kulit (PK)K merupakan faktor yang sangat mempengaruhi hasil giling yang diperoleh. Gabah yang telah dibersihkan  akan menghasilkan beras pecah kulit atau yang disebut sebagai Brown Rice.  Beras pecah kulit (PK) yang baik sangat dipengaruhi oleh alat husker yang digunakan. Perlu dilakukan kontrol kerapatan antar rubber roll sehingga proses pengupasan dapat terkendali.

Berikutnya Pengayakan, proses ini bertujuan untuk memisahkan beras pecah kulit dan gabah sehingga mutu beras yang diperoleh dapat terjaga  dan dilanjutkankan pada tahap  penyosohan beras atau polisher.  

Proses pengolahan beras merah berbeda dari beras putih, dimana tidak melewati fase penggilingan. Proses penggilingan dapat menghilangkan bagian terluar beras yakni sekam dan kulit ari (aleuron), dimana bagian ini kaya akan kandungan gizi terutama magnesium dan serat yang berperan penting dalam menurunkan risiko Diabetes Militus.

Tantangan Pengembangan Beras Merah di Kota Jambi

Pengembangan beras merah di Kota Jambi tidak langsung dapat berjalan mulus. Berdasarkan hasil interview dengan petani, stakeholder terkait dan dengan pelaku usaha setidaknya ada 3 tantangan besar yang harus diperhatikan oleh semua pemangku kepentingan dalam upaya mendukung pengembangan beras merah.

Pertama Lemahnya Sumber Daya Manusia
Faktor manusia dalam hal ini adalah petani, petugas lapang dan pelaku usaha merupakan elemen yang sangat penting  dalam menentukan kualitas beras merah yang dihasilkan.

Pemerintah Kota Jambi ingin mewujudkan beras merah sebagai icon kota maka segala upaya untuk memperbaiki dan memperkuat pemahaman petani dan petugas lapang tentang penanganan on Farm harus terus dilakukan.

Bertahan dengan kebiasaaan ‘lama’ berdalih apa yang telah dilakukan hingga hari ini masih menguntungkan bagi kehidupan sosial tidaklah relevan apabila ingin mewujudkan cita cita bersama dalam pengembangan beras merah.  Meningkatkan kemampuan produsen (petani) dalam memperbaiki kualitas produk wajib dilakukan.

Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui bimtek, training atau kunjungan edukatif ke daerah yang telah berhasil mengembangkan beras merah. Peningkatan pengetahuan dapat membantu mewujudkan sumber daya/produsen/petani yang handal dan mampu mengelola cita-cita besar yang telah dicanangkan.

 Pelaksanaan proses panen dan pascapanen yang mengacu kepada konsep “Good Agriculture Practices” (GAP),“Good Handling Practices”(GHP) dan “Good Manufacturing Practices” (GMP) dikalangan petani masih sangat minim.  Petani memerlukan akses perluasan pengetahuan yang dapat membantu meningkatkan kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan.

Transfer pemahaman secara intensif diharapkan mampu merubah mindset produsen menuju  pengelolaan usahatani yang lebih bertanggungjawab. Sehingga produsen memiliki kemampuan dan otoritas penuh sebagai ‘problem solving’ terkait permasalahan yang dihadapinya (Kader, 2010).

Membuka akses internet yang terarah merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan sehingga produsen memiliki jangkauan wawasan yang sangat luas terkait pengembangan usahatani nanas dan teknologi penanganan panen dan pascapanen.
    
Faktor kedua lemahnya Dukungan Sarana, Pra-Sarana dan Regulasi
Ketersediaan sarana, pra sarana termasuk infrastruktur masih sangat lemah.

Diperlukan adanya peran pemerintah terkait dalam mengadakan dan mencukupi keterbatasan dukungan sarana prasarana yang diperlukan. Mewujudkan hasil yang berkualitas dapat dimulai dari penyediaan varietas yang adaptif  dan memiliki keunggulan.

Pembentukan kawasan sentra produksi beras merah perlu dilakukan sebagai upaya penyediaan bahan baku yang berkelanjutan.  Selama proses pengelolaan, stakeholder atau pemangku kebijakan perlu memberikan dukungan terkait regulasi, perijinan dan pendampingan.

 Selanjutnya dukungan dalam penyediaan sarana produksi, alat dan mesin pertanian adalah hal penting untuk mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas hasil.  

Ketersediaan pasar sangat penting diperhatikan mengingat lemahnya akses dan jejaring pasar yang dapat ditembus oleh petani ataupun sekelompok petani. Kendala pemasaran seringkali menjadi keluhan petani atau pelaku usaha. Sehingga diperlukan sebuah terobosan dan pendampingan khusus pada problem pemasaran.

Pada masa rintisan, petani sangat sulit untuk berjalan sendiri untuk menembus pasar lokal tradisional ataupun modern. Instansi terkait dapat membantu penyelesaian problematika pemasaran dengan membangun “Rumah Beras Merah”.

Konsep awal adalah “Rumah Beras Merah” dapat didesain sebagai sarana penampungan produksi beras merah petani sekaligus sebagai gerai penjualan dengan perpaduan nuansa toko dan cafe. Petani maupun pelaku usaha dapat mengintip konsep café coffee atau sejenisnya yang sedang menjamur disudut kota.

Strategi penjuaan tidak hanya berfokus pada menjual beras merah segar tapi bersamaan dengan produk olahannya sehingga, konsumen dapat dimanjakan dengan mamfaat beras merah bagi kesehatannya. Pemanfaatan teknologi berbasis internet dapat diupayakan sebagai bentuk peningkatan strategi penjualan yang menyasar potensi pasar online yang lebih luas.

Penulis adalah Peneliti Muda Teknologi Pascapanen BPTP Jambi


    




 

Pewarta: Desy Nofriati, SP.M.Si

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019